[1] One

6.9K 355 22
                                    

DEG!

Aku pun sontak terbangun dan duduk diatas ranjangku.

Lagi-lagi dia. Batinku. Sebenarnya siapa lelaki itu?

Otakku tengah berkecamuk memikirkan tentang hal itu. Semenjak aku pindah dari Gangnam lalu ke Seoul, aku jadi lebih sering bermimpi. Jika mimpi yang bisa ditemukan menyambung dengan pola pikirmu itu akan lebih asyik. Dan akhir-akhir ini ditiap malam, aku malah bisa ditemukan tengah terbangun dari mimpiku yang 'sedikit' aneh.

Bukannya hal-hal mistis yang memenuhi mememori otakku, tapi malah sekelebat bayangan lelaki asing yang selalu bermunculan di mimpiku. Bahkan aku sama sekali belum pernah berjumpa dengan lelaki itu.

Aku pun mengucek kedua bola mataku yang sedikit berat. Lalu ekor mataku beralih kearah jam dinding yang bergantung manis didinding krem pastelku.

Jam tiga pagi. Aku mendengus. Kenapa selalu jam tiga?

Dan sebuah ide cemerlang pun melesat indah diotak encerku ini, ketika kedua lensaku menemukan letak meja belajarku yang tak jauh dari diriku berada. Disana tampak ada lampu belajarku yang masih setia menyala, dengan setumpuk sketch book serta beberapa pensil berwarna lengkap dengan penghapusnya. Sebuah senyum kecil lantas tersungging dibibirku.

Aku segera menyibakkan selimut tebalku agar aku bisa bergerak cepat kearah meja belajarku yang menganggur. Ku buka satu persatu lembaran sketch book-ku yang tampak penuh akan gesekan pensil yang ku ciptakan. Dan ketika aku sudah bisa dikatakan menemukan lembaran polos yang siap untuk diadu dengan beberapa pensilku, aku pun mulai menggapai alat menggambar kesayanganku.

Ku gesekkan perlahan ujung pensil ke permukaan kertas, membuat sebuah bentuk yang masih dikatakan belum sama sekali jadi. Otakku masih terus berusaha mengingat tentang bagaimana bentuk lelaki misterius yang terus bermunculan dimimpiku.

Wajahnya oval. Rahangnya tajam. Bibirnya sedikit tebal. Hidungnya mancung. Sorot matanya yang bisa menghipnotis siapa saja yang melihatnya.

Semua yang dapat ku ingat langsung segera ku tuangkan kedalam gambaranku. Sebelum aku lupa. Karena seperti hukum mimpi, jika semakin kau sering memikirkannya, semakin cepat pula kau akan lupa tentang hal itu.

Dan aku bisa dikatakan 'berhasil' ketika gambaran mengebutku tak terlalu mengecewakan. Ku pandang hasil gambaranku dengan seulas senyuman. Namun ada sesuatu yang membuat jantungku berdegup.

Kenapa lelaki digambar ini tampan sekali?

Aku sontak membelalak dan segera menutup gambar itu dengan kasar. Sejak kapan aku menyukai animasi aneh yang selalu hadir ditiap mimpiku? Jujur aku bukan tipe gadis yang langsung suka kepada seseorang dalam hitungan detik.

Ceklek!

Aku menoleh cepat kearah pintu kamarku yang tampak di buka dari luar. Tampak Eomma yang sedang mengenakan pakaian tidur berwarna merah bercorak bebungaan. Raut wajahnya sedikit bingung ketika ia mulai melongokkan kepalanya ke dalam ruangan.

"So Hyun-ah. Kamu belum tidur?" tanyanya sedang suara sedikit parau. Suaranya khas seperti orang habis bangun tidur. Aku sedikit merasa tak enak kepada Eomma-ku, ia terbangun gara-gara aku terlalu keras menutup sketch book-ku, sehingga menimbukan suara nyaring hingga keruangan sebelah.

"Aku hanya mendapatkan mimpi buruk." Balasku tak kalah parau. Eomma-ku hanya mengangguk mengerti. Hampir setiap hari ia mendapatkan asalan yang sama dariku. Dan hampir setiap hari pula ia memaklumi kelakuan anak sulungnya yang paling cantik ini.

"Sebaiknya kau harus tidur lagi. Karena besok. Err... mungkin nanti pagi, kau harus siap-siap untuk hari pertamamu masuk sekolah." Aku hanya mengangguk mendengarnya. Dan disusul Eomma-ku yang langsung menutup perlahan pintu putih khas kamarku.

Dream. (꿈)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang