Cry

29 1 0
                                    

-Irfan POV-
'shit kenapa mata coklatnya penuh gelisah seperti ini, ada yang menumpuk di pelupuk matanya, kenapa matanya yang hangat sekarang menatap penuh kedinginan' aku berucap dalam hati

Tak lama kemudian cairan bening itu meluncur tanpa hambatan di atas pipinya. Hatiku panas. Seakan terbakar oleh cairan itu.

"Rana kenapa nangis" aku mengusap lembut pipinya
"Aku takut kak" sejurus kemudian air matanya menghambur keluar.
"Kamu takut kenapa?" aku mendekapnya
"Aku salah apa? Kenapa mereka gitu? Aku gak punya maksud buat deketin kakak sama sekali" tangisnya semakin keras
'oh tuhaaan jangan siksa aku dengan tangisnya ini'

-Karina POV-
Mataku terasa panas
Dia mendekapku setidaknya aroma tubuhnya itu mampu membuatku tenang sesaat saja.

Setelah cukup lama dia melepaskan dekapannya. Itu sangat membuatku frustasi. Ada hening yang menjengkelkan antara aku dan dia
Sejurus kemudia dia menghidupkan mobilnya dan mengemudi menuju arah pulang.

.
.
.

Kemudian aku sudah sampai di depan rumahku aku menyeka air mataku dengan sapu tangan pemberian kak Irfan

"Sudah jangan nangis lagi" Kak Irfan menatap mataku

Oh tuhan dia sangat indah, kenapa matanya berwarna biru dengan semburat hijau yang indah di tengahnya. Tuhan bahagia saat menciptakannya. Aku yakin.

"Aku bakalan pastikan kl kamu gaakan lagi di ganggu lagi sama dia" dia meyakinkanku

Perlahan lahan dia menggenggam tanganku dan mengecupnya lembut

"Aku gak akan biarin mereka nyentuh kamu" seperti ada yang melompat dalam dadaku dan membuat aku seakan ingin berteriak saat itu

"Yasudah kak aku balik ya" dia hanya tersenyum kepadaku

Aku langsung turun dari mobilnya dan sejenak melmbaikan tangan lalu masuk kedalam pagar. Aku mendengar deru mobilnya menjauh.

Aku masih melangkahkan kakiku dengan malas ke dalam rumah. Saat aku membuka pintu rumah bang Adjie sedang berdiri di baliknya dan pintu yang kubuka menabrak kepalanyaa

"Aduuuh..." dia memgelus dahinya. Aku langsung masuk dan menyentuh kepalanya
"Maaf maaf Bang. Abisnya sih abang berdiri di belakang pintu gabilang"

"Matamu kenapa merah gitu?" bang Adjie menatapku heran

"Gk ini tadi sama mas.. ah udahlah bang males ngomongnya" aku berpaling tapi aku tersentak saat Bang Adjie menarik lenganku

"Sama Irfan? Dia ngapain kamu" kemudian aku menjelaskan yang terjadi tadi
"Cc? Julia? Mereka ngapain kamu? Berani banget? Ayo kamu ikut aku sekarang" Bang Adjie menarikku paksa

"Bang apaan siih, gausah kayak gitu, aku gak suka" aku melepas tangannya

"Mereka harus tau kamu siapa" dia menghidupkan motornya dan memaksaku naik keatasnya dan melaju sangat kencang

Tak laam kemudian aku sudah sampai di salah satu cafe di depan komplek perumahanku yang berjarak sekitar 400m aku turun dan heran lalu Bang Adjie masuk dan aku melihat Cc di dalam 'gimana Bang Adjie bisa tau kalo mereka disini' ucapku dalam hati

"Bang Adjie" julia lalu berjingkat memeluk Bang adjie
"Lepas, najis gue" aku langsung meringkus di belakangnya
"Apa yang lo lakuin sama adek gue?" dia menarikku sehingga sekarang posisiku ada di depannya

"What?? Adekk?? Jangan canda deh Bang" Reni berdiri tepat di depanku. Aku menggenggam sapu tangan kak Irfan semakin kuat
"Iya. Kenapa? Adjie Adiwijaya. Karina Adiwijaya. Kalian lupa sama Marga keluarga besar Adiwijaya. Dia memegang garis keturunan ke-3 bokap dan nyokab gue. Sama kayak gue, dia cucu dari Toro Adiwijaya. Pemegang saham terbesr No.2 setelh gue. Adek gue. Sekali lagi kalian berani nyentuh dia, sekalipun itu cuma bayangam dia. Jangan harap kalian akan berusia 20th" Bang adjie pergi dan menarikku kembali ke motornya dan kembali kerumah
..
.
.
.
.
.
.
.
.

-To Be Continue-

Part of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang