Dejavu

121 8 0
                                    

Aku sekarang ada di paris, dengan segala keindahannya, aku bertemu seorang pria tampan. Aku berjalan di atas menara eiffle dan "dug" seorang kakek menabrak aku dan pria itu. Kami terlempar dan jatuh dari atas menara. Aku menutup mata dan berteriak "aaaaaaaaaa" tiba-tiba mataku membuka. Syukurlah itu hanya mimpi. Yang nyata saat ini di depanku ada Max yang menatapku heran. Dia membawa semangkuk sup dan bubur. Menyendoknya perlahan lalu menyuapkannya ke mulutku. Setelah makan aku kembali ke kelas, ingat dengan tugas yang belum aku selesaikan dan 10 menit lagi harus dikumpulkan. Oh tidak, benar saja dugaanku. Bu Ratna marah besar padaku dan menyuruh aku keluar kelas. Aku sudah mengatakan jika tadi aku sakit. Tapi dia tak percaya, ditambah anak-anak alay itu mengompori Bu Ratna supaya memarahiku. Tapi tiba-tiba ada yang memelukku dari belakang. Astaga Tuhan, itu Max. Bu Ratna semakin marah karena Max memelukku di depan kelas. "Apa apaan ini Max," kata Bu Ratna. Max menjawab, "Kalau guru pengganti orang tua di sekolah tidak bisa menyayanginya, biar aku saja yang menjaga dia!" Aku terkejut mendengar jawaban Max yang begitu berani. "Apa maksudmu Max," tanya Bu Ratna. Max menjawab dengan santai, "dia benar-benar sakit tadi. Saya yang menemani dia di uks. Dia pingsan karena tidak makan demi mengerjakan tugas dari Ibu. Sekarang ibu masih mau mengusirnya keluar? Saya rasa ibu tahu apa yang harusnya seorang guru lakukan" Begitu bijaksana, aku kagum dengan keberaniannya. Berkat dia Bu Ratna tidak jadi menyuruh aku keluar. Aku berterima kasih pada Max. Tapi seperti biasa, anak alay itu menyindirku. Mereka semakin kesal, karena Max begitu romantis kepadaku. Aku sudah bilang kalau aku tidak menyukai dia dan kita hanya berteman, tetapi mereka tak percaya.

Hari demi hari kami semakin akrab. Entah kenapa orang orang menganggap aku pacarnya. Padahal kami sama sekali tidak pacaran. Apa karena sikapnya yang sok menjadi pahlawan untukku? Aku tak tahu. Kami sering pergi berdua, bercerita bersama, dan menghabiskan waktu dengan cara kita yang berbeda. Kami SAHABAT, tak lebih. Hingga suatu hari Max menemuiku, lalu mengajakku pergi esok harinya. Wajahnya tak bersemangat seperti biasanya. "Besok kita pergi berdua yuk," katanya padaku. Aku pun menjawab, "Boleh saja" Esok harinya dia menjemputku dengan mobilnya. Dia mengajakku ke sebuah tempat yang sangat indah. Di lantai paling atas sebuah gedung bertingkat 21. Dengan view sunset di samping kanan dan efek lantai seperti berjalan di atas air. Aku sangat terkesima. Dia mengajakku duduk dan entah kenapa "tes" air mataku jatuh. Max tahu mengapa aku menangis. Dia mengusap air mataku dengan tangannya. Aku menangis karena aku tahu apa yang akan ia katakan. Bisa ku baca dari matanya. Aku tahu kenapa dia terlihat tidak bersemangat. Semua itu karena perpisahan. Benar saja, Max akan liburan lalu melanjutkan sekolah ke Perancis. Aku tidak ingin hal itu terjadi. Max memelukku dan berkata, "kamu tahu apa yang akan aku lakukan. Kamu ingat janjiku padamu? Percayalah aku akan menepatinya. Aku tidak pergi. Aku tetap disampingmu tapi di tempat yang berbeda. Aku berjanji akan mencari dan mendapatkan mu nanti! Maafkan perpisahan ini, aku pun tak menghendakinya. Berjanjilah padaku kamu akan menunggu aku kembali" Aku mengangguk. 3 tahun kita berpisah. Aku menghabiskan waktu sendiri tanpa dia. Aku merasa sangat kesepian. Sedih sekali aku tanpa dia. Separuh bagian hidupku terasa hampa. Aku memutuskan untuk mengambil liburku dan memilih berlibur ke Paris.

Aku berangkat dari Indonesia dengan hati gembira. Sesampainya di sana aku menginap di hotel, lalu berdandan secantik mungkin untuk pergi ke menara eiffle. Saat berjalan aku menemui seorang pria yang sangat tampan mirip sekali seperti orang yang pernah aku lihat. Tapi aku tak tahu pernah melihatnya di mana. Aku seakan sangat mengenal dia, tapi tak tahu siapa namanya. Aku seperti mengalami dejavu. Setelah kuingat ingat, ternyata dia pria yang ada di mimpi ketika aku pingsan waktu itu. Kejadian ini sama persis seperti yang ada di mimpi itu. Aku ingat di mimpi waktu itu aku terjatuh, benar saja sambil melamun tiba-tiba "dug" kakek itu yang di mimpiku menabrak aku dan pria itu hingga kami terjatuh. Aku begitu takut, tapi pria itu memelukku dan berkata, "Jangan takut" Aku perlahan membuka mata dan melihat tangan pria itu menggenggam tanganku erat. Aku melihat ke bawah, indah sekali. Pria itu sangat kuat dia mendekapku dan membawaku naik. Kami berdua selamat. Aku mengajaknya berkenalan. Tapi dia berdiri lalu memelukku dari belakang dan berkata, "Kamu tahu kan siapa aku. Aku adalah janji kita dulu" Aku ingat, dia pasti Max. Aku menangis lalu berbalik memeluk dia. Betapa kagumnya aku padanya. Sekarang dia memiliki banyak saham di Perancis, dia sangat gagah dan tampan. Dia menyapaku lembut "Betapa cantiknya kamu sekarang" sambil mengusap pipiku lalu membelai rambutku. Dia mengajakku ke rumahnya. Rumahnya begitu megah. Layaknya istana raja. Di sana duduk seorang wanita paruh baya yang sangat cantik. Dia ibunya Max. Nama ibunya Meryl. Ibunya bercakap-cakap dengan aku. Bercerita masa lalu Max. Kami tertawa bersama mengingat kenakalan Max.

Tak perlu menunggu lama, aku dan ibu Meryl semakin akrab. Tak terasa sudah 2 minggu aku tinggal di paris. Hingga datang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Max meneleponku mengajak aku pergi menemaninya ke sebuah pesta. Aku berdandan cantik menggunakan dress lengkap dengan tatanan rambut bak princess. Tak lama menunggu, Max datang menjemputku dengan mobilnya yang mahal. Bagian atas mobil itu terbuka, sehingga perjalanan kami di warnai cahaya bintang yang begitu teduh dilihat. Hari ini Max berpakaian layaknya pangeran. Setelah melalui perjalanan kurang lebih setengah jam, kami pun tiba di pesta itu. Pesta yang diselenggarakan dekat menara eiffle itu memang sangat mewah. Di sana sudah banyak tamu yang datang. Tapi aku tak tahu siapa yang mengadakan pesta ini. Aku dan Max duduk di bagian paling depan dekat panggung. Di sana terlihat Ibu Meryl dan teman-teman Max juga. Aku rasa ini pesta ulang tahun kawannya. Tern1yata bukan. Aku begitu terkejut saat lampu tiba-tiba padam. Aku tidak takut, tapi bingung. Beberapa detik kemudian lampu tiba-tiba menyala dan semua suasana berubah. Kini aku berada di atas panggung itu, tanpa aku tahu bagaimana aku bisa berpindah tempat. Saat ini aku berdiri di tengah panggung di sebelah kolam dengan cahaya lampu menyorot membentuk bayangan. Sungguh indah pemandangan ini. Aku tak bisa mengungkapkannya lewat kata-kata. Aku heran, semua mata memandangku sekarang. Dan... Max. Dia berlutut dihadapanku sekarang. Aku semakin bingung. Panggung tempat aku berdiri sekarang naik keatas dan sampai di puncak menara eiffle. Aku bahagia sekali, hampir air mataku menetes. Di bawah semua tamu melihat ke atas menyaksikan kebahagiaanku. Max membuka sebuah kotak berisi cincin sambil berkata, "Will you marry me?" Disaat bersamaan ada lagu thousand years yang dimainkan dengan biola. Aku tak bisa bicara lagi. Kakiku gemetaran, bibir dan pipiku merona. Aku menangis lalu memegang tangannya. Dia memasangkan cincin itu di jari manisku. Tiba-tiba.. "duar" terlihat kembang api bertuliskan 'i love you' diujung langit. Aku sangat terharu. Max mengajakku berdansa dibawah seribu bintang di atas menara itu. Dia mencium leherku kemudian menatap mataku dalam. Aku menjawab "yes, i love you Max" Dari bawah semua orang berteriak "Max belongs to you!" Kini Max berdiri di depanku dan berkata, "Banyak wanita sempurna di dunia ini. Tapi hanya satu yang aku pilih menjadi pasanganku selamanya. Dia yang terbaik dari yan paling sempurna. Dan dia itu kamu" Ibu Meryl berdiri di belakangku. "Aku merelakan Max hanya untuk orang yang ia cintai. Dan aku memilih kamu" Malam itu tidak pernah bisa kulupakan seumur hidup. Aku menangis bahagia tak henti. Aku tak tahu bagaimana harus aku berterima kasih pada tuhan.

Love In ThalasemiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang