"Namamu Claudia? Nama yang bagus." Kakak angkatan ini langsung menyebut namaku dengan pujian. Aku diam saja. "Asalmu darimana?"
"Dari langit yang menjunjung bumi, Mas..."
"Hey... Kamu kenapa menjawab dengan anak Tehnik Mesin begitu? Aku bukan anak Sastra." Tiba-tiba wajah Yoanes sudah ada di hadapanku. Dekat sekali. Nada suaranya juga rada galak.
"Mungkin nanti ada jurusan Sastra Mesin, Mas..."
"Hahahahahaha....." Lagi-lagi Yoanes mengagetkanku dengan suaranya yang menggelegar. Wajahnya yang putih bersih dan sebenarnya murah senyum itu semakin terlihat menarik. Hmm... Aku baru sadar seniorku ini ternyata memang enak sekali dipandang. Nggak rugi aku dipanggil begini di ruangan yang ternyata ada sedikit bau-bau lembabnya. Tak apalah...
"Mulai hari ini dan sampai acara PMB selesai, tiap pulang kamu harus mampir ke sini," ujarnya lagi.
"Lho, ngapain, Mas? Kan saya bukan anak Tehnik. Masa ke sini terus?"
"Kamu sudah mulai melawan seniormu ya..."
"Eh. Oh... Mmmm.... Enggak Mas." Aku tertunduk.
Sekali lagi Yoanes mendekati wajahnya lalu mengangkat bagian daguku dengan ujung jari telunjuknya. "Kalau kamu nggak ke sini sehari saja, berarti kamu akan berhadapan dengan tatib nanti. Ngerti??!!"
Aku ciut. Cuma bisa angguk-angguk.
"Ya sudah, sekarang kita pulang..."
"Kita?" Aku beranikan diri melihat mukanya. Sudah tidak nampak lagi kegalakan di wajahnya. Kepalanya itu mengangguk-anguk lalu tangannya memberi kode supaya aku cepat beranjak. Daripada dimarahi lagi, aku pun menurut saja. Nggak enak melihat wajah tampannya itu jadi jelak mendadak hanya karena marah-marah.
Langkah kaki kami pun menuju parkiran mobil. Yoanes segera beranjak menuju sebuah mobil sedan putih. Sekali lagi, lewat gerakan tangan dan kepalanya, ia memintaku untuk masuk ke mobil itu. Tak dipedulikannya ada beberapa mata sedang memandang kami aneh. Mahasiswa baru dan senior tiga angkatan di atasnya sudah seakrab ini? Ow-ow-ow.....
Sejak hari itu, aku selalu ke Ruang L setiap kegiatan penerimaan mahasiswa baru selesai. Kadang aku santai saja menuju ke sana. Tapi, pernah suatu hari sampai harus berlari-lari karena sudah cukup malam acara baru selesai.
Kali ini tidak ada ocehan atau muka jeleknya itu. Yoanes malah tersenyum dan langsung membawakan bawaanku menuju mobilnya.
Eh pernah sekali waktu saking capai dan lelahnya, aku tertidur di mobilnya. Begitu sampai rumah Tanteku, Yoanes menggoyang-goyangkan tubuh beberapa kali baru aku kebangun. Malu sih.... Tapi, aku memang sungguh-sungguh lelah. Untungnya Yoanes mengerti dan, lagi-lagi tersenyum saja.
Di rumah Tante, tempatku mondok selama belum dapat kos-kosan, aku seringkali diejek-ejek keponakanku. Mereka merasa aku mahasiswa baru yang beruntung. Belum apa-apa sudah ada supir yang mau mengantarkan pulang. Ganteng pula...
"Gila lu ya, Di.... Belum apa-apa sudah dapat gebetan. Gua aja dapat teman biasa belum bisa dapat yang sreg," ujar Yuni, anak Tante yang seumuran denganku.
"Tergantung amal sih, Yun..," balasku bergurau.
Sejujurnya aku pun mulai merasa beruntung banget bisa dapat kondisi begini. Kemarin-kemarin karena kesibukan ospek dll nggak kepikiran betapa beruntungnya aku. Aku baru nyadar bahwa Yoanes itu mahluk yang benar diutus Tuhan untuk menemaniku melanglangbuana di kota yang masih asing ini. Entah amal apa yang sebelumnya kubuat sehingga bisa ketiban pulung begini.
Eh, tapi.... Apakah kebaikan dan perhatian Yoanes ini akan berlanjut?
Kali ini aku nggak berani mengira-ngira. Takut kecewa.
(bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Setubuhi Aku Dengan Rindumu
RomansaAku tak pernah berpikir kalau bisa berjumpa lagi denganmu. Jangankan berpikir, berharap saja tidak. Buat apa? Bukankah kamu sudah jauh dan mencampakkanku? Kamu ingat, waktu itu dengan alasan cita-citamu sudah hampir nyata, kamu tinggalkan aku. Tingg...