Awal Birahi Rindu Kita (3)

16.4K 153 0
                                    

Aku sudah mulai kuliah seperti biasa. Sudah sah jadi mahasiswa. Tidak ada lagi kakak-kakak yang suka bentak-bentak karena sekarang status kami sama: mahasiswa.

Tapi, tetep sih.... Kadang-kadang ada ngisengin juga. Tahu-tahu nyuruh yang nggak nyambung atau bentak-bentak ke siapa, tapi mendadak nyemprot kemana. Yang begini bikin BT. Bisa naik darah juga kalau nggak inget itu masih di areal kampus.

Untung saja selain masih sabar, aku punya andalan. 

Yup.

Siapa lagi kalau bukan Mas Yoanes, sang senior yang sampai aku sah menjadi mahasiswa tetap memintaku untuk datang ke Ruang L. Andaikata dia belum ada di sana, aku akan menunggu. Beberapa orang yang mengenal kami sudah hapal. Bahkan si Mang penjual kue dulu itu nggak jarang jadi teman menunggu Yoanes datang.

Meski begitu aku sebenarnya masih penasaran, Yoanes ini siapa ya. Kok sampai segitunya dihormati dan dituruti? Iya sih... Yoanes itu aktif di salah satu aktivis kampus. Nggak terbatas UKM mana. Dia selalu ada dimana saja kalau ada acara. Nggak heran juga kalau dia dikenal seantero kampus. Selain tentu saja karena wajahnya yang good looking itu.

Hari ini, aku pulang lebih siang. Ada satu mata kuliah ditiadakan karena dosennya berhalangan. Segera saja aku ke Ruang L. Berharap Yoanes sudah ada di sana. Aku ingin pulang cepat. Andaikata dia masih ada kegiatan, aku mau pamit pulang duluan.

Tapi, Ruang L hari ini sepi. Ketika aku datang, aku berpapasan dengan Kak Nida, teman Yoanes. Dia cuma sebentar menemaniku dan langsung kembali ke kelasnya. Masih ada kuliah satu lagi. Jadilah aku sendiri di ruangan yang masih rada lembab itu. Aku putuskan untuk mencoba melihat-lihat tumpukan buku yang ada di sebuah lemari. Posisinya memang membelakangi pintu masuk. Sengaja kubuka pintu lebar-lebar. Biar gampang kalau harus cepat keluar sekalian cari udara segar di ruangan yang tidak terlalu besar ini.

"Sudah lama menunggu ya?" sebuah suara mendadak terdengar dari belakang telinga. Tidak itu saja, sepasang tangan besar memelukku dari belakang.

Wuiiiihhh.... Aku kaget bukan kepalang.

Ada rasa spontan ingin berontak. Tapi.... Aaaahh... Kenapa ada yang menolak dan memintaku untuk tetap menikmatinya?

"Aku kangen...," suara itu kembali lagi terdengar di telinga.

Kali ini aku sekuatnya mencoba melepas dan memberanikan diri berhadapan dengannya.

"Mas darimana?" tanyaku seolah tak peduli.

"Dari kuliah..." Yoanes menghempaskan tubuhnya di sofa usang dekat situ. Aku segera mengembalikan buku yang tadi sempat kutarik dari tempatnya untuk kubaca. Lalu membawa semua barangku dan segera mengajak Yoanes pulang.

"Pulang yuk...," ajakku.

Bukannnya nurut, Yoanes menarik tanganku sehingga membuat badanku terjatuh di sofa dekatnya membuatku terpaksa menyingkirkan tasku. Dan, tanpa kuduga, Yoanes menarikku berhadap-hadapan dengan wajahnya. Sesaat kami berpandangan. 

Tanpa banyak bicara lagi, ketika matanya begitu tajam menatapku lekat-lekat, ia segera menarik kepalaku dan.....

Oh God... Bibir tipisnya itu sudah melumat bibirku yang baru kali ini merasakan bibir laki-laki.

Aku rada gelagapan untuk memberi respon padanya.

Namun, lagi-lagi, ada bagian yang seperti mengatakan, "Ikuti saja nafsumu kali ini, Claudia... Biarkan ia melumat bibirmu. Nikmati... Nikmati saja...."

Dan, aku pun mengikuti suara itu.

Bahkan ketika mendadak lidahnya mulai mencoba merasuki ruang-ruang rongga mulutku... Aaaahhh.... Mengapa ada semacam kenikmatan melampui apa yang pernah kurasakan selama ini. Dan, mendadak saja seperti ada aliran listrik menyengat seluruh tubuhku. Aku seperti ganti yang bersemangat menyalurkan nafsu ini kepada Yoanes. Tak kupeduli andaita ada orang lain masuk ke ruangan ini.

Lumatan bibir Yoanes ke bibirku terus berlanjut. Aku semakin menikmatinya.

Tapi...

Yoanes menghentikan aksinya. Ia tersenyum panjang padaku.

"Kita pulang yah..."

Aaaahhh... Aku ingin protes. Nggak enak sekali diputus saat ada yang mulai sampai ke puncak kepala. Aku ingin sekali kembali menarik tubuh tegap itu dalam pelukanku. Tapi, nampaknya aku tak ada keberanian. Hingga aku pasrah saja ketika ia menarikku dan membawakan tasku agar bisa segera keluar dari Ruang L itu.

Aku pasrah saja.

Nggak bisa sekadar basa basi.

Tangan Yoanes merengkuhku.

(bersambung)


Setubuhi Aku Dengan RindumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang