18. Sorenya

502 43 0
                                    

Bel sekolah gue udah bunyi, artinya kita bisa pulang. Biasanya, pulang adalah hal yang kutunggu-tunggu. Tetapi sepertinya tidak untuk saat ini, gue tidak ingin pulang rasanya.

"Pulang bareng gue yuk, Car," kata Yudha. Dia temen gue.

"Gue dijemput sama Geral, Yud."

"Si brengsek? Lo masih mau sama dia, Car? Lo gak liat lo udah ditinggal jadian sama cewek lain?"

"Masih ada harapan, Yud. Gue yakin."

"Gak ada, Car. Percaya sama gue," katanya. Terus dia ketemu Edward dan mereka pulang. Gue nungguin, gak berani nyariin. Tunggu dia nelfon nanyain gue, tunggu dia yang nyariin gue.

"Car, udah dicariin sama Geral tuh," kata salah satu guru saat gue ingin ke arah kantin. Dia emang alumni sini, jadi guru-guru disini kenal sama dia.

"Anaknya dimana, Bu?" tanya gue.

"Di dalem ruang guru tadi," katanya.

"Oke, makasih, Bu." Gue nggak nyari, melainkan menelfonnya.

"Lo dimana?" tanya gue tanpa basa-basi.

"Gue ada di parkiran, lo kesini ya," kata dia. Suaranya bikin adem. Gue langsung menuju ke parkiran melihat-lihat mobil HR-V Hitam berplat B 1234 GER, dan dengan muka yang gue tekuk, gue masuk ke dalam mobil tersebut.

Wangi mobil itu, sama saja dengan wangi Geral. Wangi yang selalu gue rindukan setiap malam, wangi yang selalu gue hirup di sweaternya ketika gue rindu sama dia. Di dalam, kita berdua sama-sama gak ngobrol. Nyapa aja enggak, dan mobil itu keluar dari sekolahanku menuju Fresh Market. Lalu berhenti di depan ruko orang, entah ruko siapa. Kita duduk, dan Geral pesan makanan.

"Double mie mau? Pake apa?"

"Single aja, pake internet sama mangsu," entah kenapa gue tidak mood berbicara dengannya. Lalu Geral balik lagi, dan dengan tiba-tiba dia meluk gue.

"Kangen," katanya. Gue melepaskan pelukkan itu dan berkata, "Ger, lo nyadar gak sih kita itu gak ada status? Lo nyadar gak selama ini lo bikin gue baper? Terus, yang terpenting nih, lo masih punya cewek, Ger. Lo gak sepantesnya gitu ke cewek lain."

"Gue tau, Car. Tapi emang cewek gue bisa bikin gue bahagia dan nyaman like you did? Enggak."

"Terus kenapa lo masih jadian sama dia?" tanyaku. Gue diem, dia diem. Pesenan kita dateng, dan kita langsung makan. Tentunya, tanpa berbicara. Gak lama, gue udah selesai makan tapi gak abis.

"Makan lagi, abisin," kata dia. Nadanya perhatian banget.

"Eneg," kata gue. Terus dia yang abisin makanan gue, gak tau kenapa hari ini dingin banget rasanya. Gue pake jaket, sebenernya ini juga jaket dia sih tadi aku disuruh bawa sama dia. Gue pake aja kebalik, lebih enak.

Sambil nungguin dia makan, gue main HP dan gue ngerasa diliatin sama dia. Aku ngeliat kearahnya, terus dia bilang, "Lo sayang sama gue ya, Car?" Gue gak bisa berkata apa-apa lagi, kalo dia udah tau aku sayang sama dia, kenapa dia gak menghindar? Kenapa dia masih disini? Bahkan, kenapa dia mau ngejemput aku dan ngajak gue makan disini?

Harusnya dia tau gue cemburu waktu dia ngomongin tentang ceweknya. Harusnya dia tau gue gak suka dia ngomongin cewek lain. Terus, dia juga harusnya sadar gue bener-bener gamau dia marah. Tapi akhirnya, gue ikutan marah dan kita sama-sama baik sendiri.

"Ayo pulang, besok ulangan Biologi kan?" kita pulang, dan gue masih kepikiran sama perkataan dia.

Late Night CallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang