part ini di tulis dengan keadaan penulis yang berantakan, penulis memiliki banyak masalah ketika menulis part ini.Merasa terbuang, terendahkan, tidak penting, begitulah rasanya hati penulis saat ini, jadi mohon maaf jika ada kalimat yang rancu dalam penulisannya.Saat ini penulis bisa di bilang terkena depresi sedang tingkat sesaat,jadi mohon di maklumi.Tidak ingin membuat perasaan orang lain terluka, tapi juga tidak ingin harga diri terluka, bagaimana cara mengatasinya? Penulis tidak tahu bagaimana jalan keluarnya.Dan yang perlu kalian ketahui penulis ini tidak mudah bergaul, ingin sekali menjalin hubungan dengan orang banyak tapi tidak tahu bagaimana cara memulainya.Andaikan saja ada orang yang tulus yang mau berteman dengan penulis yang menyedihkan ini, yang hanya bisa mengungkapkan segala amarah, emosi, kecewa di dunia orange ini.Huhuhu-Sedih tingkat dewa-
---
Saat sampai di rumah Cerita langsung di tarik oleh sang mama ke ruang keluarga.Ia terlalu lelah untuk menolak.Cerita menceritakan semuanya, bahwa Giza akan datang besok.Ia akan berpamitan karena akan pergi ke Kanada.Cerita menangkap sinyal gelagat mamanya yang mencurigakan, saat menariknya ke ruang keluarga ia tahu mamanya pasti akan menanyakan berbagai macam hal.Tapi semua seolah sirna, ia tidak menanyakan apapun lagi setelah mengetahui Giza akan pergi ke Kanada.Dengan langkah gontai Cerita memutuskan untuk masuk ke kamarnya.
Di ruang keluarga Heza dan Shania bertatapan, perihal untuk memberitahukan yang sebenarnya di urungkan Shania.Mereka harus bertemu dengan dokter Rafi secepat mungkin untuk mengetahui bagaimana keadaan Cerita.Siapkah Cerita mengetahui semua kebenaran ini.
---
"Ada waktu ?"Erana memutuskan untuk menelefon Rama setelah semalaman berfikir untuk rencananya.Berharap ada seseorang yang percaya padanya.
"Ada,, kenapa ?"
"Mau ketemu, bisa ?"
"Oke, malam ini gimana ?"
"Kalau sekarang bisa nggak ?"
"Hmmm...bisa, tapi apa yang mau di omongin ?"
"Nanti kamu tahu, sekarang aku butuh kamu, aku tunggu di persimpangan kafe ya" putus Erana cepat.
Rama masih terdiam di tempatnya setelah Erana memutuskan telfonnya di sebrang sana secara sepihak, mencerna kalimat terakhir yang dikatakan Erana.Butuh, Erana membutuhkannya.Rama tersenyum sinis menyadari hal itu.Tak menunggu lama lagi ia menyambar jaketnya.Ia memilih naik sepeda ke sana, jaman sekarang bumi kita sudah terancam dengan penipisan lapisan ozon.Ia tidak mau menambah tipis lapisan pelindung bumi dengan naik kendaraan untuk jalan yang dekat.Sebenarnya ia ingin mengusulkan idenya ke sekolah untuk program osis one day with bicycle tapi masa jabatannya akan segera berakhir.Mustahil untuknya mendapatkan persetujuan dengan mudah, di tambah lagi kepala sekolah yang belakangan ini menjaga jarak dengan Rama membuatnya merasa khawatir.Merasa ada kesenjangan antara dirinya dengan kepala sekolah, ynag biasanya tidak seperti ini.
Tidak sampai sepuluh menit, Rama sampai ke kafe tersebut.Ia memarkirkan sepedanya dan masuk ke dalam kafe yang didalamnya terdapat orang yang selalu membuat hatinya berdebar.Saat memasuki kafe tersebut, seperti biasa ia selalu mencium aroma yang menenangkan, yang membuat hatinya tenang.
Matanya menjelajahi seluruh kafe, mencari orang yang membutuhkannya.Rama melihatnya ia duduk membelakangi Rama.Tapi ia tahu, dia pasti Erana, dan Rama yakin akan hal itu.Ia duduk di dekat jendela, matanya menatap lurus ke arah jalanan.Rama berjalan perlahan mendekati meja itu, berdiri di hadapan tempat gadis itu duduk.Gadis itu masih tidak menyadari keberadaannya, sampai akhirnya Rama mengambil inisiatif duduk sendiri di hadapannya.Pada saat itu Erana terlonjak kaget, tidak sadar bahwa Rama sudah datang dan ada di hadapannya.
Rama yang bisa melihat Erana dengan jelas sekarang menatap lurus mata gadis itu.Mata gadis itu lari menghindarinya, seperti menyembunyikan sesuatu.Dan ia tidak suka melihatnya seperti ini.Mata yang sembab, berkantung dan itu pasti karena ia kurang tidur, badan yang terlihat lebih kurus dari yang ia lihat sebelumnya.Rama sangat tidak menyukai pemandangan yang seperti ini.Ia marah kenapa gadis ini terlihat seperti ini.Ini aneh, perasaan seperti ini aneh bukan membuat hatinya sakit, melainkan marah.Marah pada orang yang membuat gadis ini berantakan seperti sekarang.Rama mendiamkannya sampai pada akhirnya Erana mengangkat kepalanya dengan keadaan frustasi.Rama menyelami matanya, menunggu gadis yang hendak membuka mulutnya itu untuk bicara.Membicarakan kata butuh yang ia terima di telfon tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green Tea
Teen FictionAku tahu ada yang salah denganku. Tidak pernah ada rasa seperti ini sebelumnya. Siapakah gerangan ia? Mencoba mengikuti alurnya itulah caraku untuk mengetahui akhirnya, mencoba menerima tentang semua permainannya, mencoba mengakhiri segalanya dengan...