BAB XVI : PALAGAN JAKARTA

1K 70 11
                                    

Alam Semesta Arvanda, Jakarta, 13 Januari 2013, 00.00 WIB

            “Jadi Apa strategi kita Helmut?” tanya Sanjaya.

            “Aku akan gunakan Infernus Antinencidio,itu akan memusnahkan sebagian besar dari kunarpa-kunarpa ini. Setelah itu kalian cari Calya dan Mara.Ngomong-ngomong di mana yang lain?”

            “Haris dan Kaspar entah mengapa terjebak di Kasha. Olivia dan Helena sama sekali tidak merespon,” jawab Ying Go.

            “Sebentar, orang ini harus kita ke manakan?” Sanjaya menunjuk ke arah Sang Presiden.

            “Dia? Biar aku yang urus,” Ying Go melemparkan sebuah benggala berwarna biru ke arah Sang Presiden dan sebuah portal dimensi langsung muncul menyedot pria itu ke dalamnya.

            “Kau kirim dia ke mana?” tanya Sanjaya.

            “Ke sebuah tempat yang aman.”

*****

                Di sudut lain kota itu tampak sekumpulan prajurit dan sejumlah tank terus menggempur sejumlah kunarpa yang terus menerus berdatangan. Di dalam sebuah tank, Tan Liem Seng terus menerus menyerukan perintah pada para prajurit operator tank untuk menembak ke arah yang ia tentukan. Peluru-peluru bermuntahan dari laras-laras senapan dan laras-laras meriam, tapi para kunarpa itu terus melaju ke arah mereka.

            “Tank #2 dan #3, arahkan kubah meriam ke sudut 150 lalu tembak srabedan yang menuju kemari!” pekik Tan Liem Seng.

            “Amunisi kami habis, Pak!” itulah jawaban yang diterima Tan Liem Seng.

            “Apa?”

            “Pak, ada target berukuran luar biasa sedang menuju kemari!” terdengar suara prajurit lainnya.

            “Tavur?”

            “Bukan Pak, lebih besar lagi.”

            “Astaga,” Tan Liem Seng segera mengubah frekuensi alat komunikasinya, “Rukmana, tarik mundur pasukan kita. Kavaleriku sudah kehabisan amunisi. Minta pasukan cadangan untuk maju sementara kita isi ulang amunisi.”

            “Itu tidak mungkin Mayor. Pasukan cadangan juga sedang menghadapi kunarpa di tempat mereka.”

            “Jadi ... di sini ya akhir kita?”

            “Sepertinya begitu Pak.”

            “Mayor! Kapten! Ada sesuatu di atas sana,” pekik seorang prajurit.

            “Musuh?”

            “Entahlah!”

            Tan Liem Seng langsung berinisiatif membuka palka keluar dari kubah meriam dan melihat sendiri apa yang dilihat oleh anak-anak buahnya. Dan ketika ia menatap langit ia melihat dua cahaya berwarna jingga dan biru cerah tengah melesat turun dan jatuh tepat di antara mereka dan para kunarpa itu.

            Tepat setelah dua sosok itu terjatuh, sejumlah kunarpa tiba-tiba membeku menjadi es dan  sejumlah batu-batu karang berujung tajam mencuat dan mencabik-cabik para kunarpa itu.

            “Astaga!” para prajurit yang hadir di sana semuanya mendesah dan menatap dua sosok itu dengan tatapan tak percaya. Di sana mereka menyaksikan sosok seorang pemuda Melayu berambut pendek yang mengenakan celana jeans hitam, kaus biru dan jaket hitam bersama seorang gadis yang tampaknya adalah keturunan Eropa, bermata biru, berambut pirang, dan mengenakan setelah baju warna merah dan celana panjang berwarna coklat.

Contra Mundi II - Anak-anak ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang