DESTINY

25 4 0
                                    

Aku tak habis pikir, bagaimana Rain masih bisa tersenyum saat ini. Jari-jarinya tangan kirinya patah, dan lengannya harus di sangga dengan sebuah gendongan di lehernya. Dengan tenang ia menyuap kembali makanan yang di sebut bubur itu. Makanan yang akhirnya bisa ia makan setelah 2 hari kelaparan.

"kau sudah makan nona?, andai aku bisa membagikan bubur ini untukmu...," ucap Rain dengan senyum lebarnya.

"Eu..., aku tak perlu makanan aneh itu...," ucapku pura-pura jijik, dengan malas duduk di sofa yang disediakan di ruang khusus perawatan itu. Hm..., manusia terlalu rumit, mereka butuh begitu banyak peralatan untuk bisa sembuh dari berbagai luka dan sakit, mereka sangat lemah. Itu lah mengapa mungkin sudah menjadi hal yang wajar jika akhirnya manusia menjadi mangsa para vampire. Aku kembali menarik nafas dalam, menghirup aroma manis di ruang tertutup itu. Andai aku tak tahu darah Rain bisa menyakiti tubuhku, sudah sejak awal mungkin aku akan menyerangnya. LJ?, huh..., pria itu entah pergi kemana dan memerintahku untuk menjaga Rain.

"Nona Jessica..., sudah sifat manusia jika mendapatkan sesuatu yang baru dan lebih baik kami akan meninggalkan yang lama. Gadget, mode, begitu juga dengan makanan. Bagaimana dengan kalian para vampire?, akankah kalian meninggalkan kami jika pembuatan darah ini berhasil?," tanya Rain sambil meletakkan sendoknya kembali ke dalam mangkuk. Aku terdiam, perlahan bangkit dari sofa dan duduk di kursi yang ada di samping ranjang Rain.

Wajah pucat itu dihiasi beberapa lebam dan luka gores, menatapku dengan tatapan langsung yang begitu polos penuh pengharapan. Aku kembali mencium aroma memabukkannya yang lebih kental karena aku berdiri di dekatnya seperti ini. Liurku mulai membanjiri kerongkongan, memikirkan berapa manis dan hangatnya darah Rain. Mustahil..., manusia pasti akan tetap diburu walau ada darah buatan sekalipun. Apa manusia tak akan memakan kerbau karena ada sapi?, huh..., itu tak mungkin. Aku belajar susunan dalam rantai makanan di sekolahku. Dan Manusia adalah predator yang paling serakah.

"hm..., jujur itu tak mungkin...," jawabku singkat membuat Rain terdiam, namun kemudian mulai tertawa kecil.

"maka aku tak bisa memegang janji para vampire bukan?, aku tak akan memberikan apa yang kalian inginkan..., semua sama saja, tak akan ada yang berubah, kalau manusia punah, maka biarkanlah kalian vampire mati kelaparan," ucap Rain dengan nada yang semakin rendah dan tajam, membuatku mengerutkan kening heran. Cukup merasa dipojokkan dengan ucapannya. Dengan perlahan mencoba menyentuhnya, tapi Rain terlihat kaget dan menjauhkan dirinya. Kedua tangannya terkepal menggenggam selimut dengan erat, sedikit gemetar membuat ku terdiam dengan reaksinya. Tapi perlahan aku menangkup wajahnya, mengarahkan wajahnya agar ia menatapku. Rain membuka matanya yang terpejam kemudian menatapku sayu, terlihat akan menangis.

"aku tak akan memukulmu karena kau mengatakan apa yang kau pikirkan Rain..., bagiku itu wajar. Untuk para vampire mungkin manusia hanya ternak..., tapi berbeda dengan kau..., ayahmu dan para ilmuan manusia lain. Jika kau mau..., kau bisa di ubah menjadi vampire Rain, hidup lebih lama dan lebih kuat, apalagi jika penelitiannya di temukan, maka kita bisa hidup dengan baik...," ucapku berusaha meyakinkannya. Rain anak yang pintar, aku yakin Bangsawan Lilith dan Sammael bisa memberikannya kesempatan menjadi vampire. Sebagai penghargaan atas penelitian yang berhasil manusia lakukan.

"bahkan mungkin manusia lain juga bisa diubah menjadi vampire semua, bukankah itu berita sangat baik?, tak akan ada lagi perbedaan," ucapku berusaha membuatnya mengerti. Tapi Rain mengernyit jijik, mencoba melepaskan dirinya dariku.

"itulah mengapa walau sehebat dan selihai apapun kalian berusaha hidup layaknya manusia..., kalian tak akan pernah bisa menjadi manusia..., sejak awal kalian itu hanya pemangsa, berburu dan membunuh adalah hal biasa bagi kalian..., apa dengan mengubah manusia menjadi vampire semua akan selesai?, itu artinya kalian membunuh kami..." ucap Rain seraya mengalihkan tatapannya dariku. Aku terdiam dengan ucapannya, entah bagian mana dari diriku merasa sakit dengan ucapannya..., apa yang bisa ku katakan untuk meyakinkannya jika semua akan baik-baik saja jika aku sendiri tak yakin dengan nasib mereka para manusia nantinya.

Dalam diam kemudian aku duduk di samping Rain. Terus menemani saat Rain melanjutkan makannya dengan tatapan mata yang kosong, entah apa yang ia pikirkan. Hanya saja aku mulai berdecak kesal sambil bangkit dari dudukku, membuat Rain menengadah menatapku.

"aku tak bisa memikirkan dimana letak kesalahan menjadi seorang vampire, apakah kau pernah berpikir bagaimana aku dan yang lain terlahir menjadi vampire tanpa bisa memilih, sama sepertimu yang harus terlahir sebagai manusia. Destiny..., Apa yang bisa kau lakukan saat kau hanya bisa hidup dengan menghisap darah?, haruskah kami dibunuh sejak bayi jika itu yang kau maksud dengan manusiawi?," ucapku akhirnya, kesimpulan yang bisa ku dapatkan setelah lama berpikir. Tanpa menunggu tanggapan Rain, aku segera keluar dari ruang itu dan berdiri diam di luar ruangan.

.

.

.

LJ menatap Rizal tajam, menuntut jawaban pada sesuatu yang membuatnya benar-benar marah.

"aku tak tahu siapa yang menyewa mereka LJ..., tak ada yang bisa aku jelaskan padamu. Hanya saja dari apa yang kau laporkan, aku bisa memastikan ada tiga kelompok berbeda yang mencoba mencuri hasil penelitian. Yang menculik anak itu di awal dan yang kemudian akan membawanya saat kau baru datang ke tempat itu, serta orang yang menyewa dua BG profesional itu. Aku tak tahu apa hubungannya kelompok- kelompok ini... ," jelas Rizal atas teori yang ia dapat. LJ tak merespon, hanya menggeram rendah seraya berbalik ingin pergi dari tempat itu.

"kau bisa membawanya besok, president telah mengkonfirmasi semua, Bangsawan Lilith dan Bangsawan Sammael akan menunggunya, pastikan kali ini kau menjaganya dengan baik...," ucap Rizal yang hanya tersenyum sekilas melihat LJ menatapnya tajam. Sepertinya mood pria itu hancur setelah guru dan seniornya terlibat dalam kasus itu.

....

Keesokan hari aku sudah menyiapkan semua perlengkapan, karena kami akan pergi ke castil Bangsawan Lilith hari ini. LJ seperti biasa hanya menghisap cigaretnya tenang dan duduk di atas sofa dengan santai. Kami menunggu Rain yang sedang bersiap-siap di kamar mandi.

Drip..., Rain menatap kaget saat sesuatu jatuh ke atas westafl, cairan merah itu masih menetes perlahan hingga Rain menemukan sumbernya, dengan cepat ia mengusap hidungnya, menatap cermin mendapati darahnya kini mengotori punggung tangannya. Rain sesaat terdiam namun segera mencuci wajahnya dengan air dingin, menengadah mencoba menghentikan pendarahan, butuh beberapa saat hingga Rain yakin mimisannya telah berhenti dan ia lega karenanya.

"kau sudah siap Rain?," tanya ku sambil mengetuk pintu, tak lama hingga kapala dengan rambut merahnya itu menyembul di balik pintu. Aroma manis kental itu menyeruak membuatku terpaku sesaat.

"aku sudah siap Nona...," ucap Rain membuatku tersadar. Segera saja aku menarik lengannya dan membawanya tepat ke hadapan LJ.

"ayo kita pergi..., aku tak sabar mengunjungi nenek moyangku itu...,"ucapku dengan senyum lebar, membuat LJ mendengus singkat. Ia bangkit keluar dari ruang dan kami mengikuti tanpa banyak bicara lagi.


VAMPIRE LAIR Human EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang