Aldrian Kevano Pramana.
Entah apa yang membuat aku pergi ke sekolah begitu pagi, ini adalah pertama kalinya aku pergi begitu awal dari siswa lainnya, mataku meneliti keadaan sekolah yang masih menggelap dengan penerangan yang terbatas, ya tentu saja satpam sekolah hanya menghidupkan lampu di tempat yang tertentu saja.
Dengan santai aku berjalan menelusuri koridor dan langsung masuk kedalam kelas ku yang letaknya di ujung tangga.
Aku menghembuskan nafas panjang menyadari tidak ada yang bisa aku perbuat sekarang di dalam kelas. Tanganku memilih sibuk mengambil kamera di dalam tas dan segera keluar kelas.
Hembusan angin sepoi-sepoi membuat bulu ku merinding dengan udara dingin yang sedikit masuk ke dalam kulit,mata ku tertuju kearah tangga di samping tangga yang sedikit gelap, aku gidikkan bahu tak acuh dan melanjutkan jalan ku walau bulu ku tiba-tiba merinding.
Sial!
Aku tidak akan pergi sekolah lebih awal lagi.
Suara benda jatuh mengagetkan ku sehingga secara refleks kaki ku berlari kencang sambil melihat ke arah belakang di mana lampu di dekat kelasku tiba-tiba mati.
"Shit!" Umpat ku kesal dan tergesa-gesa tanpa melihat sekitar.
BUG!
Langkah ku terhenti menyadari telah menabrak seorang cewek di hadapan ku sehingga ia terjatuh ke lantai. Aku menatap wajah cewek di hadapan ku ini yang ternyata adalah gadis pembawa sial, begitulah yang aku sering dengar dari sahabat ku dan teman-teman di sekolah.
Cewek ini berwajah datar tanpa ekspresi dengan senyum yang tidak akan pernah di tunjukkan nya kepada siapapun dan yang membuat ku terkejut adalah cewek ini masih berwajah datar walaupun ia telah jatuh di lantai.
Kacamata yang bertengger di hidung nya terlepas dan terjatuh ke lantai tidak jauh darinya.
"Sorry, gue gak sengaja." kata ku dengan pelan dan dia hanya diam tidak menjawab perkataan ku setelah ia berhasil berdiri.
Mata kami bertemu sesaat membuat ku terkejut bahwa ia jauh lebih cantik di bandingkan memakai kacamata yang selalu ia pakai dan aku begitu heran bahwa ia tidak langsung mengambil kacamatanya.
"Itu kacamata lo." tunjukku memberitahunya dengan wajahku, reaksinya masih sama diam dan datar, tangannya terulur mengambil kacamata nya yang sedikit berjauhan dari tempatnya.
"Lah, gue gak salah lihat kan? ini cewek dengan mudahnya mengambil kacamata yuang letaknya jauh dari tempatnya berdiri, seharusnya dia susah mengambil kacamata." Batin ku terkejut tapi menunjukkan tetap wajah biasa-biasa saja, mata ku masih asik melihat gadis es ini yang memakai kacamatanya dan langsung melenggang pergi menuju kelasnya. Kepala ku menggeleng baru menyadari bahwa inilah pertama kalinya aku berdekatan dengan gadis es itu.
Tangan ku meraih kamera dan mulai memotret punggung gadis es itu. Senyum ku mengembang melihat hasil yang ku ambil.
"Menarik," ucap ku pelan dan melanjutkan langkah ku ke taman sekolah untuk membidik taman yang menurut ku unik di ambil saat terbit fajar.
Bayangan wajah cewek dingin itu menghentikan aktivitas ku, gadis yang ku ketemui pertama kali tadi begitu kaku dan dingin sangat jarang aku melihat cewek sepertinya yang membuat ku heran adalah kacamata yang bertengger di tulang hidungnya selalu, gadis itu tampak seperti sengaja memakai kacamata untuk membuat nya seperti gadis kutu buku agar di jauhi oleh orang, begitu lah firasat ku untuknya.
Samar-samar aku mendengar jeritan suara perempuan yang tidak begitu jauh dari tempat ku membuat ku penasaran dan mengikuti arah suara tadi, semakin lama aku berjalan suara bentakan bisa ku dengar lebih jelas, mengapa pagi-pagi begini sudah ada keributan?
Tubuhku tersentak melihat cewek yang baru saja ku temui tadi terkulai lemah di atas lantai tidak sadarkan diri. Mataku melebar melihat beberapa cewek centil yang terkenal dengan sok berkuasanya tengah menatapku dengan wajah pucat pasi.
"Aldrian." suara nya terdengar bergetar saat memanggil namaku bahkan tubuhnya terlihat kaku di samping tubuh cewek es itu yang tidak sadar kan diri.
"Apa yang lo lakuin buat dia, Tania!" tanya ku dengan suara tinggi lalu berjalan tergesa-gesa menghampiri cewek ini, geraman terdengar dari mulut ku melihat wajah cewek dingin ini sedikit membengkak dan terlihat berbekas jari seperti habis di tampar di wajahnya.
"Lo apain dia hah!" Bentak ku lagi dengan emosi, bagiku ini sudah kelewatan menyiksa orang yang tidak bersalah hingga si korban pingsan, si pelaku memandangku dengan mata yang berkaca-kaca membuat ku mendengus kasar melihat nya, pintar sekali dia berakting di depan ku dengan menampakkan wajah menangis.
"Aku hanya melakukan hal yang benar, Dri." belanya dengan nada rendah, tubuhnya sedikit bergetar mendengar bentakan ku barusan.
"Lo bilang benar?! Lo itu cewek gak tau diri! Menyiksa orang yang gak ada punya salah dengan lo!" kata ku berapi-rapi dan mulai mengangkat tubuh gadis ini ke gendonganku. Tania memandang ku dengan amarah dan langsung melenggang pergi di ikuti teman-temannya tanpa rasa bersalah.
Sedikit berlari aku membawa nya ke ruang uks yang letaknya tidak jauh dari kelas gadis ini, nafas ku naik turun saat sudah meletakkan tubuhnya di atas tempat tidur yang sudah di sediakan, mata ku memandang ruangan uks yang sepi, aku berdecak mengetahui bahwa ini masih pagi dan tentu saja petugas UKS belum datang, saat aku ingin keluar hampir saja aku menabrak seorang cewek yang ingin masuk ke UKS.
Ia sedikit terkejut melihat ku di UKS, alis nya berkerut yang sudah ku ketahui apa yang ada di pikirannya. "Lo petugas UKS?" Tanya ku langsung kepadanya tidak memerdulikan tatapan herannya.
kepala nya mengangguk pelan menjawab pertanyaan ku.
Lega rasanya melihat nya adalah petugas UKS. "Teman gue pingsan, bisa lo obati?" Tanya ku kepadanya dan ia langsung mengangguk dan segera masuk ke dalam melihat siapa pasiennya pagi hari yang pingsan.
"Gue balik ke kelas dulu, nanti gue balik lagi ke sini." ucapku tiba-tiba dan dia masih mengangguk tanpa bersuara dan aku langsung melenggang pergi meninggal UKS.
Lorcin
KAMU SEDANG MEMBACA
K A Y L A (SUDAH DI TERBITKAN)
RomanceMasa lalu yang begitu kelam membuatnya menjadi gadis yang dingin dan pendiam. Siksaan demi siksaan selalu di rasakannya tanpa belas kasihan. Harapan permintaan maaf dari ayahnya kini menjadi tabu. Perih yang selalu di rasakan kini tergantikan dengan...