Winy POV
"Winy, cepetan sayang! Udah ditunggu Ammar!!" Teriak Mama memanggilku yang tengah bersiap diri.
Aku sudah mengetahui kalau Ammar sudah datang. Kentara dari suara motornya yang sudah sangat dihafalnya.
Hari ini aku dan Ammar berencana jalan-jalan. Entah kemana, Ammar merahasiakannya.
Aku mematut diri di cermin besar yang berada di sudut kamar. Aku mengenakan kemeja berwarna dark blue yang dipadukan dengan skinny jeans serta jam tangan putih.
Bukan. Aku bukan cewek tomboy yang selalu memakai celana jika berpakaian. Aku hanya malas memakai rok ketika hangout. Lagipula, kami berangkat mengenakan motor, aku tidak ingin dibuat repot dengan rokku ketika akan menaiki motor.
Setelah dirasa cukup, aku bergegas keluar kamar dan menuju ruang tamu. Disana Ammar sedang duduk sembari memainkan handphone-nya.
Pasti main games, batinku.
Aku berdeham pelan agar Ammar menyadari kehadirannya. Yang dituju menolehkan pandangannya sesaat setelah mendengar suara berdeham.
Ammar langsung menyimpan handphone ke dalam saku celananya.
"Mana yang janji gak bakal maen games terus?!" Ucapku dengan nada menyindir.
"Iya, iya, ini cuma sebentar," jawab Ammar enteng.
Aku duduk di samping Ammar kemudian melipat kedua tangannya di atas dada. Ammar menangkap sikapku yang tengah memberenggut. Mengetahui itu, Ammar langsung menyentuh kedua bahuku dan meminta maaf.
"Aku minta maaf.. Aku janji gak ngulangin lagi, aku janji gak merhatiin games terus," ucapnya dengan satu tarikan napas.
Aku tersenyum simpul melihat ekspresinya yang sarat akan penyesalan. Aku jadi teringat dengan janjinya tempo hari kala dirinya menjenguk diriku. Baru sehari berjanji saja sudah mengingkari, bagaimana nanti?
"Ada yang kamu pikirin?" Tanyanya lembut. Aku hanya menggelengkan kepala. Kemudian aku menjulurkan jari kelingkingku tepat di depan wajahnya.
"Janji, ya, gak akan ngulangi lagi? Aku butuh bukti, bukan cuma janji!" Ammar mengaitkan jari kelingkingnya dengan jariku.
"Janji."
"Udah jam segini, nih. Berangkat, yuk!" Ajaknya menyeret tanganku untuk berdiri.
Aku berjalan menghampiri Mama yang tengah asyik memasak di dapur untuk pamit. Sebenarnya aku sudah meminta izin terlebih dahulu kalau aku akan pergi dengan Ammar. Aku hanya akan memberitahu Mama bahwa kami akan berangkat untuk menghabiskan hari minggu bersama.
Sepanjang perjalanan kami hanya mengobrol ringan seputar teman sekelas masing-masing. Aku tertawa saat Ammar bercerita ia dihukum karena terlalu sering ngobrol dengan teman semejanya. Ammar disuruh ke depan dan menjelaskan materi yang tengah disampaikan oleh sang guru.
"Makanya jangan ngobrol terus.." Nasihatku. Ia mengelak dirinya hanya bertanya kepada Anton--teman semejanya--bukan mengobrol.
Parahnya, Ammar belum mengerti betul materi itu. "Mungkin dewi fortuna lagi gak berpihak ke aku," suara Ammar terdengar menggelikan karena ia sengaja mengubah suara menjadi manja.
Aku juga bercerita saat aku ditunjuk maju ke depan kelas padahal aku tidak melakukan kesalahan apapun. Tapi tak apa. Aku menganggapnya untuk tambahan nilai. Dan untungnya aku mengerti materi itu sehingga aku bisa membagikan ilmunya kepada teman-temanku.
Tiba-tiba Ammar menambah kecepatan motornya yang membuatku tersentak ke belakang. Aku memukul punggungnya dan memakinya, "Pelan-pelan, dong! Untung aku gak jatoh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Harbour
Teen Fiction"Mantan itu.. kayak perahu, dan kita pelabuhannya. Suatu saat perahu itu akan singgah di pelabuhan. Dan suatu hari nanti akan pergi meninggalkan pelabuhan karena tujuannya bukan pelabuhan tersebut." "Gimana kalo--misalnya perahu itu gak mau pergi p...