DOCTRINE

107 2 0
                                    

Chapter 4
-Doctrine-

Saat itu, rembulan bersinar terang, mengintip dari balik awan tipis berwarna kelabu. Cahayanya mengenai butiran-butiran air pada dedaunan dan kelopak bunga.

Beberapa saat lalu memang hujan deras, namun tak berlangsung lama. Cukup untuk membasahi daratan dan menyegarkan udara.

Hawa dingin yang menerpa tak membuat dua insan berbeda gender yang sedang berjalan beriringan di sebuah taman berhenti bercengkrama. Keceriaan nampak dari mereka, meskipun salah satunya tak terlalu berniat untuk menampakkannya. Ia hanya berbicara sesekali dan menjadi pendengar setia, sesekali tersenyum meskipun tak terlalu lebar. Hanya senyum tipis.

Sedangkan lawan bicaranya terus melontarkan kata-kata yang membuat siapapun yang mendengarnya merasa nyaman. Tak hanya suara cerianya, topik yang ia bawa selalu menenangkan dan bahkan, ditambahkan dengan beberapa selera humoris miliknya, kontras dengan sifatnya yang ceria.

Sesekali mereka tertawa dan bertatapan, dan berakhir dengan sesi 'cepat buang muka'. Dan ajaibnya, tak ada kecanggungan setelah itu.

Seperti mereka sudah terbiasa berbagi cerita, menjadi pendengar, tertawa bersama, dan lain-lain, sesuatu yang rumit untuk disebutkan.

"Jadi..kau suka film itu?"

Suara husky dibarengi dengan embun putih yang keluar dari mulutnya saat sang pemuda berbicara, sedikit melembut dibandingkan saat pertama kali ia bertemu dengan sang gadis, namun tak mengubah kesan arogan darinya.

Pemuda itu lebih tinggi sepuluh sentimeter dari sang gadis di sebelahnya, membuatnya tak terlalu sulit memperhatikan ekspresi sang gadis. Saat ia mendapati gadis itu tersenyum lebar, barulah ia membuang muka dan kembali menatap ke depan.

"Tentu saja! Aku tidak pernah bosan untuk menontonnya lagi," jawab sang gadis.

'Yup, selalu nada itu.'

Sang pemuda membatin. Sebenarnya, ia kebingungan untuk sekedar membalas kalimat sang gadis. Saat ia masih kecil hingga ia berusia genap tujuh belas tahun, ia tak pernah bertemu dengan orang yang memiliki pembawaan seperti gadis tersebut. Terlampau ceria baginya.

Akhirnya ia hanya membalas dengan mengangguk dan tersenyum, atau menggumamkan "oh" pelan.

"Apakah kau juga suka? Kalau kutebak, pasti iya."

Gadis dengan rambut cokelat sebahu itu tertawa saat mendapati kerlingan sebal dari sang pemuda sebagai jawaban dari pertanyaannya.

"Tidak, untuk apa aku menyukainya," jawab sang pemuda.

Emerald cerah milik sang gadis menatap wajah yang sebagian ditutup oleh poni milik sang pemuda. Ia mengerjap.

"Hei, kenapa kau memanjangkan rambutmu?"

Lantas objek yang ditanya menoleh dan tanpa sengaja dahinya menubruk dahi sang gadis yang memang sedang sibuk memerhatikan poni miliknya sambil berjinjit.

"Aduh! Hei, hati-hati!", seru sang gadis.

"Salahmu juga kan? Untuk apa dekat-dekat seperti tadi?", balas sang pemuda sambil memegangi dahinya.

Mereka berhenti berjalan akibat kejadian itu.

"Ponimu itu terlalu panjang, tahu! Bagaimana kalau masuk ke matamu?"

"Duh..jidatmu keras!"

Sang pemuda berhenti mengelus dahinya dan menilik sang gadis yang sibuk berputar-putar dengan kedua tangan mengelus dahi. Alisnya sedikit terangkat mengingat kalimat pertama yang dilontarkan oleh sang gadis.

Something InsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang