Cerita menatap pantulan dirinya di cermin. Dia menarik dan mengeluarkan nafasnya secara berulang ulang dan teratur. Masuk lewat hidung keluar dari mulut, begitulah yang terus dilakukannya sedari tadi. Ia lalu memutuskan untuk turun ke bawah dan sarapan bersama kedua orang tuanya.
"Kau mau diantar sayang? Atau kau butuh supir?" tawar Heza yang melihat putrinya sedari tadi menarik dan mengeluarkan nafasnya.
"Tidak usah pa akan lebih baik jika aku bawa mobil sendiri. Aku tidak ingin menarik perhatian orang lain karena membawa supir yang menungguiku selama sekolah. Akan lebih baik aku apa adanya agar mereka mau berteman baik denganku" Tolak Cerita gamblang.
"Baiklah jika itu kemauanmu kau harus berusaha ya sayang. Kami selalu bersamamu" Kata Shania yang masuk kedalam pembicaraan "Iya ma aku akan baik-baik saja di sana, aku juga sudah mendapat tips bagaimana bergaul dengan orang baru dengan baik. Aku akan menelepon jika terjadi sesuatu" Cerita mengatakan itu sambil melangkah ke arah Heza dan Shania lalu mencium pipi keduanya. "Aku berangkat dulu dan akan kupastikan aku menemukan sekolahan itu pa, aku punya GPS" sela Cerita saat Heza hendak buka mulut tentang sekolahnya.
Heza dan Shania memandang kepergian putri mereka dengan pandangan sedih. Merasa bersalah tentang apa yang akan terjadi dalam hidup putri mereka itu. Keduanya saling tatap, tak bisa di pungkiri ada perasaan khawatir di sana. Heza menggenggam tangan istrinya dan berkata "semuanya akan baik-baik saja, kita juga pasti akan menemukannya".
---
Rama memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah. Ia belum memutuskan untuk keluar dari mobil. Ia menatap nanar tugas kelompok biologi yang dikerjakannya semalam suntuk. Teman-temannya tidak ada yang bisa diandalkan, semua hanya bergantung padanya. Ia lalu keluar dari mobil dan meninggalkan tugas kelompoknya itu di dalam mobil.
Sesaat setelah keluar dari mobil, Rama tertegun. Ia tidak menyadari ada mobil lain yang terpakir di parkiran sebelum mobilnya. Hal ini tidak biasa terjadi karena ialah orang pertama yang selalu datang ke sekolah. Rama menatap mobil itu lama, pemilik mobil itu...sudahlah lupakan saja. Rama melanjutkan langkahnya ke kelas, langkahnya perlahan seperti menikmati. Ia terbiasa berjalan dengan cepat selama ini, tidak ada pikiran untuk berhenti melakukan apa yang di lakukannya. Ia tak mudah menyerah. Tak mudah lelah.Hanya fokus pada apa yang ia kerjakan.
Namun, saat ini apa yang dilakukannya. Berjalan perlahan menikmati waktu yang terus berdetak. Seingatnya ia tak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Jantungnya terus berdetak tak karuan. Ia tidak mengerti, apakah jantungnya berdetak karena dihadapannya sekarang berdiri seorang yang amat di kenalnya. Seorang yang amat di sayanginya, seorang yang menurut gosip yang beredar memiliki perasaan padanya.
Erana Morain Pelagis perempuan yang sukses membuat hatinya kalang kabut tiga tahun ini. Sosok yang kuat di luarnya tadi sangat rapuh di dalamnya. Sosok yang paling banyak mengalihkan perhatiannya dari masalahnya yang tidak pernah berakhir. Sekarang orang ini berdiri di hadapannya. Nyata atau tidak ia berjalan menuju ke arahnya.
"Hai...apa kabar, aku ke sekolah kamu ada urusan.Mau ketemu ketua osis, aku lihat di dinding struktur kamu ketua osis kan?" tanyanya langsung. Rama menghela nafas.
"Iya ada perlu apa?" Erana memberikan sebuah flashdisk kepada Rama, membuatnya mengerutkan kening heran.
"Dari Aldo, dia bakalan agak telat.Dan di bilang itu penting banget buat kamu, kamu harus periksa itu pagi-pagi katanya dia sih"Rama masih tak berkutik. Masih memandang wajah Erana tanpa berkedip sekalipun. Erana menyadari kecanggungan diantara mereka memutuskan untuk pamit untuk pergi kesekolahnya. Tetapi saat hendak berbalik Rama mencekal tangannya. "Er..kamu maukah jadi pacar ku?"
---
Cerita memarkirkan mobilnya dengan mulus di parkiran sekolahnya yang baru. Ia menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Sudah tak tentu berapa banyak helaan nafasnya yang keluar sejak bangun tidur. Berusaha menormalkan detak jantungnya itulah yang ia lakukan sekarang. Setelah siap turun dari mobil ia menarik nafas panjang tanda ia sudah siap dengan apapun yang akan terjadi hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green Tea
Teen FictionAku tahu ada yang salah denganku. Tidak pernah ada rasa seperti ini sebelumnya. Siapakah gerangan ia? Mencoba mengikuti alurnya itulah caraku untuk mengetahui akhirnya, mencoba menerima tentang semua permainannya, mencoba mengakhiri segalanya dengan...