“Bunuh dia. Kalau kau tidak mau, biar aku saja.”
Seorang anak laki-laki tampak berspekulasi dengan dirinya sendiri. Pistol berjenis Walther P99 buatan Italia tergenggam di sebelah telapak tangannya yang bergetar. Di sisi lain, dia menampilkan ekspresi ragu. Sementara pojok pikirannya yang lain menuntut agar segera menarik pelatuk pistol tersebut.
“Lakukan!” serunya.
Gadis malang yang duduk di depannya dengan tangan dan kaki terikat, menggeleng ketakutan. Air mata membasahi pipinya sedangkan keringat mengucur deras di sebagian tubuhnya. Sekitar dua minggu gadis itu ditawan hingga bisa kau bayangkan sendiri bagaimana keadaannya saat itu.
“Jangan, kumohon,” rengeknya memelas. “Justin, kuasai dirimu. Kuasai pikiranmu. Jangan mau dia yang mengendalikanmu! Ingatlah, Justin. Kau bukan pembunuh! Kumohon…”
“Kalau kau keberatan, aku saja yang membunuhnya. Konsekuensi bagi siapa saja yang tidak patuh pada tuan.” Anak laki-laki yang bernama Justin itu tersenyum miring. Namun, secara tiba-tiba dia mengubah ekspresinya dan berusaha keras meletakkan pistol di tangannya.
“Demi Tuhan, Jason, jangan libatkan dia!” bentaknya tiba-tiba.
Sampai terdengar suara tembakan memecah kesunyian saat itu, dibarengi dengan tetesan darah membasahi kepala gadis malang tadi. Justin hanya tertegun, menatap gadis tersebut dengan pandangan kosong bercampur kepedihan.
“Ironis kalau pada akhirnya kau membunuh pacarmu sendiri.” Seorang wanita paruh baya berjalan pelan sesuai ketukan seraya mengelus pundak Justin. Kuku jarinya yang dicat merah terlihat mengilap di bawah terangan lampu temaram di ruangan tersebut.
Justin menjatuhkan pistolnya. Tangannya bergetar sedangkan pandangannya terlihat kosong menatap gadis yang baru saja ditembaknya.
“Bukan aku yang membunuhnya,” desahnya. Teringat dalam benaknya perkataan gadis tadi sebelum akhirnya mati di tangannya sendiri. Ingatlah, Justin. Kau bukan pembunuh!
“Tidak ada waktu untuk berargumentasi.” Wanita berambut pirang madu tersebut berjalan memutari tubuh Justin yang bergetar. Dia berbisik pelan di telinga Justin. “Ambil jejak Red Circle.” Lantas ditepuknya pundak Justin.
Dengan langkah berat, Justin mengambil sesuatu yang berada di pangkuan gadis itu. Dia memandang gadis itu untuk terakhir kalinya dengan tatapan minta maaf. Kemudian berjalan pelan mendekati wanita berambut pirang tadi seraya menyerahkan selembar foto. Memandang angkuh, wanita tersebut menyambar foto yang diberikan Justin.
“Red Circle.” Diliriknya Justin tajam. “Kejar orang di dalam foto ini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Circle (ON HOLD)
Novela JuvenilRachel Dalton adalah mahasiswi Universitas Brown yang menghabiskan liburannya di rumah pamannya, John Evergreen. Liburan yang seharusnya menyenangkan harus berubah menjadi petaka sejak pamannya tewas di dalam kamar dengan meninggalkan pesan agar dia...