Part 2

5K 291 17
                                    

"Aslana, Wartawan pertama yang mengetahui kasus ini. Bagaimana bisa?" Gio melanjutkan langkahnya ke ruang pertemuan. Ruangan itu kosong, sedang tidak digunakan. Ruangan ini lebih baik dari pada lobi kantor DPR yang penuh dengan pegawai pemerintahan yang lalu lalang dan berharap pekerjaan mereka cepat usai.

"Entah lah pak, mungkin takdir itu sudah diatur untuk saya" jawabku dengan guyon. Mendengar jawabanku Gio hanya tertawa kecil, Ia lantas menarik kursinya lalu duduk, dia mempersilahkan ku duduk pada kursi di hadapannya dengan isyarat tangan.
"Kau harus mencoba rasanya mengatur takdir lana" Gio membalas guyonanku. "Jadi, takdir seperti apa yang membawamu kemari?" Kata 'takdir' yang kuucapkan sebelumnya sepertinya menarik perharian Gio, hingga ia merubah pertanyaan 'apa yang ingin kau ketahui dariku?' yang biasanya diucapkan narasumber sebagai isyarat memulai wawancara menjadi kalimat tanya sarkastik 'takdir seperti apa yang membawamu kemari?'

"Bapak pastinya sudah tau tentang kasus yang korupsi bapak Reinathan," Aku memulai wawancaraku dengan hati-hati. "Apa kasus ini membuatmu terkejut?"

"Berapa usiamu?" Gio tidak menjawab pertanyaanku dan malah melempar pertanyaan berbeda padaku. Aku mengernyitkan kening, bingung dengan pertanyaannya yang tiba-tiba.

"25 tahun"

"kau bahkan seusia denganku" kini aku baru mengerti, sebutan 'bapak' dalam pertanyaanku mengusiknya. Awalnya aku hanya berniat menjaga etika mengingat jabatannya, aku sendiri bingung menyebutnya dengan apa. "Tidak, aku tidak terkejut" Gio mengalihkan pembicaraan kembali ke pertanyaanku.
"Aku tidak terkejut dengan kabar bahwa ia menerima suap" Gio mengulang lagi jawabannya dengan lebih jelas.

Jawaban Gio bukan jawaban yang ku perkirakan, biasanya orang lain akan menjawab 'aku tidak menyangka' atau 'dia adalah orang yang baik, itu tidak mungkin'.
"Maksud anda, ini bukan pertama kalinya bapak Reinathan menerima suap?"

"Apa dirimu sendiri terkejut mendengar berita pejabat negara menerima suap?" Gio balik bertanya padaku.

"Lalu dugaan bahwa anda terlibat juga seperti keterangan di persidangan kemarin juga bukan kejutan? Atau anda memang benar-benar turut andil dalam kasus suap itu?"

"itu akan aku jawab dalam persidangan"
***
Denting denting teratur bergema dalam bilik kerjaku, tanganku masih bingung untuk menulis berita seperti apa, jadi aku hanya membentur-benturkan penaku pada gelas kopi. Haruskah aku menulis berita berdasarkan tanggapan ambigu Gio tadi siang?

Gio Nugraha mengatakan bahwa dirinya tidak terkejut jika Reinathan tersandung kasus suap, apakah ini berarti suap bukan pertama kalinya bagi Pimpinan Komisi V DPR ini?

Berita ini akan terbit besok, dan susai janji Pemred, pada halaman utama.

***

Puluhan wartawan dari berbagai media menyerbu gedung KPK dan gedung DPR, menanti sesorang yang dapat dimintai klarifikasi atas rasa penasaran publik 'apakah ini suap yang kesekian kalinya bagi Reinathan?'. Publik menuntut kasus ini cepat di selesaikan, dan tidak hanya berpatok pada kasus suap infrastruktur yang baru-baru ini mencuat. Beritaku membuat publik menginginkan penyelidikan pada Reinathan akan dilakukan mendalam. Ini membuatku gila, apakah aku salah melangkah? Apa aku salah menulis berita? Apa kekacauan ini karena beritaku? Bisakah aku mempertanggung jawabkannya?

My SenatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang