Chapter 3

1.7K 65 3
                                    

Pic : Delhi

Kujalani hari ini seperti biasanya, tak ada yang berubah. Hanya saja suasana hatiku sedang buruk, dipenuhi dengan rasa sesak dan kecewa yang menyakitkan.
"Kau dipanggil Ibu Ann di kantornya" kata Liana, teman sekelasku.
"Ada apa? Aku melakukan kesalahan?" Tanyaku.
"Nggak, katanya ada urusan osis"
"Oh gitu, yaudah aku ke sana dulu"
Aku bergegas menuju ruangan Bu Ann.

Tok..tok..tok
Kuketuk pintu ruang Bu Ann.
"Ya, silahkan masuk" suara seorang wanita yang kuyakini pasti Bu Ann.
"Permisi bu, ada yang bisa saya bantu? Sepertinya tadi ibu mencari saya" kataku sopan.
"oh begini, sekolah kita akan menunjuk 2 murid untuk mempromosikan osis sekolah kita, jadi kau akan menjadi wakil sekolah kita"
"Kapan waktunya bu? Saya sudah tidak sabar"
"Sebentar, kita tunggu 1 perwakilan lagi"

5 menit kemudian..
"Maaf saya terlambat bu" kata seseorang dengan terengah engah.
"Iya tidak apa-apa, sini ibu perkenalkan dengan partnermu" kata Bu Ann.
"Ini adalah Delhi, adik kelasmu" terang Bu Ann. Langsung kulihat wajah kakak kelasku itu, dan ternyata dia adalah orang yang kemarin kutabrak.
"Kamu!!" Teriaknya. Aku malu dan hanya menunduk.
"Kau sudah mengenalnya?" Tanya Bu Ann kembali.
"Belum bu" jawabnya.
"Delhi kenalkan, ini adalah Victor. Kakak kelasmu" terang Bu Ann.
"Jadi apa yang harus kami lakukan bu?" Tanya victor.
"Kalian akan ibu tugasi ke sekolah lain untuk promosi osis sekolah kita" jelas bu Ann
"Baik bu" jawabku.

Kami berjalan keluar sekolah, yah dengan sikap dingin Victor.
"Ehm kak maafkan aku soal kemarin" kataku.
"Ya" jawabnya dingin.
"Benarkah kau sudah memaafkanku?"
"Iya"
"Terima kasih"

15 menit kemudian.
Aku sudah sampai di sekolah lain dengan tuan dingin ini, kamipun melaksanakan tugas kami. Aku heran, kenapa sikapnya jadi ramah dan lembut seperti itu? Dan sikapnya kepadaku, sungguh sangat dingin. Mungkin karena aku kemarin sudah menabraknya, tapi kan aku sudah minta maaf. Huh menyebalkan.

Aku berjalan dengan kan Victor untuk mencari taksi, kulihat sekitarku. Tapi ada yang mengganjal, astaga ada seorang gadis berambut pirang dengan wajah seperti boneka porselen, tatapannya kosong. Dan dia berjalan menuju arah kami, tapi aku tak bisa berkata apapun, lidahku kelu, tenggorokanku seperti tercekat. Dan tiba-tiba semuanya gelap.

***
"Delhi, bangun bee, ini aku" sayup sayup kudengar suara lembut seorang lelaki.
"Delhi? Kau sudah sadar?"terusnya.
Kubuka mataku pelan, dan aku terkejut karena di depanku adalah Richi.
"Richi? Kaukah itu? Dimana Kak Victor?" Tanyaku lemas.
"Iya bee aku disini menunggumu, kenapa kau langsung bertanya tentang pria itu?"
"Bukankah dia yang tadi bersamaku?"
"Tadi dia mengantarmu kesini, dan menghubungiku, lalu pergi entah kemana"
"oh begitu, lalu kenapa kau disini, bukankah hubungan kita telah usai?"
"Berapa kali aku harus minta maaf dan menjelaskan semua padamu bee, dia hanya pengagumku"
"Yah mungkin kali ini kau akan aku maafkan, tapi kapan aku bisa pulang dari rumah sakit ini?"
"Kau bisa pulang malam ini" jawab Richi sumringah.

***
Malam hari tiba, Richi mengantarku pulang sampai rumah.
"Kau mau masuk?" Tanyaku.
"Tidak bee, mungkin besok aku akan menjemputmu"
"Baiklah, hati hati di jalan"

Kutatap mobilnya yang berjalan hingga tak bisa kulihat.

Tok..tok..tok.
Kuketuk pintu rumahku, yang kemudian dibuka oleh ayah dan ibu. Wajah mereka tampak sangat cemas.
"Darimana saja kamu nak? Ibu khawatir, ini sudah malam loh" kata ibu lembut.
"Iya nak, tadi ponselmu juga tertinggal, membuat kami semakin khawatir" tambah ayah.
"Tadi Delhi ada urusan osis, terus..." kuceritakan semua pada mereka.
"Tapi sekarang kamu nggakpapa kan? Kamu tidur aja sekarang, besok kamu harus sekolah" kata ibu.

Aku hanya mengangguk dan kemudian berjalan menuju kamarku, kuingat kejadian tadi. Cukup membuatku bergidik ngeri.

***
Setelah sarapan, aku memakai sepatu dan merasa ponselku bergetar

BLACK DIAMONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang