On Rainy Days

475 23 0
                                    

"Luvhy Dwi Astuti"

Samantha sangat ramah dengan menyambut kedatangan (namakamu) dirumah ini, ia senang jika calon menantunya ini berkunjung dan sekedar ingin tahu bagaimana calon suaminya.

Perempuan itu datang kerumah karna ingin tahu banyak hal mengenai lelaki beraura maskulin, lelaki yang mungkin akan resmi menjadi suaminya esok. Setidaknya (namakamu) harus berkunjung meski sekedar bertanya apa kebiasaan lelaki itu dan apa makanan kesukaannya, mungkin saja ia bisa membuat masakan untuk suaminya sekali-kali.

"Ibu, dimana kamar dia?" Mata coklat itu menerawang menelusuri seisi rumah ini, mencari dimana kamar calon suaminya.

"Tunggu sebentar, ibu ingin sedikit bicara dulu denganmu." Samantha menahan sedikit keinginan (namakamu) untuk memasuki kamar Iqbaal, lagi pula anak lelakinya itu akan segera pulang setelah berjaga dirumah sakit. "Biarkan dia yang mengantarmu ke kamar dan memberitahu apa yang dia suka dan tidak dia sukai, akan lebih baik jika kau tahu langsung darinya."

(Namakamu) tersenyum manis pada Samantha, ibu mertuanya ini nampak gembira dengan kedatangannya disini. Setidaknya ia tahu bahwa ia akan mendapatkan ibu mertua yang baik.

Samantha mengajak (namakamu) untuk duduk diruang tengah dan memandangnya dengan takjub, perempuan ini benar-benar cantik dan mempesona.

"Dengar, aku senang sekali saat ayahmu setuju dengan lamaran kami. Sudah lama aku menginginkan kau menjadi menantuku," samantha mengusap lembut ujung rambut (namakamu). "apa kau juga merasakan hal yang sama denganku?"

(Namakamu) terkesiap mendengar pertanyaan Samantha, sejujurnya ia sangat senang begitu tahu bahwa ibu mertuanya sangat baik dan ramah seperti ini, tetapi disisi lain ia tidak merasa senang harus menikah dengan seseorang yang bukan pilihannya.

"Kau membuatnya gugup, samantha." Alih-alih (namakamu) masih dalam keadaan bingung, seseorang tiba-tiba menyela pembicaraan (namakamu) dengan Samantha. Pria tua itu, (namakamu) yakin calon ayah mertuanya. "Apa kabarmu?" Pertanyaan itu Henry lontarkan untuk perempuan dihadapannya.

"Baik, ayah." (Namakamu) memainkan jemarinya dengan gugup, keringat dingin bercucuran saat berhadapan dengan Henry, mungkin karna pria itu merupakan kepala rumah tangga dirumah ini.

"Kudengar kau juga bekerja dirumah sakit yang sama dengan Iqbaal. Benarkah?" Henry bertanya tanpa menoleh dan meminum kopi hangat buatan Samantha sebelumnya.

"Iqbaal?" Gumam (namakamu) setengah kaget, ia barusan mendengar Henry menyebutkan nama Iqbaal dihadapannya. "Maksudmu Iqbaal dokter itu? Ahli jantung dirumah sakit Akamoto's Hospital?"

Samantha mengangguk dan masih setia memberikan senyuman hangatnya pada (namakamu), "benar, Iqbaal adalah calon suamimu. Kau pasti mengenalnya? Bukankah kalian bekerja ditempat yang sama?"

Perasaan (namakamu) benar-benar kacau saat ini, malam itu ia mengatakan hal yang angkuh pada Iqbaal dan secara terang-terangan berharap lelaki yang akan menjadi suaminya bukanlah Iqbaal. Tapi justru kenyataannya Iqbaal adalah lelaki pilihan ayahnya untuk menjadi suami (namakamu).

"Kau nampak terkejut." Henry bersedekap dan memandang wajah (namakamu) serius, gaya bicara pria itu sama percis seperti Iqbaal. Dingin namun mempunyai arti tertentu, membuat (namakamu) sulit menelan ludahnya sendiri. "Apa ayahmu tidak mengatakannya? Tentang siapa yang akan menjadi suamimu dan namanya, kurasa kau tidak tahu jika Iqbaal adalah lelaki pilihan ayahmu."

(Namakamu) semakin menggeram dalam hatinya, bagaimana bisa, kenapa Henry bisa membaca fikirannya dan mengerti dengan keterkejutan (namakamu). Sementara (namakamu) sama sekali tidak bisa membaca jenis tatapan yang Henry berikan untuknya.

On Rainy DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang