Langkah pertama Ghefari.

76 7 0
                                    

Setiap pulang dari sekolah hanya keheningan yang selalu setia menyambut kedatanganku.
Teriknya matahari membuat tubuhku berkeringat, sembari merebahkan diri di kursi dan meluruskan kedua kakiku, tanganku sibuk merogoh ke dalam tas mencari kipas putih kesayanganku.
Pintu rumah sudah dibuka lebar-lebar supaya angin dapat masuk dan menerpa tubuhku yang sedang diam tak berdaya karena kepanasan.

Dari kejauhan terdengar suara motor yang kian mendekat, tanpa sadar aku menegapkan punggungku dan memasang mata waspada.
Benar saja, Ghefari juga baru pulang dari sekolah.
Ketika pandangan kami sedetik bertemu, buru-buru aku mengalihkan mataku ke layar ponsel berpura-pura tidak perduli dengan kehadirannya.

Setelah terdengar bunyi pagar yang ditutup aku langsung mendesah lega.
Dirasa cukup puas menghilangkan kegerahan yang cukup mengganggu, aku pun bangkit lalu beranjak ke kamar untuk berganti baju.
Kucuran air yang membasahi wajahku berhasil menghilangkan rasa kantuk yang sempat melanda, bergantikan dengan kesegaran yang mengembalikan semangatku.

Bayangan dari cermin dihadapanku memperlihatkan gadis berambut pendek sebahu berwarna kecoklatan dengan kondisi yang kusut dan berantakan.
Disaat aku hendak menyisir rambut, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu utama rumahku. Pikirku, tidak akan sempat jika harus merapihkan rambut lebih dulu. Jadi aku mengambil dua buah karet jepang berwarna kuning lalu bergegas keluar sambil mengikat asal rambutku.

Raut wajah heran sekaligus kaget tidak dapat kusembunyikan ketika melihat dia datang ke rumahku tanpa di undang.

"Ghefar?"

"Hai, Key. Gue gak ganggu kan?"

Aku hampir saja tersenyum melihat tingkah gugupnya saat berbicara padaku.

"Gak ganggu kok. Kenapa?" Tanyaku. Tidak tega jika harus bersikap dingin padanya.

"Udah makan, Key?"

Aku mengernyit, masih belum terbiasa mendengar panggilan baru darinya untukku.

"Belum. Ya lo tau sendiri kan, orangtua gue paling pulang ke rumah sebulan sekali."

Ghefari mengangguk mengerti.
"Kalo gitu ikut gue yuk?"

"Kemana?"

"Makan. Gue juga belum makan."

"Emangnya kak Jani masak? Setau gue hari ini dia masuk kuliah dari pagi sampe sore kan? Pasti belum sempet masak."

Ghefari tertawa pelan, aku sampai terpesona karenanya. Matanya yang menyipit, bibir tipisnya yang melengkung sungguh merupakan pemandangan yang indah.

"Ternyata elo lebih paham jadwal kakak gue daripada adiknya sendiri."

Aku tersenyum malu seraya mengibaskan tanganku ke atas.

"Gak juga. Itu karena gue hampir setiap hari nebeng makan sama kakak lo."

"Jadi lo mau kan, Key?"

"Mau apa?" Tanyaku kebingungan.

"Makan, bareng gue."

Dalam hati aku menimang jawaban terbaik yang harus kuberikan.

Dan akhirnya mulutku pun berkata, "Boleh."

--

Kami berdua makan siang di kantin komplek yang tidak jauh dari rumah. Ketika aku bilang pada Ghefari kalau aku tidak ingin naik motor lagi, jadilah Ghefari mengajakku berjalan kaki ke kantin komplek yang hanya berbeda satu blok.

Sambil menunggu makanan yang sedang disiapkan, aku mulai mengajak Ghefari mengobrol untuk menghabiskan waktu.

"Kenapa tiba-tiba lo pindah kesini Ghef?"

"Karena gue mau ketemu lo, Key." Godanya seraya mengedipkan mata.

Pipiku memanas mendengar rayuannya, aku berpura-pura kesal lalu memukul pelan tangannya yang ada di atas meja.

"Serius ah. Emang sebelumnya lo tinggal dimana? Sama siapa?"

"Di padang, sama orangtua gue, Key."

"Wow, jadi kak Jani orang padang. Pantesan cakep ye, tapi jauh amat sampe kerja di Jakarta."

"Namanya juga merantau, Key. Kok cuma kakak gue yang dipuji? Kalo gue gimana?"

Aku mendengus geli memperhatikan Ghefari yang tidak mau kalah, ingin dipuji olehku juga.

"Gausah sok ganteng deh." Sungutku sebal.

Ghefari memutar matanya lalu tertawa sambil mengacak rambutku. Dasar, cogan kampretos ini tidak tahu kalau karena kedatangan dirinya yang tak terduga mengakibatkanku tidak sempat menyisir rambut. Sungguh memalukan.

--

Selesai menyantap makan siang, aku mengajak Ghefari ke taman yang terletak di tengah-tengah komplek.

Aku segera berlari menghampiri ayunan berwarna jingga dan menyuruh Ghefari mendorongnya untukku.

Kami berdua saling berdiam diri sambil menikmati senja yang mulai menampakkan keindahannya. Bagiku, momen ini sangat menyenangkan. Keheningan yang menyelimuti kami adalah keheningan yang membuat diriku merasa nyaman bersamanya.

Sejenak kemudian Ghefari membuka suaranya.

"Key?"

"Hmm?"

"Boleh minta id line lo?"

Dengan satu pertanyaan yang dilontarkannya senja itu, aku dan Ghefari pun semakin dekat.

• • •

Kemarin sempat baca profile penulis yang lain,
Kira-kira gini:
Gue nulis karena gue suka, terserah mau ada reader/respon/vote/comment atau engga. Yg penting yg baca mudah2an bisa suka jg sm tulisan gue.

Ya,gitu.
Sebenernya belum ada respon.
Tp karena greget pingin nulis, yaudah.

Pendekatan disaat jatuh cinta itu sangat indah dan membahagiakan, iya?

Voments :)

Fallen for My NeighbourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang