Winy POV
Saat ini aku berada di sebuah gudang bekas yang letaknya entah di mana. Sewaktu dalam perjalanan, aku terus meronta-ronta minta diturunkan. Aku memohon si penculik untuk melepasku. Bahkan aku mengancam akan lompat jika sang penculik tak segera melepasku. Si penculik malah menantang balik diriku untuk melompat. Itupun jika aku berani.
Dan dengan sisa keberanianku, aku mencoba melompat. Namun aku gagal. Tubuhku tak bisa digerakkan sama sekali. Tubuhku seperti batu. Semakin aku bergerak, tubuhku semakin membatu. Hingga akhirnya aku pasrah dan sampailah aku di gudang yang terbengkalai ini.
Aku beringsut menjauh ketika pintu dibuka oleh seseorang. Masalahnya, si penculik tidak ada ditempat. Aku takut ia tiba-tiba masuk dan melakukan hal yang sangat tidak diinginkan.
Pintu semakin terbuka. Aku makin panik. Kalau saja tangan dan kakiku ini tidak diikat, mungkin aku sudah kabur. Saat pintu benar-benar terbuka, justru bukan wajah milik si penculik sang muncul.
"Ammar?" Ucapku hampir seperti bergumam. Seketika harapanku langsung membuncah. Ammar berjalan mendekat ke arahku.
"Kamu baik-baik aja? Ada yang luka? Mana yang sakit?" Cecarnya. Aku hanya menggelengkan kepala menjawab pertanyaannya.
"Aku baik-baik aja."
Ammar segera membuka ikatan yang ada di tanganku. Kemudian beralih ke ikatan yang ada di kakiku. Beruntung mulutku tidak dilakban atau disumpal dengan sesuatu.
Ammar membantuku berdiri dan memapahku. Saat kami berjalan menuju pintu, pintu terbuka dengan dorongan yang menimbulkan bising di ruang yang lembab ini. Dan muncullah sosok penculik dengan pandangan murka ke arah kami. Ammar menyembunyikan tubuhku di balik punggungnya.
"Apa yang anda inginkan?" Ammar berkata tegas. Penculik itu diam saja. Tidak merespon ucapan Ammar. Penculik itu diam selama beberapa detik. Tak ada gestur tubuhnya yang menyatakan akan melakukan sesuatu.
Ammar semakin geram. Ammar mengepalkan tangannya hingga kuku-kuku jarinya memutih. Rahangnya pun mengeras pertanda ia sudah sangat ingin menghantam si penculik.
Detik berikutnya Ammar langsung melayangkan tinju di pipi kanan si penculik hingga jatuh tersungkur. Ya Tuhan, tenaga Ammar besar juga bisa membuat penculik berbadan tinggi berisi itu jatuh ke tanah. Si penculik segera bangkit dan ingin membalas serangan Ammar.
Namun sayang, Ammar cepat menangkis pukulan si penculik dan berbalik menyerang. Beberapa kali si penculik mencoba menyerang Ammar tetapi selalu gagal karena Ammar dapat membaca gerak-gerik si penculik. Maklum saja, Ammar pernah belajar karate. Tak heran dia mampu mengalahkan si penculik yang tubuhnya jauh lebih besar dari tubuh Ammar.
Ammar segera mendekatiku dan mengajakku pergi. Namun langkahku terhenti karena kakiku dicekal oleh si penculik. Aku meronta agar kakiku bisa terlepas. Mungkin karena kekuatanku tak sebanding dengan dirinya, jadi sia-sia saja usahaku.
Ammar dengan cepat membantuku melepaskan diri. Ia menginjak tangan si penculik yang mencengkram erat betisku. Kakiku berhasil lolos dari cengkaraman si penculik.
"Ayo, Win. Lari yang cepet!!" Ujar Ammar. Entah mengapa lariku semakin lama semakin melambat. Ya Tuhan! Si penculik semakin dekat. Dan ada apa dengan kakiku? Mengapa sulit sekali digerakkan?
Aku semakin panik tatkala si penculik mengeluarkan pistol dari balik bajunya. Ia mengarahkan pistolnya ke arahku. Aku memejamkan mataku seraya merapalkan doa-doa agar aku dan Ammar bisa selamat.
DORR!
Satu peluru berhasil di tembakan. Namun, aku tak merasakan sesuatu yang menyakitkan di tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Harbour
Teen Fiction"Mantan itu.. kayak perahu, dan kita pelabuhannya. Suatu saat perahu itu akan singgah di pelabuhan. Dan suatu hari nanti akan pergi meninggalkan pelabuhan karena tujuannya bukan pelabuhan tersebut." "Gimana kalo--misalnya perahu itu gak mau pergi p...