Aku menyandarkan punggungku di sofa. Menatap para undangan yang terlihat ketakutan. Kulepas tiara kecil yang sejak pagi bertengger di kepalaku. Kemudian melemparnya ke belakang. Terdengar suara 'pletak' kecil diselingi rintihan seseorang. Dengan menampakkan wajah bersalah, aku berbalik bermaksud meminta maaf.
Justin berdiri di sana sambil memegang segelas air putih. Salah satu tangannya mengusap kening yang terlempar tiaraku tadi. Dia berjalan mendekatiku kesal. Menggerutu cukup keras yang sayangnya tak kudengar karena suara sirine mobil polisi yang bernaung-naung di luar.
"Kau ini wanita macam apa hah? Melempar-lempar tiara seenaknya. Pantas tak ada lelaki yang mau mendekatimu. Hoh! Aku sungguh bernasib buruk." Katanya sambil menyerahkan segelas air putih itu padaku.
"Nasibku jauh lebih buruk, Mr. Bieber! Lihat saja resepsi pernikahan ini. Hancur karena aku bernasib buruk!" Kataku mengada-ada. Biar saja. Lagipula aku juga tak ingin duduk berdiam diri sambil mendengar orang-orang berteriak dan tim medis berlalu lalang.
"Hey! Kau jangan seenaknya menyalahkanku, Mrs. Bieber! Kau mengarang!" Katanya marah. Dasar! Dia mudah sekali tersulut kemarahannya.
Apa dia bilang tadi? Mrs. Bieber? Benar juga. Sekarang aku menggunakan nama Bieber di belakang namaku. Tidak lagi memakai nama Hunter yang merupakan nama paling tersohor sebagai nama pemilik bank swasta terbaik di USA. Sekarang namaku Bieber. Nama bodoh yang bahkan orang pinggiran kota pun takkan tahu.
Kenapa tidak dia saja yang mengambil nama Hunter? Aku yakin Dad tak akan keberatan.
"Jangan panggil aku Mrs. Bieber! Aku tak suka mendengarnya!"
"Terima saja kalau kau kini memiliki nama Bieber. Semut pun tak akan mengenalinya!" Kata Justin mengejekku.
"Hoh! Kau merendahkan dirimu sendiri!" Kataku sambil menudingkan telunjuk ke depan hidungnya. Si Justin ini, apa dia tak pernah berpikir sebelum berbicara?
"Kau itu keras kepala sekali! Beruntung aku masih mempedulikanmu dan membawakan minum!" Justin mulai berkacak pinggang. Keningnya yang berkerut kesal sungguh membuatku benar-benar menahan tawa.
"Aku tidak minta!"
"STOP!! Kalian pasangan yang menikah kan? Tak bisakah kalian bersabar sedikit dengan menutup mulut kalian dan membantu penyelidikan kami? Kalian punya waktu sendiri nanti malam!" Kata seorang polisi berkacamata.
Blush! Aku tahu wajah kami merah padam. Tanpa berkata apa-apa, aku meminum air yang diberikan oleh Justin tadi untuk menutupi kegugupanku. Justin hanya melirik sebentar, kemudian berbalik meninggalkanku.
**
Bulan madu kami harus ditunda karena penyelidikan CIA yang tak ada habisnya itu. Tidak! Aku tidak sedang menunggu waktu berdua kami. Tapi rasanya menyebalkan kalau harus bolak-balik ke markas CIA untuk melakukan pemeriksaan. Kenapa tidak sekalian saja menginap di sana?
Aku masih tinggal bersama Mom dan Dad. CIA sendiri yang memintanya. Mereka bilang akan memudahkan penyelidikan. Omong kosong! Aku tahu benar prosedur mereka.
Aku harus menghubungi Anubis sekarang juga. Meminta pendapatnya mengenai apa yang harus kulakukan. Masalahnya, penyelidikan CIA terlalu detail. Setiap data seseorang akan diteliti secara cermat. Bisa-bisa mereka mencurigaiku. Walaupun bukan aku pembunuhnya, tapi nama Cleopatratelah tertulis di tempat teratas daftar Most Wanted mereka.
**
Pendapat Anubis benar-benar membuatku kesal. Tapi bagaimana aku menolaknya? Aku sendiri yang meminta pendapatnya. Lagipula dia atasanku. Semua yang dia katakan adalah perintah. Dan memang hanya ini jalan satu-satunya.
Aku meminta orang tuaku agar berkata pada pihak CIA untuk membebaskanku dan Justin dari penyelidikan. Dengan alasan kami baru menikah dan penyelidikan ini benar-benar menyia-nyiakan waktu bulan madu kami.Tentu saja Mom senang sekali mendengarnya.Dia bahkan langsung mengabulkan permintaanku.
Dan di sinilah aku. Menyusuri jalanan Kota Roma bersama Justin dan Jonah. Anjing kecil yang kurawat sejak dulu. Awalnya Justin berang akan keputusanku yang sepihak ini. Tapi untungnya Mom Pattie mau membantuku dan berhasil membujuk anak sulungnya yang manja itu. Kurasa, Mom Pattie kini lebih menyayangiku daripada anaknya sendiri. Rasakan!
Lihat saja sekarang. Dia tak berhenti mengambil gambar dari kamera ponselnya. Mengajakku berjalan-jalan setiap waktu karena tak ada lagi yang bisa kami lakukan. Malas sebenarnya. Aku bukan tipe orang yang suka berjalan-jalan sepanjang hari. Waktu luang lebih banyak kulalui dengan bersantai menonton TV.
Jangan tanya apa yang kami lakukan di malam hari. Kami tidur di kamar terpisah. Aku juga dapat melihat Justin sebenarnya ogah mengajakku keluar dan berjalan-jalan. Tapi mengingat dia baru pertama kali ke Roma, aku tau dia tak ingin tersesat.
"ZIZIII!! Jauhkan anjingmu dariku!!" Teriak Justin saat aku menitipkannya sebentar untuk membeli minuman di pinggir jalan.
"Jangan panggil aku Zizi!" Kataku sambil menarik Jonah yang baru saja membuang air kecil di bawah sepatu Justin.
"Baiklah, Mrs. Bieber! Kau tahu apa yang baru saja dilakukan anjing bodohmu itu?"
Aku memutar bola mata. Susah sekali memberitahunya untuk tidak memanggilku Mrs. Bieber. "Kau tidak lebih pintar darinya, Justin!" Balasku. Menyadarkannya bahwa aku tak suka dia memanggilku Mrs. Bieber.
"Ayolah! Kau ingin dipanggil apa? Ziana itu seperti nama merek air kemasan. Anggap saja Zizi itu nama panggilan kesayanganku!" Kata Justin lagi.
Aku tak menghiraukannya. Seenaknya saja dia mengganti-ganti namaku. Kualihkan perhatianku pada Jonah yang terlihat seperti meringkuk ketakutan dalam gendonganku. Kuusap kepalanya pelan. "Kau jauh lebih pintar darinya sayang. Lihat saja kalau kau membelah kepalanya. Kau tak akan menemukan otak." Kataku pada Jonah.
Justin menatapku geram. Menggeleng tak percaya, kemudian mempercepat langkahnya meninggalkanku di belakang.