Chapter 1 [Versi Revisi]

3.4K 237 89
                                    

"SIAL, mereka masih mengikutiku!"

Albert menoleh ke belakang setelah sampai di garasi. Ia menaiki motor kesayangannya yang terbengkalai akhir-akhir ini. Dari arah belakang, banyak pengawal bertubuh kekar suruhan ayahnya mengejarnya. Wajah mereka tak kalah kesalnya dengan Albert, berusaha menghalangi tuan mudanya untuk tidak bertindak lebih jauh lagi, atau mereka terpaksa menghadap ke tuan besar.

Dia menyalakan motornya, matanya memicing tajam menatap pengawal sialan itu, sedetik kemudian, tumbuh senyum simpul di bibirnya. Albert menderumkan mesin motornya, ketika dia melihat salah satu dari mereka akan mencapainya, dia mengegaskan motornya, tepat di kecepatan maksimal, asap mengepul dari knalpotnya. Lelaki itu tancap gas, memutar arahnya sampai terlihat cap ban-nya di lantai garasi rumah. Tepat di deruman motornya yang kedua, dia melajukan motornya dengan kecepatan penuh, ban belakangnya sedikit goyang ketika bergesekan dengan lantai. Ketika tau jika tuan mudanya tidak akan menghentikkan lajunya, mereka berhamburan kedua sisi, berusaha untuk menjauhi jalur yang akan di lalui Albert bersama dengan motor BMW hitamnya.

Sebelum meninggalkan garasi rumahnya, Albert membelokkan stangnya ke kiri, menahan berat motor sembari tersenyum puas. Srakkk, motornya terhenti. Dia menatap ke sekelilingnya, para pengawal yang mengejarnya telah roboh semuanya, dan sekarang masalahnya cuman satu.

Pintu gerbang.

Hari ini, tepat ke-seratus kalinya Albert menjalankan rencana pelariannya. Selama 17 tahun dirinya hidup dalam kekangan orangtuanya, dan sudah menjadi alasan yang kuat untuk membuatnya seperti ini. Jika diingatkan kembali, meloloskan diri dari genggaman orangtuanya ini memang cukup sulit, ralat, sangat sulit! Dia pernah hampir menyerah dengan pelariannya ini, tapi dia berpikir lagi, kebebasannya sudah di depan mata lalu buat apa dia menyerah? Maka dari itu, Albert kembali mencobanya tanpa ampun.

Percobaan pertama yang Albert lakukan adalah dengan berpura-pura sakit. Awalnya ia berpikir jika ini akan berjalan dengan baik tanpa celah sedikitpun, ditambah dengan riwayat penyakit yang di deritanya tak kunjung membaik. Ia yakin rencananya akan berjalan baik, jika saja pada saat itu sepupu sialannya tidak sedang mengunjunginya, mungkin saja Albert telah tiba di Hawaii untuk berlibur. Kemudian ia mencoba menyelinap diam-diam, lalu memaki dirinya sendiri karena lupa dengan puluhan penjaga yang Ayahnya turunkan untuk menjaganya. Lalu, dilain waktu, Albert kembali beraksi dengan terang-terangan dan alhasil dirinya di bawa ke kantor polisi karena ketahuan menyelinap di daerah perumahaan. Dan masih banyak lagi percobaan yang telah lelaki itu lakukan, yang sayangnya harus meratapi kegagalannya sendiri.

Namun tidak dengan hal kali ini. Dengan berpikir jernih, di suatu kesempatan ide ini terlintas di pikirannya.

Berbicara tentang kedua orangtua Albert yang super protektif, ternyata mereka memiliki alasannya tersendiri melakukannya. Dibalik bayang-bayang keluaraga yang kaya raya dan memiliki otak cerdas yang diturunkan secara turun-menurun, membuat keluarga ini tidak bisa terlalu leluasa untuk mengeksposkan diri di depan publik, dan terutama Albert. Ayahnya merupakan otak perusahaan, dia yang memegang kendali atas seluruh hal. Beliau telah menjadi pemilik sah atas seluruh perusahaan besar di negara ini, ia mempunyai saham di berbagai bidang pekerjaan dan juga menjamin kehidupan karyawannya sejahterah, tak ada satupun dari keluarganya yang mempermasalahkan hal tersebut. Lain hal dengan Ibunya yang bekerja di bidang entertain yang jauh dari ranah ekonomi. Albert masih mempertanyakan kenapa Ayahnya menikah wanita ambisius seperti itu, karena menurutnya ada ataupun tidak sang Ibu, ia sama sekali tak memedulikannya. Wanita itu lebih ambisius di bandingkan suaminya, hidupnya hanya untuk bekerja, dan itu semua ia lakukan untuk menghilangkan rasa haus pribadinya. Bahkan, Albert sempat melupakannya karena jarang bertemu, dia sedari kecil di rawat oleh Ayahnya dan ia yakin sekali bila pertemuan terakhirnya dengan sang ibu itu saat kelahirannya.

"Albert!!!"

Lelaki itu tersenyum simpul, ia mengangkat jari tengahnya sebelum meninggalkan pekarangan rumah.

Presetan.

***

Satu jam sudah berlalu dan Albert masih mengemudikan motornya. Ia menatap sekeliling, kota terasa sepi atau memang perasannya yang sudah tak enak setelah meninggalkan rumah. Gedung-gedung pencakar langit menemani hampir seluruh perjalanannya, kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang sepertinya dan orang-orang yang berjalan di trotoar dengan kesibukan masing-masing.

Albert memberhentikan motornya di depan sebuah market sepi. Dahaganya harus di isi dengan minuman segar, cuaca hari ini sangat panas, matahari bertengger manis di atas sana seakan-akan sengaja melakukannya. Dia membuka helm, bangun dari atas motor dan melangkah memasuki market.

Rambutnya basah, ia mengacaknya ketika memasuki ruangan ber-AC itu. Albert mendekati lemari es dan memerhatikannya, kemudian mengambil sebotol mineral langsung menuju kasir. Ketika hendak membayar, ada satu pelanggan masuk, lalu menatap Albert dengan intens. Pria itu memandang ke arah Albert, lekat-lekat, seperti sasaran empuk yang tak akan di lepas dengan mudah. Bahkan, kasir yang sedang berjaga juga merasa risih.

"Tuan muda?"

Kedua mata Albert membulat, tubuhnya menegang seketika. Ia diam untuk sesaat, memberikan selembar dolar dan berbalik. Tanpa menoleh pada orang yang memanggilnya, lelaki itu pergi terburu-buru dan tanpa sengaja menabrak tubuh orang di hadapannya kasar.

"Tuan muda?!"

Albert tak menghiraukan.

Ia lantas menaiki motornya, mengenakan helm dan tanpa babibu lagi menyalakannya. Melupakan dehidrasinya yang semakin liar dan segera meninggalkan market tadi.

Samar-samar orang yang memanggilnya tadi menghubungi seseorang.

Ah, apa cara ini akan gagal, lagi?

FREETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang