Part 4

922 85 2
                                    

Sasuke terduduk di sofa, kedua tangan terkepal di pangkuan dan ia menundukkan kepalanya. Ia sama sekali tak bermaksud mengatakan hal tadi kepada Hinata. Itu harusnya menjadi rahasia pribadinya.

Tapi nasi telah menjadi bubur, dan Sasuke sama sekali tak bisa menarik kata-katanya lagi. Sialan. Gadis itu benar-benar keras kepala, membuatnya seakan tercabik antara ingin menciumnya hanya untuk sekedar menutup mulutnya, atau melemparnya keluar dari penthousenya.

Ia mengusap wajahnya dengan satu tangan. Ia memang bajingan, Sasuke tak membantah itu. Tapi, demi menjauhkan Hinata darinya, ia rela melakukan itu. Sekalipun Hinata harus membencinya. Semua itu tak mengapa. Karena Sasuke mencintainya.

Ya. Uchiha Sasuke, sang CEO tampan itu, mencintai Hyuuga Hinata. Putri sulung keluarga Uchiha. Mencintai tunangannya.

Perasaan ini bukanlah perasaan dangkal, yang muncul secara tiba-tiba. Sudah sejak lama, sejak pertama kali bocah berusia 5 tahun itu bertemu langsung dengan Hinata yang di kala itu masih bayi, ia telah menetapkan diri akan menjadi pelindungnya.

Ucapan seorang bocah yang menjadi bahan tertawaan semua orang yang hadir kala itu.

Namun waktu terus berjalan, dan Sasuke membuktikan ucapannya. Tak peduli dengan apapun, Hinata adalah prioritas utamanya. Meski ia harus bersaing dengan sosok Hyuuga Neji, kakak sepupu Hinata.

Namun, ketika ia beranjak remaja, semuanya berubah. Sasuke mulai melihat Hinata dari sudut pandang berbeda. Ia bukan pemuda bodoh. Ia jelas mengerti kenapa ia seperti itu. Dan ia merasa ketakutan. Ini adalah Hinata-nya. Seseorang selalu ia lindungi sepenuh hati. Ia jelas tak boleh berpikiran aneh, apalagi memiliki perasaan lain terhadapnya. Demi Tuhan, ia sudah memasuki SMA. Ia sama sekali tak ingin menjadi pedophille.

Dan dengan berat hati, Sasuke pun perlahan menjauh. Menghindari sang gadis Hyuuga.

Hingga malam itu.

Sekali lagi Sasuke mengusap wajahnya. Hinata yang datang kepadanya dengan wajah penuh permohonan. Dengan suara penuh keluguan yang menggoda.

Hinata bagaikan malaikat, dan Sasuke adalah iblis yang telah menghancurkan kemurniannya. Kepolosannya.

Ia tak pernah membenci dirinya lebih dari saat itu. Sembari memandangi Hinata yang masih lelap tertidur, Sasuke berjanji bahwa ia tak akan membiarkan dirinya terpesona kembali. Demi dirinya dan demi Hinata sendiri. Demi kebaikannya.

Satu kali saja sudah membuat Sasuke cukup ketagihan. Ia telah merasakan gadis itu, mencicipi setiap jengkal tubuhnya. Menyentuhnya. Mendengarnya terisak, memohon. Ia ingin menyentuhnya lagi. Ia ingin merasakan gadis itu lagi. Ia menginginkan tangannya bergerak menelusuri kulit lembut itu, merasakan tekturnya secara langsung. Hinata adalah candu baginya.

Tapi ia tak bisa.

"Sasuke."

Ia terkesiap sewaktu merasakan sebuah tangan terulur untuk menyentuh pipinya. Mengusapnya. Ia mengangkat kepalanya, dan kedua matanya membelalak lebar mendapati Hinata yang telah berlutut di hadapannya.

"Kau menginginkanku?" suara gadis itu bergetar.

Sasuke menangkup tangan halus yang masih berada di pipinya.

"Selalu." Jawabnya lelah, memalingkan wajahnya. Ia menolak memandangnya.

Tapi Hinata malah menangkup kedua pipinya, memaksanya untuk bertatapan muka dengannya.

"Jangan melarikan diri lagi, Sasuke." katanya dengan kening berkerut. "Sudah cukup."

Sasuke menghela nafas panjang dan ia menggenggam tangan Hinata, memaksa gadis itu berdiri sebelum akhirnya mendudukkan sang gadis ke pangkuannya.

Dear Future HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang