3 :: PUISI

114 5 2
                                    

Razuka

• P U I S I •

Sudah hampir satu jam guru itu berceloteh di depan. Aku, yang sudah tak bisa menahan rasa kantukku hanya menggangguk tanpa mengerti apa yang ia bicarakan.

Seketika bel berbunyi membuat semangat 45 muncul di dalam benakku! Saatnya berjuang berlari dan berhimpitan di kantin. Makanan, Mama akan datangg.

Namun sialnya guru itu menyetop niatku dan yang lain untuk segera mengisi perut. "Tunggu anak-anak, ibu mau memberi kalian tugas per-kelompok yang terdiri dari 2 orang. Dan kelompoknya terbagi sesuai absen." dan guru itu mulai mengabsen.

Aku pun menguap, lagi-lagi kantuk menyerangku. Asal kalian tau, aku ini orangnya tidak bisa lama-lama dalam kebosanan, karena kantuk langsung menyerangku. Bisa-bisa aku langsung terlelap di alam mimpi.

"Razuka dan Reon." 3 kata yang membuat mataku langsung meloncat keluar -em tidak selebay itu, sebenarnya hanya melotot. Tapi serius aku benar-benar terkejut dengan 3 kata itu. Aku menengok pada Reon, dia nampak biasa-biasa saja. Lalu kenapa aku harus panik seperti ini? Mungkin karena kita atau aku dan dia terlalu lama lostcontact jadi terasa gugup. Entahlah.

Yang terpenting adalah aku HARUS mengisi perutku sebelum aku tak sadarkan diri.

• P U I S I •

Aku merutuki diriku saat ini. Berdiri di depan rumah berpagar hitam tinggi ini tanpa ada keinginan memencet bel. Pencet atau tidak ya?.

Tapikan aku kesini untuk melaksanakan kewajiban dari kanjeng ratu guru terhormat itu. Akhirnya setelah mengumpulkan segala tekad dan keberanian, aku memencet bel itu sambil berkomat-kamit.

Terbukalah pintu tersebut, dan muncul sesosok tinggi dengan baju rumahnya. Matanya beler seperti baru bangun. Dia menatapku bingung sambil menaikkan sebelah alis.

Karena 'dulu' sudah terbiasa masuk rumah Reon, jadi tanpa memerdulikan wajah oon nya yang kebingungan itu, aku menyelonong masuk, duduk di sofa dan menanti ditawari sesuatu oleh pemilik rumah.

Sementara setelah bengong di depan pagar, Reon masuk menemuiku lalu ikut duduk di sofa sambil tertidur kembali.

"Ekhem. Jadi kalo bertamu di sini dianggurin gitu aja ya? Oh lainkali ingetin gue supaya bawa minuman sendiri dari rumah." dia menaikkan alisnya.

"Alah, biasanya juga nyelonong ke dapur ambil minum. Sok-sok'an kayak tamu penting aja dih." dia melirikku sinis yang aku balas tak kalah sinis. Aku pun melenggang ke dapurnya mengambil minum.

Untungnya aku masih ingat dengan fasih letak-letak ruangan di rumah yang terbilang cukup besar ini. Sesampainya di dapur, aku langsung membuka kulkas berwarna silver itu. Ah, aku kangen sekali pada kulkas ini. Di bagian tengah terdapat goresan, aku ingat sekali itu. Karena goresan itu terbentuk oleh ulahku yang semena-mena mainkan pisau. Kulkasku sayanggg, maafkan akuuuu.

Sehabis mengambil minum, aku kembali ke ruang tamu. Di sana, sudah terhampar kasur tipis dan berbagai buku Bahasa Indonesia serta kumpulan-kumpulan puisi. Aku bahkan sempat lupa kalo aku kemari untuk menyelesaikan tugas membuat puisi.

Menaruh gelas yang berisi sirup melon itu, aku pun duduk di sebelahnya yang menatapku bingung, "Loh, kok cuman satu?." tanyanya sambil menunjuk minumanku. "Buat gue mana?."

Aku melemparnya dengan buku tulis Bahasa Indonesia miliknya. "Heh, lo pikir di sini tuh yang jadi tamu siapa? Ambil aja sono sendiri. Punya kaki kan?."

Dan dia dengan songongnya menyeruput minumanku sampai habis tak bersisa. Aku yang melihatnya hanya ternganga. "Makasih." ucapnya sambil tersenyum.

Senyum kocak itu. Kangen.

R2N [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang