Chapter 6

40.3K 3.1K 132
                                    

Pukul 11:45, jam kritis bagi orang-orang sekantor. Lima belas menit terasa sejam! Radhi sudah malas menatap komputer di depannya. Ia pun mengambil ponselnya dan membuka chat yang baru masuk ke grup Whatsapp anak-anak kantor. Ralat, kubu anak muda.

Ghilman Wardhana sent you a video
Ghilman Wardhana : jago abis

Satrya Danang : hahahaha nice try

Davintara : wanjir

Ganesha Akbar : brengsek.
Ganesha Akbar : brengsek jagonya maksud gw O:-)

Fajar Anugerah : tai lo man

Radhi mengklik tombol play pada video yang screenshoot depannya orang sedang main basket tersebut. Tidak ada gambar bergerak. Ia ulang kembali memainkan video tersebut. Masih tidak bergerak juga gambarnya. Ia coba membesarkan volume ponselnya.

"AAAAAHHHHH AAAAAAHHHHHH...," suara desahan wanita seperti di film-film porno terdengar kencang sekali. Hampir seisi kantor dapat mendengarnya. Gelak tawa orang-orang serentak memecah kesunyian. Terutama Ganesh, Fajar, dan Ghilman yang sudah tertawa terpingkal-pingkal di mejanya masing-masing.

"BANGSAT! GHILMAN BANGSAT!" Wajah Radhi memerah menahan malu dan langsung dengan panik menyetop video laknat di ponselnya itu.

Athaya dan Lasha juga ikut tertawa terpingkal-pingkal mendengarnya. Sampai Pak Pri, bos Athaya, aja juga ketawa ngakak.

Pukul 11:55, Ghilman menghampiri meja Radhi dan menepuk pundaknya. "Udah, udah, sebat dulu kita," ujar cowok itu cengengesan.

"Iye," Radhi sok-sok ngambek sambil membereskan mejanya dan mencari dompet serta sekotak Malboro lights.

"Celana lo nggak basah kan, Rad?" Ganesh tiba-tiba menghampirinya dan tangannya berlagak akan menepuk selangkangan Radhi. Radhi refleks melindungi selangkangannya dari tangan Ganesh yang penuh nista itu.

"Perlu shampo nggak, Rad?" Canda Ghilman.

"Monyet emang lu, Man!"

***

"Makanya kepo jangan dipiara. Wahahahaha padahal udah jelas-jelas Fajar udah ngomong 'tai'," komentar Davintara masih membahas Radhi yang sedang jadi bulan-bulanan anak-anak kantor.

"Brengsek emang monyet satu ini," telunjuknya menunjuk Ghilman penuh dendam. "Nggak baca gue chat di bawahnya."

"Ahahahahaha ambekan lu. Kayak cewek lagi PMS!" Hardik Ghilman. Rokoknya sudah tinggal 5 cm lagi.

"Buru cabut. Laper banget gua!" Seru Fajar yang sudah menahan lapar sejak jam 11.

"Gue nggak ikut, lagi pengen makan ketoprak aja di pantry," ujar Satrya.

"Tumben? Hamil lo? Ngidam amat kayaknya," komentar Radhi.

"Elu sih, Rad, nonton bokep aja nyemprotnya sembarangan. Jadi hamil kan Satrya," ujar Ghilman masih terus menggoda Radhi.

"Tai!" Hardik Radhi cepat lalu disusul gelak tawa anak-anak yang lain.

Satrya pun berpisah dengan mereka. Ia membeli ketoprak kemudian membawanya ke atas untuk dimakan di pantry. Berharap Athaya juga makan di pantry siang itu.

Dan betul saja, dilihatnya Athaya sedang duduk manis memakan bekalnya di pantry dengan Mas Harris dan Lasha. Satrya memberanikan dirinya untuk duduk di sebelah Athaya, supaya bisa join conversation.

"Disini kosong kan?" Tanya Satrya basa-basi.

"Kosong kok," jawab Athaya.

Satrya membuka bungkus ketoprak dan mulai mengaduk-aduk ketopraknya agar bumbu kacangnya menyatu dengan isinya.

"Kok tumben nggak makan bareng begundal-begundal itu, Sat?" Tanya Lasha ramah. Hari itu juga Lasha tumben-tumbenan bawa bekal.

"Lagi pengen ketoprak aja, lagi ada kerjaan juga. Jadi males nongkrong-nongkrong," sepik abis.

"Gue semalem abis nonton film bagus, Ta. Now You See Me. Asli, si Isla Fisher tuh cakep banget ya," cerita Mas Harris.

"Ihh telat deh!" Ujar Athaya bercanda.

"Yaa maklum, jarang banget gue ke bioskop. Kalopun ke bioskop pasti nonton film yang bisa di tonton anak gue juga. Tapi bagus ya, twist abis. Sampe diulang berapa kalo di Fox Premium, setiap tuh film nongol gue nonton terus. Demi liat Isla Fisher."

"Di Confessions of Shopaholic juga cakep banget tuh dia, Mas. Cowoknya juga, si Hugh Dancy. Aaah hot abis!" Athaya bersemangat sekali. Satrya senang sekali melihatnya.

Lalu Satrya berpikir, 'Oh... Athaya sukanya yang kayak Hugh Dancy ya...'

"Belom pernah nonton, ntar deh gue cari."

"Daaan kocak banget. Ceweknya bego banget deh, gue ngakak terus nontonnya. Dan cowoknya tuh diem-diem sweet banget gituu! Lucunya tuh... Menghibur banget. Pas buat ditonton santai-santai, nggak pake mikir, tapi makna ceritanya 'dapet' banget," matanya Athaya kayak berbinar-binar kalau ngobrolin hal yang dia suka.

"Di The Great Gatsby juga ada Isla Fisher, Mas. Itu film bagus banget sih menurut gue. Walaupun kata orang-orang 'kurang'. Menurut orang-orang yang udah baca bukunya Fitzgerald sih," Satrya mencoba bergabung dalam pembicaraan mereka.

"Itu mah gue udah nonton, kan ada di HBO waktu itu. Soalnya gue sama istri gue suka sama Moulin Rouge, dan sutradaranya Great Gatsby kan si Baz Lurhmann. Keren abis deh emang Baz Lurhmann kalo bikin scene party gitu. Cuma nggak suka Islanya di situ," jawab Mas Harris.

"Cumaaa gue kurang sukanya, pas scene pesta itu gue kan ngebayanginnya lagu-lagu dan dansanya kayak jazz 20's gitu ya, tapi taunya lagu-lagunya kayak kekinian gitu yang keluar. Dan sebagai pembaca bukunya sih, agak... Hmm gimana yaa, bagus sih, cuma kayak 'kurang' gitu. Kayak Great Gatsby yang 2013 tuh Great Gatsby interpretasinya Lurhmann banget. Tapi ya masih bisa gue nikmati lah," komentar Athaya panjang lebar. Satrya senang sekali Athaya menanggapinya.

She listens to Coldplay, and she read F. Scott Fitzgerald. Just like Alisha. Asli, Athaya agak mirip Alisha. Senyumnya, cerita-ceritanya, seleranya... Satrya membatin.

***


Secangkir Kopi & Pencakar Langit (#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang