2

2.3K 195 0
                                    

Breanna cemberut sembari menyisir rambut pirang gelapnya. Ia memandang melalui cermin di hadapannya laki-laki yang mendengkur sangat keras di sofa kamarnya. Laki-laki aneh yang kata Harris bernama Trash.

Breanna seperti mengenal nama itu tapi tidak bisa mengingatnya. Sejujurnya Breanna kesal saat tahu laki-laki itu menginap di kamarnya selama Breanna masih di culik. Memang kedatangan Trash adalah untuk menjadi salah seorang tenaga bantuan untuk mencarinya. Tapi, tetap saja Breanna tidak suka ada yang memakai kamarnya tanpa seizinnya. Walaupun dengan seizin Harris dan ayahnya sekalipun.

Seseorang mengetuk pintu kamarnya perlahan sebelum Harris menyembulkan kepalanya, "Kau sudah siap untuk bertemu ayah?" tanya Harris membuat Breanna mengangguk dan tersenyum sebelum meletakkan sisir peraknya di atas meja. Ia berdiri perlahan dari kursi riasnya untuk menghampiri Harris di depan pintu.

Breanna melingkarkan tangannya di lengan Harris yang disodorkan padanya.

"Harris, kapan laki-laki itu pulang? Dia mengganggu tidurku. Kau tahu, dengkurannya sangat keras dan aku tidak suka ada orang asing di dalam kamarku," keluh Breanna membuat Harris tersenyum lebar dan menepuk punggung tangan Breanna di lengannya pelan.

"Bersabarlah. Setelah dia terbangun maka dia akan segera pulang jika tidak ada masalah dengan pembayaran upahnya," kata Harris menghibur adiknya. Tapi, Harris tahu bahwa pembayaran upah Trash tidak mungkin tidak ada masalah.

Mereka turun dengan hati-hati mengingat keadaan Breanna yang sedang mengandung.

"Kau tahu, aku gugup sekali saat Kau katakan ayah ingin makan siang denganku. Hanya denganku! Kau ingat kapan terakhir kali ayah meluangkan waktunya untuk mengobrol denganku?" tanya Breanna bersemangat. Harris menggeleng.

"Saat usiaku lima tahun. Setelah itu dia bahkan tidak pernah menjawab surat yang aku letakkan di atas meja kerjanya. Dia sangat sibuk."

"Mungkin akhirnya ayah merasa kehilanganmu atas kejadian kemarin. Mungkin dia menyesal sudah melakukan sesuatu yang buruk padamu," kata Harris mengecup kening Breanna saat mereka sampai di lantai satu gedung itu.

Suasana siang itu seperti biasanya. Asrama sangat sepi karena penghuninya tentu saja masih di gedung sekolah.

Harris membimbing Breanna menuju sebuah gedung berwarna merah bata yang terdiri hanya satu lantai namun sangat luas dengan atap tinggi dan jendela-jendela bergaya Perancis di sisi pintu ganda tebal.

Ruang makan resmi sang Raja Elf. Siang itu Breanna hanya akan makan berdua dengan Ambrose, ayahnya.

"Apa penampilanku sudah rapi?" tanya Breanna gugup saat mereka berdua sudah sampai di depan pintu ganda yang tertutup membuat Harris tersenyum sangat lebar.

"Kau terlihat luar biasa cantik. Jangan segugup itu. Kau akan bertemu dengan ayah kita. Bukan dengan orang lain. Santai saja. oke?" kata Harris mengusap pipi adiknya. Breanna mengangguk. Menarik napas panjang sebelum menghembuskannya perlahan. Mencoba mengatasi rasa gugupnya.

"Baiklah. Aku akan masuk sekarang," kata Breanna melambaikan tangan pada kakak laki-lakinya lalu mendorong pintu untuk masuk ke dalam ruangan dengan dominasi warna merah dan emas.

Meja marmer panjang di tengah ruangan dengan kursi yang hampir berjumlah satu lusin berjajar di kanan kiri meja. Vas bunga dengan bunga segar diletakkan di depan jendela yang terkena sinar matahari. Langit-langit ruangan dengan lampu kristal digantungkan tinggi di atas meja makan.

Breanna merapikan gaun sutra biru lautnya saat melihat ayahnya meletakkan gagang telepon tanpa kabel yang terletak tak jauh dari vas bunga setelah melihat Breanna masih di depan pintu.

ACE is ICE (Frost Family Seri 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang