Prolog

173 29 3
                                    

Teng! Teng! Teng!

Bunyi lonceng tanda jam istirahat telah dimulai, menggema di seluruh penjuru SD Kharisma Jaya.

Tak lama kemudian, beberapa murid mulai keluar dari kelas mereka. Di antaranya ada yang menuju kantin, bermain di lapangan, kejar-kejaran, dan kegiatan menyenangkan lainnya.

Sementara itu, di dalam salah satu kelas yang berplang III-B, seorang gadis kecil dengan susah payah berusaha mencari hasil dari lima soal cerita tentang pecahan sederhana yang diberikan guru matematikanya.

Soal itu harus ia selesaikan, karena jika tidak, ia tidak akan mendapatkan nilai latihan. Setelah selesai mengerjakan semuanya, ia segera menyerahkan buku latihannya pada gurunya yang masih menunggu murid lain, kemudian berjalan keluar kelas.

Dengan riang, ia berjalan menuju kantin untuk membeli kerupuk sate Ibu Kantin yang selalu menjadi snack favoritnya di sekolah, juga bubur kacang hijaunya. Lalu, ia berjalan menuju kelas.

Tiba-tiba, langkah gadis kecil itu terhenti begitu melihat segerombolan anak bandel di sekolahnya tengah nongkrong di depan pintu kelasnya, karena salah satu anak dari gerombolan itu adalah teman sekelasnya. Yudha, anak laki-laki yang merupakan pemimpin gerombolan bandel itu tampak tengah menikmati es tehnya bersama teman-temannya.

Gadis kecil itu tak berani mendekat. Ia terlalu takut untuk menghadapi gerombolan yang sering menindas murid lain tersebut. Guru-guru sudah beberapa kali menegur gerombolan itu, namun tampaknya mereka tak pernah merubah sifat mereka.

Gadis kecil itu berpikir, jika ia mendekat, sama saja artinya ia menyodorkan dirinya untuk menjadi bahan bulan-bulanan gerombolan nakal itu.

Dengan enggan, ia melangkah pergi menuju kantin, berniat untuk memakan makanannya di kantin saja. Padahal kotak bekalnya ada di kelas.

BRUK!

Gadis itu tersentak, dan berbalik ketika mendengar suara 'gedebuk' keras yang diiringi ledakan tawa banyak murid.

Tampak olehnya seorang anak laki-laki yang merupakan murid dari kelas sebelah, tengah tertelungkup di hadapan gerombolan bandel tadi. Bubur kacang hijau miliki anak itu tertumpah di lantai. Sementara Yudha tertawa terpingkal-pingkal sembari menunjuk anak itu.

Gadis kecil itu kasihan melihatnya. Anak laki-laki tersebut kemudian bangkit dan segera pergi dari hadapan gerombolan itu, tanpa memedulikan makanannya yang berserakan di lantai.

Sebelumnya, gadis itu sebenarnya sudah pernah melihat geng Yudha mengisengi anak laki-laki itu. Tapi tentu saja ia tak dapat berbuat apa-apa.

Ia pun kembali melanjutkan niatnya untuk makan di kantin. Namun begitu tiba di kantin, ia melihat isi kantin yang sudah sesak dipenuhi murid-murid. Ia menghela nafas panjang.

Ia masih belum berani pergi ke kelasnya, yang masih ditongkrongi geng Yudha. Tak kehilangan ide, ia memutuskan untuk pergi ke kebun sekolah. Di sana mungkin ada beberapa bangku beton kosong yang bisa ia duduki sambil menyantap bubur kacang hijau dan kerupuk satenya.

Begitu sampai di kebun sekolah, gadis kecil itu terkejut ketika melihat anak laki-laki yang menjadi bahan bulan-bulanan geng Yudha tadi, duduk di salah satu bangku beton yang tersedia sembari membaca buku pelajarannya. Hati gadis kecil itu pun tergerak untuk mendekati laki-laki tersebut. Anak itu pasti kelaparan.

Dengan hati-hati, gadis kecil itu meletakkan bubur kacang hijaunya di samping laki-laki itu, membuat anak itu menoleh kaget pada si gadis kecil.

"Hmm ... ini ... ini, makan aja, ya. Aku ... ng ... aku ... pergi dulu, deh!" ucap gadis itu, terbata-bata. Tatapan tajam dari anak laki-laki yang duduk di hadapannya ini benar-benar membuatnya gugup setengah mati.

Tanpa memedulikan niat awalnya pergi ke kebun sekolah, gadis kecil itu segera berlari menjauh dari kebun. Ia sempat melihat gerombolannya Yudha sudah berada di kantin, dengan kata lain ia sudah bisa masuk ke kelasnya untuk menikmati bekalnya.

Ketika memasuki pintu kelas, ia tiba-tiba dihadang oleh sesosok anak laki-laki yang membuatnya merinding setengah mati. Gadis kecil itu sadar, bahwa laki-laki di hadapannya ini merupakan salah satu anggota geng Yudha.

"Hei, kamu yang Amelia Dwi Lusiana itu, kan?" tanya anak itu.

Gadis kecil itu terkejut mendengar anak di hadapannya mengetahui namanya. Dalam hati, ia bertanya-tanya ada apa dengan 'kamu yang Amelia Dwi Lusiana itu'.

Ia bukanlah anak yang punya banyak teman. Ia lebih suka menyendiri di sekolahnya.

Karena itulah, mendengar anak laki-laki di hadapannya ini mengetahui namanya, ia jadi heran setengah curiga. Dengan takut-takut, ia mengangguk pelan.

"Mau ikut makan bareng temen-temenku di kantin, nggak?" tawar anak itu, membuat gadis kecil itu terkejut.

Otomatis, ia menggeleng. "Aku mau makan di kelas."

Anak laki-laki itu terdiam beberapa saat, sebelum kemudian kembali berbicara dan berlalu begitu saja. "Yaudah kalau gitu,"

Gadis kecil itu pun menghela nafas panjang, dan dengan senyum lega ia duduk di kursinya untuk menikmati makanan bekalnya.

***

Ini prolognya, ya. Maaf kalau telat ngepostnya T.T soalnya awalnya aku pengen ngapus masa lalunya si Amel tapi rupanya inilah awal dari segalanya. Jadi mohon maaf sebesar-besarnya kalau ceritanya gaje. Vomment-nya aku tunggu, ya! :'v

Beautiful TargetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang