'Birthday Surprise' & Rahasia yang Terbongkar

143 36 4
                                    

Aku berjalan di koridor sekolah yang sepi dengan pelan. Saat ini adalah waktunya jam pelajaran. Wajar saja koridor ini sesepi kuburan. Ketika Bu Irma-guru biologiku-masuk ke kelasku tadi, ia memintaku untuk mengambil beberapa mikroskop di labor IPA.

Dan kini, aku mendapati diriku tengah berjalan menuju kelas sembari membawa boks lumayan besar yang berisi empat buah mikroskop.

Entah kenapa, berjalan sendirian di koridor ini mengingatkanku akan kejadian tabrakan dengan Rino beberapa waktu lalu itu. Hah, sial. Meski gosip mengenai aku dan Rino itu sudah mulai mereda, tapi tetap saja aku harus menerima pengucilan blak-blakan dari siswi di sekolahku yang sebagian besar adalah pemuja Rino.

Beberapa langkah lagi menuju kelas, pandanganku pun mendung begitu mendapati Rino tengah berjalan berlawanan arah di hadapanku. Ia tampak terkejut juga melihatku. Aku pun segera mengalihkan pandangan ke arah lain, berlagak cuek dan tak mengenalnya.

Terserah deh, dia mau natap aku sinis, dingin, atau sebangsanya yang membuatku merasa terkucilkan. Aku nggak peduli, dan aku nggak akan meliriknya!

Tiba-tiba, seseorang menabrakku dari belakang. Alhasil, aku terjengkang jatuh ke depan, dan orang berbau wangi yang sangat mencolok itu tidak ikutan jatuh karena berhasil menyeimbangkan diri.

Mikroskop di tanganku mungkin akan jatuh dan pecah berserakan di dalam boks jika saja Rino tidak refleks menangkap benda itu.

"Feyna, lo apa-apaan, sih! Perasaan tadi lo jalan di belakang dia lambat banget, trus tiba-tiba lo malah lari-lari nggak jelas dan nabrak dia ...." omel Rino pada orang yang menabrakku, yang kemudian kuketahui sebagai Feyna.

Aku bangkit berdiri, dan mengambil boks mikroskop yang berada pada Rino. Gagal sudah usahaku untuk tidak melihat atau meliriknya. Aku berbalik, menatap Feyna yang kini menatapku, nista.

Kemudian, ia menatap Rino dengan tatapan merajuk. "Gue baru inget, gue disuruh cepat balik sama Bu Yas yang ngajar di kelas gue!"

Rino menatap Feyna bingung. "Lho, Bu Yas kan lagi ngajar di kelas gue? Emang kita sekelas?"

Aku langsung mendengus, menahan tawa.
"Nnngg ... maksud gue ... gue disuruh cepat balik sama guru yang ngajar di kelas gue!" ralat Feyna. Pipinya merona.

Rino hanya berlalu sambil geleng-geleng kepala.

"Heh! Penampilan lo tuh nggak oke banget, nyadar nggak sih? Gue sampe ada niat untuk ngerjain elo terus, tau nggak?!" Feyna menatapku sinis, begitu Rino pergi.

Dugaanku salah, karena tiba-tiba kudengar langkah kaki Rino terhenti dan ia pun berbalik. "Fey, bukannya lo lagi buru-buru? Kenapa lo masih di sana?"

Feyna tergagap. "Oh, nggaak. Gue-"

"Amelia Dwi Lusiana! Kamu kenapa masih bengong di sana? Ayo cepat masuk! Teman-teman kamu nunggu!" tiba-tiba kudengar suara Bu Irma melantun memanggilku. Ia tampak tengah berkacak pinggang di depan kelasku. Aku hanya mengangguk, dan Bu Irma pun kembali masuk ke dalam kelas.

Aku membalas tatapan tajam Rino dan Feyna dengan sinis, sebelum akhirnya pergi meninggalkan keduanya dengan kesal.

"Eh, Rino! Jalan sama aja, yuk. Kelas gue sama elo kan searah dari sini!" samar-samar, kudengar suara manja Feyna yang kemudian dibalas Rino, "nggak, ah. Lo jalan sendiri aja sana. Bukannya lo buru-buru?"

Dan aku pun tak dapat mendengar percakapan itu lagi, karena kakiku sudah melangkah masuk ke dalam kelas.

***

Esoknya ...

"Amel!"

Seseorang memanggilku dari belakang, ketika aku hendak masuk ke dalam kelas pagi ini. Aku menoleh, dan mendapati Claudia yang sedang berlari meniti tangga sekolahku-karena kelasku berada di lantai dua.

Beautiful TargetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang