The Truth

20 0 0
                                    

Part 5

 Penampilanku hanya tinggal menghitung menit. Aku semakin gugup saja. Ditambah suatu pikiran yang mengusik otakku, orang yang di poster tadi mirip sekali dengan Louis milikku. Egois memang aku menggunakan kata kepunyaan aku. Lamat-lamat aku juga mendengar para gadis directioners itu meneriakkan Harry, Zayn, Niall, Liam dan mengujutkan Louis-nama yang sama. Kenapa dunia begitu sempit pikirku. Aku mencoba menghilangkan pemikiranku ini.

“Dan kami persembahkan HyiFano Danastria Luxiry, beri tepuk tangan.” Begitu sang MC memanggil namaku dengan sempurna. Aku menghela napasku panjang, mengumpulkan segala mentalku untuk meghadapi lautan manusia di depannku sekarang. Sudah di atas panggung. Aku memulai menyentuh tuts piano dengan lembut perlahan aku mulai menikamati alunan nada yang ditimbulkan sentuhan jari-jari manisku. Ku denger sunyi ku lihat bulatan bibir dan tatapan tajam penonton dan kuraba lembut tuts-tuts piano itu.

*Louis’s POV

“AAAAAAA…. ONE D ONE D ONE DIRECTION…” begitu aku mendengar teriakan kencang mereka. Ku lihat wajah-wajah kami menghiasai poster-poster mereka. Kami berlima siap mengguncang panggung megah di sekolah Internatinal Japan ini. Tak heran banyak gadis disana. Aku cs turun dari mobil, menebarkan senyum, dan waving hand ke mereka. Tak heran aku melihat pemandangan seorang gadis menangis sambil meneriakkan nama kami keras-keras. Mengharukan! Ajaib! Teriakan mereka membawa kami setenar ini. Sekolah international ini cukup mengagumkan standar dengan sekolah luar negeri lainnya. Kami pun berjalan menyusuri halaman depan nan luas menuju back stage yang telah disediakan oleh penyelenggara. Lamat-lamat ku dengar suara tuts nada piano dimainkan dengan indahnya. Rupanya begini cara penyambutan mereka.

“So enjoy your day. Forgive us is there’s so many lacking here.” Begitu kata kepala sekolah kami. Untuk menyambutnya kami diberi minuman khas jepang yang begitu menyejukkan, menunjang penampilan kata sang kepala sekolah.

“Are you ready guys? Just doing the best there.” Kata Liam menyemangati kami.

“YES WE ARE.” Jawab kami serempak dan mulai berkumpul memeluk membuat lingkaran dan toast bersama. “Cheer yo~ “ begitu kataku kepada mereka semua dan diikuti dengan tepukan gelas yang saling bergesekan. Plakk..

(SKIP)

“Ye yo ye yo Waddup…. Have u ready showed ONE DIRECTION HERE…” begitu kata MC kami penuh dengan penekanan. Seakan menyakinkan bahwa penyelenggara benar-benar menghadirkan one direction untuk para penonton.

“AAAAAAAAAAA…” penonton melengkingkan teriakannya keras seakan sangat siap melihat idolanya bertanding.

Eits, tapi sebelum itu aku tadi juga mendapat tepuk tangan yang meriah dari para penonton. Tapi tidak separah ini. Eouphoria yang berbeda dapat ku dengar. Tapi tidak apa, aku sudah memberikan yang terbaik untuk penampilanku aku sudah cukup bangga. Aku kembali ke back stage untuk menghapus make up ku dan bergegas ke kursi penonton untuk menikmati acara Music Performance ini.

Ketika aku menundukan kepala sediki membuka kancing di lenganku, aku menabrak seseorang yang hendak menuju ke panggung. Dia sedikit menumpahkan minuman yang sempat ada di tangannya walau sedikit aku sangat menyanyangkannya.

“Aww.. oh My God so sorry I didn’t mean to…” ucapnya segera seketika mengelus-elus pakaianku yang basah karenanya. Suara itu begitu familiar di telingaku. Aku mendongakkan kepalaku. Menatap lawan bicaraku. Aku terdiam dia Louis mengapa dia ada disini? Bukankah dia tidak menjawab telfonku 2 hari ini. Bahkan ia seperti menolak menemaniku menuju music performance tapi kenapa tiba-tiba dia ada disini. Aku butuh penjelasan.

“Hyi..”

“Lou..is why are you here? Bukankah kau tak menjawab telfonku tempo lalu.” Kataku hampir meneteskan air mata.

“I can explain all of this just after…” kata-katanya terputus begitu MC memanggil ONE DIRECTION (lagi) keras-keras dan aku melihat 4 kawannya yang lain seakan menunjukkan bahasa tubuh untuk segera bergegas kepada kekasih hatiku bukan kepada member ONE DIRECTION ini. Jadi selama ini yang ku khawatirkan benar terjadi? Aku bodoh sekali bodoh! Aku menangis. Aku tak menikmati music performance ini sedangkang di depan panggung sana euphoria gadis itu terlihat sekali.

“Hyi, dirimu baik-baik saja bukan? Ayo kita ke kursi penonton melihat 5 lelaki itu beradu panggung. Ayo Hyi.” Na Na pun tiba-tiba datang menemuiku. Aku berharap dia tidak melihat kejadianku tadi. Mau tak mau aku melenyapkan segala kesedihan, kekecewaan, dan amarahku ini. Aku menyeka air mataku yang terlanjur jatuh dan “Aku tak apa, hanya sedikit terharu.” Begitu kataku menghibur diri sendiri.

Aku duduk di barisan ke lima dari depan. Tentulah Na Na berada di sampingku menikmati ini semua. Tapi aku … aku hanya bisa menatap Louis dalam dalam apa ini sebenarnya? Penjelasan? Apa masih butuh penjelasan? Cukup tahu bahwa dia membohongiku akan pekerjaanya dan mengecewakaku. Tapi tunggu aku terlalu egois, ini tidak sepenuhnya salah Louis. Ini salahku yang terlalu bodoh dalam mengidentifikasi penampilan orang. Aku memang sama sekal tidak tahu menahu one direction hanya lagunya yang kudengar lewat radio. Kau boleh menghinaku bahwa aku hidup di abad berapa hingga tak mengenali mereka tapi beginilah adanya aku. Bodoh dan polos!

‘Hyi, kau benar baik-baik saja? Ini surga Hyi kenapa kau nampak tak menikmatinya sama sekali?” ucap Na Na di tengah acara.

“Masak? Siapa bilang? Aku menikmatinya kok.” Timpalku singkat sudah tidak mood diajak berdiskusi dengan lawan bicara tentang ini itu,

Music Performance pun selasai dengan lancarnya. Tetapi tidak pula dengan hatiku yang terdalam. Aku bergegas meninggalkan sekolah menuju rumah dan tidur di bahu ibu untuk menceritakan semua keluh kesahku hari ini. Aku tak berniat menemui Louis, sama sekali tidak.

“Bu, aku pulang.” Seketika aku membuka pintu, menggantungkan mantelku, melepas sepataku dan kuganti dengan sandal rumahan yang telah disediakan. Ku coba untuk nyalakan pemanas. Di luar begitu dingin sudah hampir musim salju. Ibu membawakan tasku untuk diletakkan di tempat seharusnya. Dan aku bersalaman tangan pada beliau. Aku membangtingkan tubuhku begitu saja di sofa ruang keluarga kami.

“Kau tampak lesu, ada apa?” beliau pun berkata dengan nada skaptisnya seakan penasaran tapi juga perhatian.

“Ibu, bagaimana rasanya sakit hati kecewa begitu bu?” tanyaku polos “Aku memang bodoh ya bu?” kataku tanpa menjelaskan apa sesungguhnya yang sedang terjadi. Seakan Ibuku mengerti apa yang sedang kurasakan dia dengan tatapan lembutnya berusaha ingin menjelaskan kepadaku yang baru akan beranjak dewasa ini.

“Aku takut menghadapi hari esok, bu.” Ku tutup ceritaku dengan resolusi demikian. Entahlah. Ibu hanya bisa membirikan nasihatnya dalam diam.

1^O^D

Count On MeWhere stories live. Discover now