7. Kenangan Yang Belum Pergi

86.3K 7.8K 93
                                    

"Kak, jangan lupa ke rumah sore ini," Nakula mengingatkan kakaknya.

"Iya, bawel."

"Jam empat sore ya! Jangan telat!"

"Aku akan di rumah jam tiga sore. Puas kamu??"

Nakula terkekeh geli sambil mematikan ponselnya. Dia suka sekali menggoda kakaknya yang pemarah itu.

Arjuna memang galak. Sangat berbeda dengan Yudis yang tidak pernah marah. Tetapi Nakula tahu, Arjuna menyayanginya seperti Yudis menyayanginya dulu.

Nakula mengambil foto di nakas dan mengamatinya. Foto terakhir mereka bertiga saat Yudis dan dirinya ke Napoli tiga tahun lalu.
Kadang Nakula masih merasa kakaknya belum pergi. Yudis hanya melakukan perjalanan bisnisnya dan akan pulang suatu saat nanti.

Itu harapannya.
Angannya. Yang pasti tidak akan terjadi. Kadang jika Nakula merindukannya, dia akan berdiam diri di kamar kakaknya yang keadaannya masih sama persis dengan dua tahun lalu. Bahkan, dia masih mencium bau tubuh kakaknya dari walk in closetnya.

Nakula mendesah keras dan menghapus air matanya. Bukannya dia tidak ikhlas Yudis pergi, dia hanya rindu.

Nakula melirik jam tangannya. Sudah hampir jam satu siang. Itu berarti dia telat lagi untuk makan siang.

Sebuah pikiran melintas di benaknya. Mungkin dia bisa pergi ke cake shop Kinan dan ngobrol dengan gadis itu sambil mengambil kue pesanannya.

"Sophia, aku keluar. Mungkin tidak kembali lagi. Tolong handle semuanya ya," pesan Nakula pada sekretarisnya.

"Ya Sir," jawab Sophia pendek sambil tersenyum sopan.
Nakula balas tersenyum dan melangkah ke lift khususnya.

Itu yang dia suka dari Sophia, gadis itu bekerja cermat dan profesional. Dan yang paling penting dia tidak mencoba flirting padanya. Satu hal yang jarang ditemui di kantornya ini.

Nakula masuk ke cake shop Kinan yang tampak ramai. Bahkan sepertinya tak ada tempat duduk lagi.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang gadis dari balik counter.

"Aku mau makan di tempat tapi sepertinya penuh ya?" lagi - lagi Nakula mengedarkan pandangannya ke setiap sudut.

"Maafkan kami, Tuan, semuanya penuh," kata gadis itu menyesal.

"Kinan ada?"

"Mbak Kinan sedang keluar, Tuan."

Nakula mendesah. Tak ada harapan untuk bertemu Kinan.

"Begini, aku..."

"K!!" suara itu memotong ucapannya. Nakula menoleh dan mendapati Kinan berjalan ke arahnya. Tangannya menggendong anaknya di satu sisi, dan tangan yang lain membawa kantong belanjaan.

"Hai, Kee!! Dari mana?"

"Nih, nganterin bocah jalan - jalan," jawabnya sambil menunjuk anaknya yang asyik memegangi action figure.

"Say hi to uncle, Baby," ujar Kinan kemudian. Anak itu mendongak dari mainannya dan memandang Nakula.

"Hai, uncle," ucapnya pendek dan kembali bermain dengan action figure nya.

Kinan tersenyum tak enak pada Nakula. "Sorry ya, maklum lagi dapet mainan baru."

"Nggak masalah, Kee," jawab Nakula santai. Dia maklum kalau anak kecil yang baru mempunyai mainan baru tak akan peduli pada apapun.

LOVE and MACARONS (Tersedia Cetak Dan E-Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang