dua

4.5K 250 18
                                    

*Ting-Tung*

Felice mengehentikan aktivitas yang sudah ia lakukan sejak satu jam yang lalu, menulis diary. Menulis diary memang sudah seperti rutinitas mesti untuknya. Felice segera berjalan turun dari kasur dan mengambil smartphone miliknya yang berada di nakas tempat tidurnya.

Dilihatnya ada 13 pesan masuk dari Line, setelah dilihat pengirimnya, hey—ternyata Daifan, si kakak kelas sinting, batin Fe mengadu. Mengingat kejadian kemarin pagi di sekolah memang sedikit unik dan lucu. Di hari pertama sekolah saja ia sudah mendapat pengalaman seunik ini. Tapi bila dipikir-pikir dapat dari mana Daifan id line nya? Oh iya, Felice lupa, Daifan 'kan memiliki banyak intel yang siap mencari tahu. Jangan tanya Felice tahu dari mana, Daifan sendiri yang pamer.

Daifan: "Hei."

Daifan: "Spadaaaa"

Daifan: "Halloooo"

Daifan: "Ya Allah, gue dicuekin."

Daifan: "Halooo liceee."

Daifan: "Hey odong, setan, gak di read-read."

Itulah beberapa contoh isi chat yang dikirim Daifan. Jangan kira sampai disitu saja chat yang dikirimnya, ternyata dia masih boom chat.

Felice mengernyitkan dahinya. Setelah dibaca dengan teliti, tadi Daifan menyebutnya dengan sebutan Lice. Selama ini hanya satu orang yang pernah menyebutnya dengan sebutan itu. Anggara. Orang itu Anggara. Orang yang Felice sayangi dengan sepenuh hati. Orang yang dapat menjungkir balikan hidupnya. Orang yang bisa membuatnya menangis dan tertawa ratusan kali sehari. Orang itu adalah Anggara. Kakak kandung Felice, yang baru diketahui 3 tahun lalu.

"Hiii back to earth kak Fe!" Jerit Anya—Adik Felice yang kini telah mengembungkan pipinya yang tembam.

"Apa sih,Nya? Enggak sopan banget masuk kamar nggak permisi. Kakak marah nih."

"Tadi Anya udah manggil kakak ratusan kali dari balik pintu. Eh waktu Anya masuk kakak malah ngelamun." Wajah Felice yang awalnya sedikit kesal karena adiknya, kini wajahnya kembali sumringah kembali atas sikap adiknya yang benar-benar menggemaskan.

"Aduhh lucuu banget sih adek kakak kalo ngambek. Oh iya, kenapa manggil kakak sih? Tanya Felice berusaha membuat adiknya berhenti merajuk.

"Itu kak, ada yang nyari kakak tuh di bawah, lucu tau kak namanya, masa Dufan hehe. Jangan-jangan papanya yang punya Dufan ya kak?" Tanya Anya dengan polosnya.

Merasa teringat sesuatu, Felice menepuk jidatnya keras-keras. Dia refleks melirik jam dinding yang menggantung indah di tembok kamarnya. Sudah pukul setengah empat rupanya, Felice benar-benar lupa kalau ia ada janji dengan Daifan hari ini. Bahkan, ia sama sekali belum bersiap diri. Mandi saja belum.

"Mampus, gue lupaaaa!!!"

Tidak butuh waktu lama bagi Felice untuk mandi. Kini dia hanya bingung untuk memilih pakaian apa yang akan dikenakannya. Sudah cukup lama ia berkutat dengan pakaian yang ada dilemarinya, ia menjatuhkan pilihannya pada crop tee bertuliskan 'Still Lonely' berwarna pink cerah dan celana jeans warna putih yang membalut tubuh idealnya.

Kakinya pun tak luput dari perhatian sang empunya. Kakinya dibalut dengan sepasang flatshoes berwarna putih. Ia mencoba tampil beda kali ini. Tak lupa ia memoles bibir mungilnya dengan lip balm tipis dan mengurai rambutnya.

Setelah menuruni beberapa anak tangga, matanya berhenti ketika menangkap sesosok laki-laki yang sedang duduk sambil berbincang dengan ibu Felice.

"Ehm." Felice berdeham sebentar, guna menarik perhatian.

"Fe sini cepet, ini temen kamu udah nunggu dari tadi loh, lagian Anya panggil enggak turun-turun. Tau deh ya yang mau nge-date pasti loama dandannya." Goda ibu Felice sambil menaik turunkan alisnya.

101 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang