Twelve

13.2K 711 11
                                    

Caliandra tidak merasa sedih akan perlakuan Rayhan tadi, yang ia rasakan malah kekesalan. Ya, ia kesal dengan dirinya sendiri yang terlalu pengecut menghadapi situasi ini. Yang ia bisa hanyalah bersembunyi dibalik emosi kemarahan, karena itu memang lebih mudah dilakukan daripada harus berhadapan langsung dengan perasaannya saat ini. Caliandra hanya terdiam sepanjang perjalanan pulang, teman-temannya sejak tadi sudah berusaha mengajaknya bicara namun tak ada yang membuat hatinya lebih baik. Sampai akhirnya tinggal Caliandra dan Gama yang tersisa di mobil ini.

Gama sebenarnya ingin sekali menanyakan apa yang terjadi dengan Caliandra dan Rayhan, namun Gama tahu Caliandra pasti akan bicara nanti kalau hatinya sudah lebih baik. Memaksa Caliandra sama saja dengan mencari masalah dengannya, jadi lebih baik tidak. Gama akan menunggu Caliandra bicara. Gama memang senang mencandainya tapi Gama tahu kapan ia harus memulai dan kapan ia harus berhenti. Dan masalah ini sepertinya sudah menyangkut soal hati, Gama tak ingin mencampurinya.

"Mau gue bawain tasnya gak?" Gama sudah turun dari mobil dan menawarkan diri untuk membantu Caliandra. Namun Caliandra menolaknya halus.

"Makasih ya Gam, maaf kalau bikin acaranya gak asik di akhir begini. Gue masuk ya. . ."

"Eh Cal . . ." Caliandra menengok kembali menatap Gama, "Ada baiknya lo kabarin Rayhan kalau lo udah di rumah, sekalian tanya juga kalau dia udah di rumah apa belum. Dia kelihatan capek tadi."

Entah atas dasar apa Gama berkata seperti itu, Caliandra tak menjawab apapun. Ia hanya berlalu meneruskan langkahnya masuk ke dalam rumah. Yang ia butuhkan saat ini hanya menenangkan hati, ia butuh jawaban atas kelakuannya pagi ini yang benar-benar  kekanakan. Dan tentu saja Rayhan semarah itu. Ia sadar tapi ia tak ingin berdamai, ia butuh lebih banyak keyakinan dibandingkan hanya sekedar alasan untuk membenarkan kejadian kemarin malam.

Caliandra hanya menyapa Ibunya seadanya, berpura-pura bahagia dan semuanya baik-baik saja. Mengatakan kalau Rayhan tak ikut mampir karena harus segera menemui temannya. Lalu dengan alasan lelah, semuanya berakhir dengan begitu mudah. Ia pun mendapatkan waktunya untuk sendiri.

"Dan sebodoh itukah gue? Hanya karena malu gue dengan mudahnya mempermainkan perasaan orang. Ternyata gue bahkan jauh lebih jahat dari Rayhan. Dia mungkin galak dan gak peka, tapi dia....." Caliandra menenggelamkan dirinya dengan racau-racauan tak jelas soal perasaannya.

Yang ia tahu sekarang ia bukan hanya takut karena malu namun ia sebenarnya takut mengahadapi perasaannya. Dan dalam pikiran Caliandra, ia takut jika Rayhan tak menyukainya. Bagaiman jika Caliandra hanya menjadi sebuah pelarian? Rayhan sendiri baru saja putus dari Ayesha. Semudah itu kah hubungan ini berlangsung? karena awalnya semuanya tidak baik-baik saja. Wajar saja kalau Caliandra merasa insecure dengan semua ini. Mungkinkah Ia hanya orang yang tepat disaat yang tepat untuk Rayhan? terlalu banyak pertanyaan dan Caliandra hanya belum siap menghadapi semua jawaban itu. Caliandra tidak siap untuk sakit hati.

Dan ditengah kekalutannya, Tante Rania malah menanyakan kabar Rayhan yang belum juga pulang. Hari sudah semakin malam, tentu saja tante Rania cemas karena Rayhan mengatakan akan pulang pagi ini namun tak ada kabar lagi.

"Syukurlah kalau kamu sudah di rumah, mungkin Rayhan mampir ke rumah Dimas atau temannya yang lain. Rayhan suka begitu tapi tante tetap saja khawatir. Dan kalau sudah main dia suka lupa sama hape-nya, pasti ini hape-nya lupa di-charge lagi sampai gak bisa dihubungin."

"Ya tante, tadi sih kayaknya Rayhan bilang mau mampir ke tempat temannya," Entah kenapa Caliandra malah berbohong. Mungkin ia hanya ingin tante Rania tidak khawatir lagi, "Nanti kalau Rayhan ngehubungin saya, saya kasih tau untuk hubungin tante ya."

"Iya Cal, kalau gitu kamu lanjutkan istirahatnya ya."

Caliandra sudah cukup lelah hari ini dengan segala macam pikirannya meskipun seharian ia hanya bergelung di kasur kamarnya. Dan sekarang Rayhan malah membuat semuanya semakin rumit. Belum lagi ia jadi teringat perkataan Gama saat mengantarnya tadi pagi. Jangan-jangan terjadi sesuatu dengan Rayhan. Perasaan cemas seketika menyergap akal sehatnya.

Caliandra langsung bangkit dari kasurnya, dan dengan asal menarik cardigan yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Ia tidak tahu harus mencari Rayhan kemana, tapi ini lebih baik daripada harus berdiam diri dan memikirkan yang tidak-tidak. Untung saja orang tuanya sedang keluar, jadi Caliandra tak perlu susah-susah mencari alasan kenapa ia harus pergi malam-malam dan tiba-tiba begini.

Berkali-kali dirinya men-dial nomor handphone Rayhan dan berkali-kali pula ia tak mendapatkan jawaban apapun. Berkeliling tak tentupun juga tak memberikannya hasil. Yang ada sekarang, ia malah terdampar di seberang pagar tembok rumah Rayhan dan terdiam disana, berharap Rayhan akan segera pulang dan baik-baik saja.

"Lo kemana Rayhan? Are you okay? I'm sorry Ray."

*

Rayhan baru akan membuka pagar rumahnya ketika menyadari ada mobil yang terparkir di seberang rumahnya dan ia kenal begitu baik. Tapi Rayhan tak yakin, mana mungkin mobil itu ada disini. Pemiliknya saja sedang marah besar kepadanya, bahkan sampai membuatnya uring-uringan begini. Bukannya pulang malah kabur menuju kosan Haryo, hanya untuk sekedar menumpang tidur. Sayangnya tubuhnya tak semudah itu untuk tidur, malah ia diganggu oleh Dimas yang juga berada disana. Cerita ini berakhir dengan tiga lelaki jomlo bermain WE hingga lupa waktu.

Rayhan penasaran, rasa penasarannya sekaranglah yang membuatnya terkejut ketika menyadari siapa orang yang ada di dalam mobil tersebut.

"Cal? Caliandra?" Rayhan memanggil Caliandra sambil mengetuk kaca jendela mobil Caliandra. Sepertinya ia tertidur sembari menenggelamkan wajahnya di balik kemudi mobilnya. Yang merasa dipanggil, baru saja menyadarkan dirinya. Kaget mendapati seseorang yang berdiri diluar mobilnya, Caliandra membuka pintu mobilnya.

Rayhan lebih kaget lagi karena mendapati lengan mungil wanita ini sekarang sudah berada di pinggangnya. Memeluk dengan erat seperti takut kehilangan. Dan yang terdengar hanya suara isakan tangis. Rayhan tak pernah mendengar ataupun melihat Caliandra menangis, dan sekarang wanita ini menangis dihadapannya entah karena apa. Tapi sepertinya sebagian besar penyebanya karena dirinya sendiri.

"Caliandra, lo kenapa?"

"Gue pikir lo kenapa-kenapa..." Caliandra mencoba menyelesaikan kalimatnya di tengah isakan tangisnya yang mulai mereda. Tangis Caliandra pecah juga, setelah seharian ia begitu tak enak hati dan pertahanannya tak sekuat itu. Dadanya terasa sesak menahan kesal, bingung, dan cemasnya. Mau tak mau hanya menangislah yang bisa membuatnya lega.

"Bodoh. Kenapa mikir macam-macam? Udah ah jangan nangis lagi, guenya juga gak apa-apa. Udah ya Cal. . ."

Caliandra menghentikan tangisannya, bukan saatnya ia menjadi cengeng begini di hadapan Rayhan pula. Ia melepaskan pelukannya. Rayhan baik-baik saja dan mungkin sekarang ia harus menjelaskan perihal masalah kemarin malam juga tadi pagi.

"Ma. . .maafin gue, soal tadi pagi."

Rayhan terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab permintaan maaf dari Caliandra, "Jawab dulu lo kenapa tadi pagi? Apa lo malu ketemu gue?"

Rama tak mengerti kalau jawabannya semudah itu, karena semudah itu juga Caliandra mengangguk. Sebegitu sulitnyakah mengerti wanita sampai-sampai ia tidak tahu kalau Caliandra sebenarnya hanya malu bertemu dengan Rayhan. Ide ini saja baru ia dapatkan dari celetukan Dimas tadi. "Jadi serius lo cuma malu ketemu gue?"

Caliandra mengangguk sekali lagi, ia masih menunduk belum berani menatap Rayhan secara langsung. "Abis lo-nya gak ngerti. Malah marah-marah. Gue kan kesel, yaudah jadi marah juga. Kenapa sih laki-laki itu gak peka? " Tak diduga tanggapan Rayhan malah tertawa dan gantian memeluk dirinya. "Rayhan lepas, gue belum selesai ngomong."

Bukannya melepaskan, rayhan malah mengeratkan pelukannya,"Kalau udah cerewet begini berarti udah baik-baik aja. Laki-laki itu bukan cenayang Caliandra, gue mana bisa tahu kalau lo gak bilang. Gue mungkin gak peka, tapi bukan berarti gue juga harus tau semua yang lo pikirin kan? Lagian kenapa harus malu sih?"

"Lepasin dulu baru gue jawab!" Rayhan menyerah dan melepaskan pelukannya. Namun Caliandra tak menjawabnya malah berbalik buru-buru masuk ke dalam mobilnya. Sayangnya ia masih kalah gesit dengan tangan Rayhan yang sudah menahan pintu mobilnya.

"Kok malah kabur sih? Masih malu ketemu gue?" Rayhan tidak tahan untuk menggoda perempuan di hadapannya ini. Dan rasanya wajah Caliandra sekarang mulai memerah karena Rayhan terus menggodanya. Setidaknya Rayhan merasa lega malam ini, semuanya ternyata hanya kebodohannya karena tak bisa mengerti apa-apa soal Caliandra. Dan sekarang tinggal satu masalah lagi yang harus diselesaikan, tentang dirinya, Caliandra, dan perasaan mereka masing-masing.

*

I Choose YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang