Part 3

4.5K 303 12
                                    

Senyap. Gio bediri tegak menatap lukisan yang menjadi point of focus dalam ruangan itu. Kelam dan lapang, ruangan itu bernuansa abu hitam. Terbiasa dengan jam tidur dan kerja yang tidak menentu, menyatukan ruang kerja dan ruang tidur menjadi pilihan terbaik baginya. Ia menghisap rokoknya kuat, hingga wajahnya menirus dan rahang tegasnya mengeras. Bara api itu membakar tembakau dalam hening, menjalar semakin dekat dengan bibirnya. Pria itu memejamkan matanya, isyarat bagaimana ia mengenang api yang pernah 'membakar' sekujur tubuhnya dimasa lalu. Gio menghembuskan nafas lelah, asap mengepul keluar dari bibirnya. Asap berbenturan pada lukisan itu, lukisa mata sang ayah dengan latar merah membara dengan gaya abstrak.

***

​"beri aku rekomendasi nama wartawan junior dalam surat kabar terkenal beserta jadwal kerjanya, segera" sekretaris Gio dengan sigap mencari apa yang atasannya katakana sebelumnya dalam interkom, lalu mengirimkannya lewat email.

Ada 10 nama dalam laporan itu, dan salah satunya adalah nama Aslana, wartawan junior Koran Berita harian Republika. 'Aslana sering mengisi kolom kecil dalam rubrik kritik makanan, dan siang ini adalah jadwalnya untuk mengulas restaurant crown cow ' iitulah yang tertulis dalam laporan tersebut.

Gio langsung mengambil ponselnya, mengghubungi rekan kerjanya dalam komisi V DPR, Bimo. Pria yang 10 tahun lebih tua darinya itu langsung menjawab telepon dalam dering pertama.

"boss, ada restaurant steak.."

"kau gila? Besok KPK bisa saja menggelar OTT dalam komisi kita, aku sibuk 'membersihkan' diriku, bahkan air pun tak bisa masuk dalam kerongkonganku dalam keadaan seperti ini. Ahh sudah lah, restaurant baru di dekat kantor itu?"

"ya, saya tunggu di lobby boss"

Hanya satu hal yang Gio inginkan dari pria itu, "teruslah mengeluh" bisiknya sambil memasuki lift menuju lobby.

​Gio memilih kursi tepat disamping wanita dengan tanda pengenal pers yang tergantung pada lehernya, Aslana. Sesuai perkiraanya saat pertama kali duduk hingga hidangan penutup datang Bimo tak berhenti mengeluh. Selanjutnya, Gio hanya perlu menunggu berita isi terbit dalam Koran Berita Harian Republika.
***
"Aslana, Wartawan pertama yang mengetahui kasus ini. Bagaimana bisa?"

"Entah lah pak, mungkin takdir itu sudah diatur untuk saya"

Gio tertawa mengingat percakapan singkatnya dengan wartawan junior itu sebelum wawancara.
"apa aku bahkan tidak hanya membentuk takdir untuk diriku sendiri?" Gumamnya sambil tersenyum asimetris.

Give me vote..!

My SenatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang