Chapter 9 - The Price You Must Pay
Di dalam ruangan itu, pembicaraan mereka masih berlanjut namun tak ada kata yang terucap. Mereka hanya diam dan mencoba memahami semua yang terjadi. Aneh memang rasanya, beberapa saat yang lalu mereka adalah tim yang kuat dan solid, namun dalam beberapa jam saja semua telah berubah. Terlalu banyak hal yang terjadi dan terlalu banyak pula hal yang tak mereka ketahui.
Kinal mengetuk-ngetukkan jarinya, bosan dengan kesunyian yang menyelimuti ruangan ini. "Bukankah kau bilang kau punya rencana, Mel?" tanya Kinal mencoba memecah kesunyian.
Melody tampak masih terjebak dalam pikirannya sendiri. Butuh beberapa detik untuknya untuk menyadari pertanyaan Kinal. "Ah, ya. Aku masih mencoba memikirkannya sampai sekarang," jawabnya ringan.
"Jadi kesimpulannya kau tidak punya rencana juga?" tanya Ve yang akhirnya berbicara juga.
"Lebih tepatnya belum."
"Jadi Kak Melody berbohong pada kami kalau Kak Melody sudah memiliki rencana untuk melawan PEGASUS?" tanya Nabilah penasaran.
"Apa yang bisa ku lakukan? Saat itu kalian bisa menarik pelatuk pistol kalian kapan saja jika aku tidak berpikir cepat untuk menyelamatkan diriku sendiri." Melody beralasan. "Lagipula yang harus kita pikirkan sekarang adalah bagaimana kita bisa masuk ke markas PEGASUS dengan leluasa. Apalagi tingkat keamanannya akan jauh lebih berlipat dibanding misi kita kemarin. Tentu saja aku bisa masuk dengan leluasa, tapi bagaimana dengan kalian? Bukankah kalian sekarang menjadi buronan PEGASUS?" ia menambahkan.
"Bukankah sekarang posisimu tak berbeda dengan kami? Ketika kau bergabung dan lalu melarikan diri dengan kami di sini, maka kau adalah salah satu dari kami. Dan kami adalah buronan mereka dan kau tidak bisa lari dari hal itu," jawab Kinal santai. "Bahkan jika kau kembali ke markas PEGASUS kau tidak akan mendapatkan kesempatanmu untuk kembali ke sana karena mereka tidak pernah mengenal kesempatan kedua, kecuali kau membawa harga yang harus kau bayarkan," jelas Kinal kepada Melody.
Melody tampak memikirkan perkataan Kinal barusan. Kepalanya tertunduk dengan tangan kanan yang menopang dagunya. Dengan lirih ia mengulang-ulang apa yang dikatakan Kinal barusan.
"Seorang buronan... harga yang harus dibayar...YA! Kinal, kau memberiku sebuah ide." Melody menyeringai puas.
"Katakan pada kami," jawab Kinal singkat.
"Tapi sebelumnya ada yang ingin ku tanyakan pada kalian semua terlebih dahulu. Apa tujuan kalian melakukan ini semua? Apakah semata untuk balas dendam karena mereka telah mengkhianati kalian atau karena kalian memang ingin melindungi hal yang kalian percayai? Seberapa jauh kalian siap berkorban untuk ini?" tanya Melody dengan menatap teman-temannya satu per satu.
Beberapa detik Melody diam, memberikan waktu pada teman-temannya untuk memberikan jawaban. Tak satupun dari mereka mengeluarkan suara. "Jika tak ada yang bisa memberikan jawaban maka rencana ini tak akan berguna," tukasnya tak sabar.
"Seberapa besar pengorbanan yang kau inginkan, Mel?" tanya Dhike.
Melody tersenyum tipis, "Nyawa. Aku ingin kalian mengorbankan nyawa kalian. Dan ya, memang sebesar itu. Untuk bisa masuk ke sana dan melakukan rencana kita, nyawa kalian adalah harga yang harus dibayarkan. Apa kalian siap?"
Semua orang di ruangan itu memandang Melody dengan tak percaya. Sekali lagi, tak ada yang bisa memberikan jawaban. Melody hanya tersenyum tipis melihat respon teman-temannya.
"Sebaiknya kalian siap karena kita tak punya banyak waktu. Aku akan menghubungi seseorang sekarang," ujarnya sambil menekan beberapa tombol di layar handphone-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A.E.T.H.E.R.S.
Fiksi PenggemarA.E.T.H.E.R.S. [An Elite Team of High-risk Espionage and Rescue Service] Aethers. Terdengar seperti nama seorang dewi, bukan? Melody, Kinal, Veranda, Dhike, Nabilah, Beby, dan Gaby dipertemukan dalam sebuah misi untuk merebut kembali sebuah koper be...