Seorang pengunjung melangkahkan kakinya memasuki sebuah cafe. Kepalanya menoleh ke segala arah. Pandangannya menyisir pengunjung café yang rata-rata kaum muda-mudi.
Matanya berhenti bergerak ketika menemukan titik fokusnya. Gadis dengan rambut kuncir kuda khasnya duduk membelakanginya memandang keluar jendela tepat di sampingnya. Tangan kanan dijadikannya tumpuan dagunya.
Pengunjung itu memutuskan menghampirinya.
Langkah kaki lelaki dengan kemeja merah marun itu meninggalkan bunyi yang membuat gadis tujuannya menoleh. Lelaki itu tersenyum dan hanya dibalas senyuman tipis.
"Udah lama nunggu?"
Lelaki itu berkata sembari duduk di hadapan gadisnya. Lawan bicaranya hanya menggeleng. Mengisyaratkan kalau dirinya baru datang. Sekitar sepuluh menit yang lalu.
"Kamu mau pesen apa?" Gadis itu menyodorkan buku menu.
Lelaki itu membuka buku berisi daftar makanan dan minuman yang tersedia di café tersebut.
Diperhatikannya satu per satu nama makanan yang sekiranya menggugah selera. Pilihannya jatuh pada chocolava cake serta frappucino.
Disodorkan kembali buku tersebut ke hadapannya. Gadis itu melakukan hal yang sama: membuka buku menu dan memilih makanan yang akan dipesan.
Setelahnya, gadis itu melambai memanggil waiters. Seorang wanita menghampiri meja mereka dengan membawa buku untuk menulis pesanan serta pulpen.
"Saya pesan cheese cake sama milkshake vanilla dan.."
Ucapan gadis itu dibiarkan menggantung. Membiarkan lelaki di hadapnya yang melanjutkan.
"Saya chocolava cake sama frappucino."
Wanita dengan seragam atasan putih dan bawahan dark brown sibuk mencatat pesanan mereka. Wanita tersebut mengulang pesanan mereka, takut-takut dirinya salah menulis pesanan atau memastikan si pemesan tidak mengganti pesanan. Setelah dibenarkan, wanita itu undur diri untuk menyampaikan pesanan pada bagian dapur.
Sepeninggal si waiters, masing-masing bibir mereka terkatup rapat. Diam seakan mencari kata yang tepat untuk membuka percakapan. Mungkin lebih kepada si gadis. Bingung harus memulai dari mana.
Si gadis memilih kembali untuk melihat pemandangan luar. Paling tidak, melihat mobil yang lalu lalang lebih menarik dibandingkan orang di hadapannya.
Terlalu lama mereka berdiam hingga pesanan mereka terhidang di meja. Keheningan kembali tercipta karena mereka sibuk dengan hidangan masing-masing. Tak ada dari mereka yang berniat memecah kebisuan ini.
Gadis itu menatap cheese cake-nya tak minat. Biasanya ia akan langsung melahap habis cake dengan lumeran keju di setiap sudutnya. Namun kali ini kue itu hanya pajangan belaka. Hanya sebagai pengalihan agar tak ketahuan kedok-nya.
Ia menyeruput minuman vanilanya.
Diliriknya lelaki bekumis tipis di depannya. Lelaki ini selalu tampil rapi. Serapi masa lalu yang disembunyikan darinya.Si gadis terlalu sakit menerima masa lalu orang itu. Bukan tentang masa lalu yang dialaminya, lebih tepatnya alasan orang itu menyembunyikan masa lalunya.
"Aku boleh ngomong sesuatu?"
Terdengar suara tawa di seberangnya. Lelaki itu tertawa sebab permohonan izin si gadis.
"Harus banget izin?" si lelaki terkekeh.
"Emang mau ngomong apa?"
Lelaki itu meraih tangan si gadis di atas meja. Tanpa diduga, gadis itu menarik kembali tangannya. Ia takut, jika dibiarkan logikanya akan melemah. Perasaannya akan menguat dan keputusannya menjadi berubah seratus delapan puluh derajat.
Si gadis menggigit bibir bawahnya gelisah. Apa harus mengutarakannya sekarang? Ia menarik nafas panjang kemudian dihembuskan perlahan.
"Aku mau kita putus.."
Kepalanya makin tertunduk seiring berakhirnya kalimat. Ia berkata sangat pelan, bahkan hampir seperti bisikan.
Namun bagi pihak di hadapannya, bisikan itu seperti klakson bus yang sangat memekakkan telinga. Suara pelannya itu, mungki dapat memecahkan gendang telinganya.
"Tap--tapi.."
Si lelaki menatap nanar gadis pemilik hatinya. Tak disangka gadisnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.
Apa alasannya? Bosankah? Atau.. Ah, sudah jelas. Pasti itulah alasannya.
Gadis itu masih menundukkan kepalanya. Tak berani melihat wajah kekasihnya. Apalagi menatap mata indah yang selalu memancarkan kelembutan itu.
"Oke,"
Spontan kepala si gadis kembali tegak.
"kita putus."
Gadis itu membelalakkan matanya. Air mata yang tak mau dikeluarkannya meluruh sudah.
Inikah akhir dari semuanya? Semua yang telah mereka lewati? Jadi, ia menyerah bertahan di sisinya? Tak adakah niatan untuk berjuang mempertahankan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Harbour
Teen Fiction"Mantan itu.. kayak perahu, dan kita pelabuhannya. Suatu saat perahu itu akan singgah di pelabuhan. Dan suatu hari nanti akan pergi meninggalkan pelabuhan karena tujuannya bukan pelabuhan tersebut." "Gimana kalo--misalnya perahu itu gak mau pergi p...