BEGINNING

140 8 0
                                    

Chapter 1
-Beginning-

Restoran sedang sepi hari ini. Seperti biasa, aku duduk di dekat jendela dan menopangkan daguku. Di tanganku masih ada sebuah lap meja kotor.

Aku terkejut saat sebuah mobil limosin datang. Nomornya. Aku tahu nomor itu.

Tak kupedulikan Sarah yang berteriak memanggilku dari dapur, aku segera berlari meninggalkan restoran melewati pintu belakang.

'Jangan di sini...'

=oOo=

Ini benar-benar buruk.

Sangat buruk.

Penagih hutang itu datang ke restoran. Dan tentu saja dia ingin menagih hutangku.

Alasanku berlari bukanlah karena aku takut, tapi aku hanya tak ingin mereka berbuat gaduh di restoran. Jika hal itu terjadi tentu akan membuat semuanya menjadi lebih buruk.

Sesekali aku menengok ke belakang, harap-harap cemas jikalau ternyata mereka tidak mengejarku.

"Ada apa dengan mereka? Seharusnya mereka sudah di sini sekarang!"
Aku berteriak frustasi saat mendapati tiada satu pun orang yang mengejarku. Orang-orang di jalan menatapku keheranan.

Aku tidak peduli!

Aku terus berlari dan berlari.
Dan sebuah teriakan menggema menyambut pendengaranku. Aku terkejut untuk sepersekian detik, namun segera berganti dengan perasaan lega yang teramat sangat.

Dan benar saja, saat aku menengok ke belakang, dua orang pria bertubuh kekar dengan setelan kemeja hitam sedang mengejarku. Mereka terus berlari dan meneriakiku.

Aku mencari cara untuk membawa mereka ke tempat yang sepi. Aku merasa bersalah setelah menabrak kotak kayu berisi apel milik penjual buah di pinggir jalan.

Kutengok kanan dan kiriku, mencari jalan untuk keluar dari tempat ramai ini. Lalu kutemukan sebuah gang kecil kumuh di belakang hotel bertingkat. Segera aku berlari ke dalamnya dan menoleh ke belakang.

Aman. Mereka masih mengejarku.

Aku mulai memutar otak dan mencari alasan untuk hari ini.

Andai saja mereka mudah dibodohi. Tapi kenyataan selalu mengerikan. Mereka kuat dan berpendidikan. Aku tahu siapa pemimpin mereka. Aku pernah bertemu sekali dengannya. Saat itu aku hampir mati tercekik di tangan anak buahnya, lalu ia muncul bersama dengan seorang anak buahnya lagi dan mengatakan, "Cukup. Hari ini kau beruntung."

Aku masih mengingat tatapannya saat itu. Tajam dan mengikat. Kuakui ia memang seorang pemuda yang tampan.
Aku bisa melihatnya dengan jelas meskipun saat itu rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhku, berasal dari punggung yang terbentur dinding beton.

"Astaga, apa yang kupikirkan?"

Kugelengkan kepalaku kuat-kuat untuk menghapus semua bayangan itu.

Setiap kali aku mengingat mata itu, sulit untuk sadar kembali. Seperti terhisap dan tenggelam.

Mata sewarna langit malam, dan tak berbintang.

"Berhenti di sana bocah!!"

Aku terkejut lagi dan menoleh ke balakang. Entah kecepatan lariku yang berkurang, atau mereka yang bertambah cepat, yang jelas jarakku dengan mereka tak lebih dari satu meter.

Aku panik luar biasa. Jangan sampai mereka menangkapku dan mencekikku lagi. Kutambah kecepatan lariku sekuat yang aku bisa, meskipun kakiku terasa remuk, aku tak peduli.

"Sebenarnya mereka ini makhluk apa?", batinku. Aku heran mereka masih kuat berlari sampai sekarang.

Aku sampai di sebuah dermaga. Banyak kapal penumpang yang baru saja datang dari negeri seberang. Kutolehkan kembali kepalaku ke belakang, dan mendapati dua monster itu sedang kesulitan berlari di tengah-tengah keramaian.

"Kesempatan bagus."

Tubuhku yang kecil dan kurus dapat dengan mudah menyelip di antara kerumunan. Mudah menyamar di antara mereka.

"Maaf, maaf aku menginjak kakimu, maafkan aku, permisi biarkan aku lewat."

Tak jarang orang yang mengaduh saat kakinya terinjak olehku. Terkadang juga mengumpatku. Tapi aku harus melakukan ini.

Untuk yang kesekian kalinya aku menoleh ke belakang. Dapat kulihat dua buah kepala berambut cokelat menyembul di antara kerumunan. Mereka benar-benar pantang menyerah.

Aku mencari celah untuk bersembunyi. Tak jauh dari posisiku ada sebuah tumpukan kotak kayu dan beberapa kardus besar di dekat toko roti. Aku segera berlari ke sana dan menyelipkan diri di antaranya.

"Hah.."
Aku mendudukkan diri di tanah dan berusaha menormalkan napasku yang tersengal. Keringat bercucuran dari keningku menuju dagu. Kudongakkan kepalaku ke atas dan menatap langit biru berawan.

"Akhirnya..aku berhasil menjauh dari mereka.."
Aku menyandarkan punggungku ke kotak kayu dan mengusap keringat di dahiku dengan lengan baju. Aku tidak tahu bagaimana rupaku saat ini. Yang kutahu, pasti berantakan.

Aku terkejut saat kotak tempatku menyandarkan punggung ditendang oleh seseorang dari belakang.

Suara lembut namun tajam itu membuatku tersentak, sembari segera mendongak ke atas untuk memastikannya. Memastikan siapa yang menendang kotak itu.

Dan benar saja.

"Jangan harap kau bisa lari dengan mudah dariku, gadis kampung."

Something InsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang