Selamat pagi, sayang. Maaf aku harus pergi. ~ Li
Dia hanya meninggalkan selembar kertas ini sebelum pergi? Tanpa pelukan sayang atau kecupan ringan? Tak bisakah ia membangunkanku sebelum dia pergi? Oke, mungkin dia tak tega mengganggu waktu tidurku. Setidaknya bisakah dia mengirim pesan? Sekedar memberitahu kepergiannya.
Kau bodoh! Setelah kejadian semalam, harusnya aku sudah memperkirakan ini akan terjadi. Kembali ke kamar. Segera menekan angka 2 pada layar touch handphoneku, panggilan cepat untuk Lili.
''Setelah bunyi berikut silahkan tinggalkan pesan anda.''
Segera saja ku matikan. ''Argh'' Menggigit bibir bawahku dengan kesal. ''Setelah ini kamu akan memposisikanku dimana, Li? Setelah kejadian semalam, apa semuanya akan berubah begitu saja? Setelah apa yang sudah kita bangun selama ini? Tak cukup kuatkah waktu yang sudah kita lalui bersama untuk melawan kejadian semalam? Aku bingung Li.''
Tika luruh, terduduk di lantai. Memeluk tubuhnya begitu erat. Tak ada tangis disana. Menangis semalaman membuatnya sadar bahwa dengan ia menangis tak akan pernah menyelesaikan masalah.
''Apa yang harusku lakukan? Haruskah menyusulmu kesana? Untuk saat ini, rasanya itu tidak mungkin. Sebentar lagi ujian akhir. Ibu dan ayah pasti akan sangat marah jika tahu anaknya pergi.''
''Pergi kemana?'' Sebuah suara berhasil menarik perhatian Tika. Menoleh kearah sumber suara, seketika ia merasa lega. Helaan nafas terdengar dari mulutnya. ''Kamu mau nyusul siapa si?'' Tanya Lili tidak sabaran.
Tika beranjak dari posisinya. Setengah menabrak sosok tegap itu, tangannya menggapai tengkuk Lili. Membawa tubuhnya mendekat. Mendekapnya begitu erat. Menghirup aromanya begitu kuat.
''Kamu gak denger aku nanya apa?'' Lili berhasil menguasai dirinya dari serangan Tika. ''Kamu kenapa si? Gak kaya biasanya deh.''
''Aku kira kamu masih marah, terus pulang tanpa pamit.'' Rajuk Tika.
Lili terkekeh mendengar penuturannya.
''Jangan ngetawain dong! Abisnya nomor kamu gak aktif. Nyebelin banget kan?''
Mencium puncak kepalanya. ''Maaf sayang, batrenya abis. Tadi ada rapat pagi-pagi sekali, semalam karena kamu nangisnya lama banget aku jadi lupa bilang. Tadi pagi aku gak tega bangunin kamu.'' Jelas Lili panjang lebar.
Tika melepas pelukannya. Meneliti penampilan lelaki yang ada di hadapannya ini. Benar saja, Lili masih menggunakan pakaian kantor lengkap. Sedangkan dirinya baru beranjak dari tempat tidur.
''Kau takut aku pergi tanpa sebuah ciuman dan pelukan kan?'' Sudut bibirnya terangkat.
''Apaan si. Nggak!'' Jawab Tika dengan wajah memerah.
''Itu tak akan terjadi sayang.'' Melumat bibir Tika. ''Ayo kita makan. Kau pasti belum makan.'' Berlalu meninggalkan Tika begitu saja.
''Lili! Aku kan belum mandi.'' Teriak Tika.
''Kamu butuh persiapan? Sudahlah rasanya sama saja kok. Yang ini justru lebih enak. Ada sedikit asinnya gitu.'' Lili tampak geli melihat reaksi Tika.
Menghentakkan kakinya dengan sekuat tenaga. ''Aku kan gak ngiler.''
''Tuh buktinya rasanya asin.''
''Kamu pasti boong.'' Tuduh Tika.
Lili menghampiri Tika. Mengangkat tubuhnya, Tika terpekik. Sedikit memberi perlawanan. Namun Lili mengancam akan menjatuhkannya jika Tika tidak bisa diam. Alhasil Tika tunduk dengan perintahnya.
''Belum makan aja beratnya bukan main.'' Ejek Lili.
''Siapa yang minta di gendong Pak Komandan?'' Sela Tika.
KAMU SEDANG MEMBACA
LDR [Long Distance Relationship]
Novela JuvenilJarak yang jauh tidak akan melunturkan semua ini. Semua yang sudah dirajut dengan sedemikian rupa. Gedung yang ku bangun sudah kokoh berdiri menantang langit biru. Jika hanya angin yang menerpanya, dia tidak akan sanggup meruntuhkan dan menghancurka...