2. Arjuna Gemilang Prakasa

115K 8.5K 129
                                    

"Gita, masih ada pasien lagi?"

"Tidak ada, Dok. Dokter bisa pulang sekarang."

"Dokter Romy sudah datang?"

"Sudah, Dok."

Juna meletakkan gagang telepon dan melepas jas dokternya, lalu mengambil jaket abu-abunya untuk melapis kemeja putih yang dikenakannya sejak kemarin malam. Dia melirik jam dinding. Jam satu siang. Juna ingin pulang sebenarnya, tetapi ada pekerjaan lain yang harus dilakukannya. Pekerjaan yang memaksanya kembali ke negara ini. Negara asal ayahnya.

Arjuna Gemilang Prakasa. Dari namanya saja, jelas kelihatan jika itu adalah nama Jawa. Tetapi jika melihat mukanya yang 100% bule itu, orang tidak akan menyangka dia menyandang nama Jawa. Dia anak adalah dari pernikahan seorang pribumi dan orang asing. Ayahnya, Abimanyu Prakasa adalah seorang Jawa tulen. Sedangkan ibunya, Abryel Charlotte Giovanni berasal dari Napoli, Italia. Mereka menikah tiga puluh tiga tahun lalu di negara asal ibunya, dan setelah menikah ibunya tinggal di negara ini.

Sejak kecil, Juna jarang tinggal di Indonesia. Tepatnya sejak usianya enam tahun, dia sudah tinggal di Napoli bersama nenek dan keluarga ibunya yang lain. Entahlah, sejak dulu dia lebih senang di Napoli. Apalagi semenjak sang ayah tidak merestuinya untuk menjadi seorang dokter, dia tidak pernah lagi pulang ke Indonesia. Bahkan untuk sekedar menengok ibunya. Bukannya dia tak sayang pada ibunya, hanya saja... entahlah.

Memang, sejak dulu sang ayah sudah mewanti-wanti anak-anaknya untuk meneruskan bisnis keluarga. Tetapi Juna tidak menyukainya. Dia tidak suka berbisnis. Dia lebih suka menolong anak-anak kecil yang sedang sakit. Membuat mereka sembuh dan melihat senyum ceria mereka lagi adalah hal terindah untuknya.

Akan tetapi karena musibah yang menimpa keluarganya, dia diharuskan pulang dan membantu melanjutkan bisnis ayahnya di bidang properti dan agribisnis. Tentu saja dia mengajukan syarat untuk tetap menjadi dokter. Dan kebetulan, adik ayahnya mempunyai sebuah rumah sakit sehingga dia bisa bekerja di rumah sakit itu.

Menjadi seorang dokter lulusan luar negeri, membuatnya susah untuk membuka praktek di negara ini, dan bekerja di rumah sakit sudah membuatnya sedikit bahagia, walaupun dengan jam kerja yang tidak terlalu panjang karena waktu yang harus ia bagi di rumah sakit dan di kantor. Itu semua tidak masalah baginya, yang penting dia tetap bisa menolong anak-anak yang sakit. Hanya saja, hari ini rasanya dia lelah sekali. Dia ingin tidur setelah mendapat shift malam kemarin. Dia lelah.

Drrt...drrtt...

Juna mengambil ponsel dari dalam kantong jaketnya. Nama Nakula terpampang di caller ID. Juna mendesah sebelum mengangkatnya. Ini berarti dia tidak akan bisa pulang dan tidur.

"Ada apa?"

"Kakak sudah selesai shiftnya kan? Kita ada meeting satu jam lagi. Kau tidak lupa kan? Kau harus hadir. Ini meeting besar para pemegang saham. Ke kantor sekarang, okey?"

Kepala Juna berdenyut mendengar ocehan adiknya itu. "Hmm."

"Kakak! Jangan hanya hmm saja. Kau harus datang!"

"Iya, cerewet!" Juna mematikan ponselnya dengan kesal. Dia memandang ponselnya geram seakan itu adalah Nakula.

Nakula Andhika Prakasa adalah adik laki-lakinya yang hanya terpaut dua tahun darinya. Si bungsu itu mempunyai sifat pemaksa seperti ayahnya. But he loves him, so much. Dia adik yang menyenangkan. Kadang-kadang sih. Nakula juga satu-satunya saudara yang Juna miliki sekarang.

Juna mengambil tas kerjanya dan keluar dari ruang prakteknya. "Gita, saya pulang dulu."

Gita -sang asisten- bangkit berdiri dan mengangguk hormat dengan sikap malu-malu dan wajah memerah.

Juna mencibir dalam hati. Dia benci menjadi pusat kekaguman para wanita. Juna sadar dia tampan. Sangat sadar. Tetapi menjadi pusat perhatian kaum hawa adalah hal yang dibencinya. Dia tidak suka saat para perempuan itu menatapnya dengan kelaparan. Dia benci saat para perempuan terang-terangan flirting padanya. Memamerkan 'aset' yang mereka miliki padanya seolah-olah hal itu akan langsung membuatnya tertarik. Bukan, dia bukannya mengalami penyimpangan seksual. Juna hanya tidak ingin dipusingkan dengan masalah perempuan yang menurutnya sepele tapi selalu dibuat dramatis.

Perempuan itu rumit menurutnya. Ingin makan enak tapi takut gemuk. Ingin kurus tapi malas olahraga. Takut berkeringat. Takut hitam terkena matahari. Dan hal-hal kecil lainnya yang menurut laki-laki sepele tetapi menurut perempuan itu hal yang sangat penting. Seperti mengingat tanggal jadian. Oh come on. That's just a date.

Juna banyak melihat disekelilingnya bagaimana orang-orang terdekatnya 'menderita' karena cinta. Termasuk kakaknya. Jika selama ini dia dekat dengan perempuan itu hanya karena 'kebutuhannya' sebagai seorang lelaki dewasa. Dia tak pernah membawa hatinya. Hanya sekedar memuaskan nafsunya. Terdengar sedikit kejam memang. Tetapi itulah Juna. Baginya cinta itu merepotkan. Menguras hati. Karena itulah dia tidak akan pernah jatuh cinta. Tidak akan pernah.

*******

"Oh, Gosh! Kau kemana saja? Rapat sudah hampir dimulai!!" Sembur Nakula begitu Juna masuk ke ruangan adiknya itu.

"Aku butuh makan, Dude! Kau mau kakakmu ini pingsan saat rapat nanti?" Juna melotot pada Nakula.

"Lalu jasmu? Dasi?"

"Oh come on, Nakula! Hanya karena aku tidak memakai dasi dan jas bukan berarti aku tidak boleh ikut rapat kan?" ucap Juna dengan kesal. Ikut rapat saja dia sudah malas, apalagi masih harus memakai jas dan dasi.

Nakula menggelengkan kepalanya dengan dramatis dan melangkah menuju kamar ganti di ruang kerjanya dan mengambil jas beserta dasi lalu diserahkan pada kakaknya itu.

"Nakula, badanku ini dua kali badanmu. Ini tidak akan muat!" teriaknya sebal.

"Coba dulu!" sahut Nakula tidak mau kalah.

Juna berdecak sebal sebelum meraih dasi itu dan memakainya. Lalu, dia meraih jas coklat yang sesuai dengan warna celana yang dia pakai hari ini dan ajaib, jas itu pas di tubuhnya.

"Bagaimana bisa?" tanya Juna heran sambil melihat jas yang sudah menempel dengan sempurna di tubuhnya.

"Bunda yang mengusulkan untuk menyimpan jasmu di sini karena tahu cara berpakaianmu yang aneh itu."

Juna memutar bola matanya mendengar penuturan adiknya. Ya, dia memang tidak suka berpakaian formal dengan jas dan dasi yang mencekik lehernya, tetapi ibu dan adiknya ini selalu memprotesnya. Kata mereka penampilannya tidak mencirikan seorang pengusaha dan pebisnis. Hey, dia memang bukan seorang pengusaha. Dia itu dokter. Dokter Arjuna. Dokter anak-anak.

"Ayo, Kak, kita harus segera ke ruang rapat!" perintah adiknya dengan tegas.

Juna bangkit dengan malas-malasan. Sumpah, dia malas melakukan ini. Dia hanya ingin pulang dan tidur.


========================================================================

Maaf ya kalau lagi - lagi saya pakai Nick Bateman buat man castnya... Saya nggak bisa move on niiihhhh....hihihi...

Gimana - gimana... ada yang mau lanjuuuttt ???

Happy readings yaa...
#161015#

LOVE and MACARONS (Tersedia Cetak Dan E-Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang