Enjoyed~
"Gimana?"
Aku sedikit mendongak saat mendengar pertanyaan Kak Revan, lalu keningku sedikit berkerut karena bingung. Gimana apanya? Tadi Kak Revan bicara apa ya? Aduh karena terlalu serius memperhatikan Kak Vano, aku jadi nggak fokus sama kata-kata Kak Revan.
Melihat wajah bersalahku, Kak Revan tersenyum tipis. "Percuma dong, Re. Kita usaha bikin Vano cemburu, tapi kamu merhatiin Vano terus sekarang." Gumam Kak Revan sembari menghembuskan nafas panjang.
"Ma-maaf, Kak." Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan, karena aku tahu aku memang salah. Aku sudah meminta bantuan Kak Revan, tapi sekarang aku sendiri yang membuat rencana kami hampir gagal.
Kurasakan acakan lembut di rambutku, membuatku mendongak pada Kak Revan. "Nggak apa, kita bisa mulai sekarang." katanya yang hanya bisa membuatku melongo sedikit.
Tidak berapa lama, kurasakan tangan Kak Revan terusir dari kepalaku. "Hei Van, lo ngapain di sini?" suara bass milik Kak Vano, yang selalu sukses membuat jantung berdebar-debar, terdengar. Membuatku mengalihkan wajahku ke arah datangnya suara. Ternyata benar-benar Kak Vano.
"Gue mau ketemu sama Rea."
"Kenapa? Lo ada perlu apa sama Rea?"
"Adalah." Kak Revan menoleh padaku, mengedipkan satu matanya lalu tersenyum miring. "Gue ke kelas duluan ya, urusan gue sama Rea udah selesai." Lalu Kak Revan meninggalkanku bersama Kak Vano yang terus saja menatap Kak Revan curiga. Bahkan setelah tubuh Kak Revan menghilang di balik tembok.
Aku memainkan kakiku di lantai, bingung harus mengatakan apa pada Kak Vano yang berdiri di depanku ini. Hari ini aku belum sempat mengobrol apapun pada Kak Vano karena ada Dad dan Daddy yang tadi mengajaknya mengobrol. Dan sekarang saat ada kesempatan, aku malah kebingungan.
"Mmm, Kak." Suaraku yang terdengar lirih mampu membuat Kak Vano menoleh padaku, wajahnya sudah kembali normal daripada tadi.
Kak Vano memperhatikanku dari atas sampai bawah, lalu kembali ke wajahku. Membuatku akhirnya menunduk lagi karena tatapan intens Kak Vano yang tidak bisa aku balas tanpa membuat pipiku memerah.
"Kamu kenapa? Ada yang sakit? Atau Kak Vano perlu ijinin kamu biar nggak ikut acara selanjutnya?" tanyanya bertubi-tubi yang membuatku langsung menggerakkan tanganku.
"Nggak. Bu-bukan itu." Jawabku langsung.
Kak Vano menangkap pergelangan tanganku, "Terus kenapa pipi kamu merah gitu? Rea, Kak Vano udah bilang berapa kali? Jangan menunduk kalau bicara sama Kak Vano." Sepertinya mood Kak Vano hari ini sedang jelek.
"Iya, Kak. Maaf." Dan aku mendongak sedikit, tapi tetap tanpa membalas tatapan Kak Vano.
Kak Vano menghembuskan nafas panjang, aku tidak tahu kenapa sepertinya Kak Vano kesal sekali hari ini. Padahal tadi sewaktu bertemu Dad dan Daddy, Kak Vano kelihatan baik-baik saja. Malah sempat bercanda juga.
Dan suasana heningpun kembali menyelimuti. Apa yang harus aku katakan? Aku harus mengajak Kak Vano bicara tentang apa? Tolong siapapun beri aku topik yang menarik untuk mengobrol dengan Kak Vano.
"Kamu tahu, tadi Kak Vano bicara sama Uncle Damar dan Uncle Dika tentang sekolah ini. Ternyata, Daddymu dulu sekolah di sini juga. Tapi Uncle Dika kakak kelas, makanya mereka sama sekali nggak kenal dulu. Lucu ya rasanya, sekarang kita sekolah di sini. Seperti meneruskan tahta."
Kak Vano tertawa, membuat rasanya duniaku berhenti seketika. Mataku hanya bisa terfokus padanya. Mungkin kalian pikir ini lebay, atau nonsense. Tapi jika kalian menjadi aku, si anak kuper dan pendiam, tawa laki-laki yang kalian suka itu seperti dunia kalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise Sunflower
Fiksi RemajaDia adalah laki-laki yang paling dekat denganku. Dia adalah laki-laki pertama yang membuatku jatuh cinta setengah mati. Dia adalah pusaran hidupku selama ini. Dia adalah Kevano Putra. Semua orang berkata kami pasangan yang cocok dan ditakdirkan untu...