Enam

3 2 0
                                    

Alga POV
Sinar Matahari mulai masuk ke sela-sela ventilasi kamar. Aku dapat merasakan hangatnya yang menyentuh kulit wajahku. Aku mengerjapkan mata, menyesuaikan banyaknya cahaya yang mulai masuk ke dalam retina. Seluruh tubuh rasanya seperti remuk semua, kepala masih terasa berat—akibat meminum puluhan gelas minuman beralkohol kemarin.

Aku menggeliatkan tubuhku, melonggarkan otot-ototnya sampai terdengar suara mengerat dari tulang belakang. Aku segera bangkit dari ranjang, mematut diri di cermin yang nampak terlihat kacau. Tubuhku masih dibalut seragam putih abu-abu. Semalam, tak banyak yang dapat kuingat. Hanya saja, selintas aku masih dapat mengingat kalau tadi malam aku dan Rey pergi ke sebuah Club Malam.

Dengan langkah gontai, aku meniti tangga satu persatu—berjalan ke arah dapur. Tenggorakan ini terasa kering, seperti tak diberi minum beberapa hari. Aku mengambil segelas air dingin di kulkas, lalu meneguknya cepat. Sayup-sayup telingaku menangkap sebuah suara cengengesan dari seorang gadis.

Shaffa.

Aku sedikit menjulurkan kepalaku, memastikan apakah suara itu benar-benar berasal dari mulut Shaffa.

"Hai, Al! Udah bangun ternyata." Kakinya yang masih di balut kets berjalan mendekatiku yang masih menggenggam gelas. Di belakangnya, ada Rey yang terlihat sedang duduk manis di Sofa.

Aku meneliti tubuh Shaffa. “Lo Sekolah?”

Shaffa mengangguk, sambil berjalan ke arah kulkas untuk mengambil beberapa buah untuk di masukkan ke dalam blender. “Iya,”

“Kenapa nggak bangunin gue, tadi?”

Shaffa hanya mengangkat bahu, lalu memutar tuas blender, “Tadinya mau. Tapi, ngeliat lo masih tidur nyenyak, gue jadi nggak tega. Lagian, kalau lo sekolah juga paling-paling kabur dari jam pelajaran karena masih ngantuk” Sindirannya begitu pedas, aku menatapnya kecut.

“Apaan, sih lo!”

Shaffa tersenyum manis, seolah tidak menyesal telah melontarkan kalimat itu. Dia menuangkan Jus Buah pada secangkir gelas, lalu meletakkannya di atas nampan dan membawa nampan itu ke ruang tamu. Shaffa sempat menyipitkan matanya saat melewati tubuhku. “Bercanda, Al!”

Aku hanya menanggapinnya dengan wajah datar, lalu menatap punggungya yang berjalan ke arah ruang tamu.

***

Rey POV
Samar-samar aku melihat sosok Alga di balik dapur. Seorang gadis tinggi jangkung, dengan rambut yang dicat merah. Tubuh rampingnya dibalut dengan busana sederhana; kaus putih polos beserta celana hotpants. Alga benar-benar berbanding terbalik dengan Shaffa yang sok alim dan terlalu kalem. Shaffa tidak seperti Alga yang mudah di ajak kemana-mana. Tentunya, ke tempat yang selalu menjadi ajang tongkrongan untukku.

Shaffa datang sambil mencengkram erat sebuah nampan. Dia meletakkan dua gelas Jus Buah yang segar. Selanjutnya, Shaffa menjatuhkan bokongnya di sampingku, lalu melingkarkan tangannya pada pinggangku.

“Minggu depan, temenin aku ke Toko Buku, yuk! Ada serial komik terbaru yang belum aku beli.”

Shaffa adalah penggemar buku komik. Tidak ada satu pun seri komik yang dia lewatkan. Shaffa paling Up To Date jika sudah berbicara soal komik. Dan, aku sangat memiliki kesukaan yang bertolak belakang dengannya. Bisa dibilang, aku tidak menyukai hal-hal yang dia sukai.

“Nggak bisa, ada acara keluarga. Saudaraku yang dari Eropa Minggu depan datang ke Indonesia.” Aku berbohong. Malas menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menghirup bau buku.

Shaffa mengerucutkan bibir mungilnya, memasang wajah kecewa. “Biasanya kamu selalu mau aku ajak ke Toko Buku, sesibuk apa pun.”

Selama ini, aku seolah membohongi diriku sendiri. Aku pura-pura bersedia mengikuti kemauannya agar tidak membuat Shaffa kecewa. Tapi, selama tiga tahun kami bersama dalam sebuah perbedaan yang sama sekali tidak bisa kami satukan sendiri—itu sangat melelahkan. Dunia Shaffa dan Aku berbeda. Tapi, aku mencintainya.

AlganiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang