*Author's POV*
Dua orang pria paruh baya bersama putra dan putrinya sedang berdiskusi di sebuah ruang bawah tanah di kastil kerajaan salah satu pria itu.
"Kakak, apa kau yakin akan memberi kepercayaan pada si kembar ini?" Tanya Sang Adik kepada Kakaknya sambil mengarahkan jarinya ke arah kedua putri kembarnya yang masih bayi.
"Takdir tetaplah takdir. Sesuai dengan ramalan, mereka berdua masing-masing akan memimpin kedua bangsa dari ras kita."
"Takdir, ya?" Sang Adik menatap kedua putrinya.
"Keberanian, ketegasan, keanggunan, dan ketangguhan terpancar dari sinar mata mereka berdua. Tak salah lagi, mereka lah si kembar yang diramalkan akan membawa bangsa kita kepada kemakmuran terbaik sepanjang sejarah." jelas Sang Kakak
"Dan Dionian, aku menunjukmu untuk mengawasi kedua adikmu. Mereka memang bukan adik kandungmu. Tapi kau harus menganggap mereka sebagai adik yang sangat berharga dan perlu diawasi." Sang Kakak mengarahkan pandangannya ke putranya.
"Ini" tunjuk Sang Kakak ke arah tanda yang ada di kening putranya
"Memang tidak sama dengan kedua adikmu yang berasal dari bangsa Zukunft. Tapi, bukan berarti kalian bukan saudara. Kalian adalah saudara. Kita semua bersaudara. Kita semua satu ras." lanjut Sang Kakak.
"Ayah sering sekali menceritakan dongeng kepadamu sampai usiamu 8 tahun, 2 tahun sebelumnya.
Sebuah dongeng yang menceritakan tentang asal muasal ras kita."----
"Ada sebuah galaksi yang bernama Bima Sakti. Di ujung galaksi itu, terdapat sebuah keluarga dengan 9 anak. Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto.
Matahari adalah Ayahnya. Merkurius merupakan anak tertua, dia sangat mudah marah, kepalanya selalu panas. Pluto adalah anak termuda, dia sangat cerdas, kepalanya dingin, dan juga dia merupakan anak yang paling kerdil diantara saudara-saudaranya. Lalu, Jupiter, dia anak ke-5. Dia adalah anak yang terbesar dibanding kakak-kakak dan adik-adiknya."
Sang Ayah mengambil napas lalu tersenyum.
"Dan tidak jauh dan tidak dekat dari Sang Ayah, ada Bumi. Dia adalah anak yang sangat rumpawan. Baik budi pekertinya, tampan penampilannya, cerdas akalnya, dan juga indah matanya. Dibanding anak-anak yang lain, dia yang paling dibanggakan oleh Sang Ayah, Matahari."
"Pluto yang iri karena kecerdasannya tersaingi oleh KakaknyaーBumiーkemudian mengasingkan diri dan pergi dari keluarga bahagia itu. Akhirnya, Bumi benar-benar berjaya. Dia dipercayakan Ayahnya, Matahari untuk membawa kebahagiaan. Sang Ayah pun merombak penampilan Bumi, berbagai warna terpancar dari sana, tetapi, yang mendominasi adalah warna hijau dan putih.
Tetapi, sebuah kesalahan terjadi. Sang Ayah merubah Bumi menjadi mesin penghancur untuk dirinya sendiri."
"Dan apa kau tau, Nak?"
"Apa itu, Ayah?"
Sang Ayah diam sejenak, lalu menarik napasnya.
"Kita juga merupakan sebuah kesalahan yang diciptakan oleh Matahari. Kita bisa bertahan sejauh ini karena kesalahan Sang Ayah, Matahari. Kakek dan Nenek Buyut kita diberi kepercayaan sebagai pembawa kebajikan mewakili ras kita. Walaupun kita merupakan kecelakaan, tapi Matahari tetap menyempurnakan kita. Mereka memberikan kita banyak sekali kemampuan magis yang sangat menakjubkan."
"Kemampuan apa itu, Ayah?"
"Banyak sekali, Nak. Ayah tidak bisa menjelaskannya satu persatu. Tapi, satu kemampuan yang sangat penting demi kelangsungan hidup ras kita, yaitu kemampuan bawaan kita, kemampuan untuk beradaptasi dan menyembuhkan diri dengan sangat cepat, Nak."
Sang Ayah tersenyum.
"Apa kemapuan itu ada pada diriku, Yah?"
"Ya, Nak. Itu benar."
"Semua mahkluk dari ras kita memiliki kedua kemampuan bawaan itu yang tidak usah dipancing-pancing lagi untuk keluar." sambung Sang Ayah sambil tersenyum.
"Oh, lihat bayangan bulan itu. Sudah sangat larut malam, Nak. Kau harus tidur." potong Sang Ayah.
"Tidak, Ayah. Aku masih mau mendengarkan kelanjutan ceritanya." rengek Sang Anak.
Sang Ayah mengintip ke kamar sebelah, kamarnya dan istrinya. Dia kemudian kembali menatap anaknya.
"Baiklah, Dionian. Ibu sudah tidur, ayah akan melanjutkan ceritanya."
Sang Anak tersenyum puas. Dia berhasil menahan Ayahnya untuk tidak pergi.
"Baiklah, sampai mana kita tadi?"
"Hmm... Kemampuan beradaptasi dan menyembuhkan diri, Yah."
"Oh, yah, baiklah. Kemampuan itu dimiliki setiap makhluk dari ras kita tanpa harus dipancing-pancing untuk keluar."
"Kakek dan Nenek Buyut kita bisa bertahan sejauh ini karena memiliki kemampuan itu. Tapi, suatu saat, mereka berdua bertengkar, mereka menciptakan sebuah kerusakan besar di Bumi. Mereka memecah belahkan daratan. Tangisan Nenek Buyut kita yang tidak berhenti selama 100 tahun menciptakan sebuah lautan. Setelah puas bersedih, Nenek Buyut menciptakan bangsa lain dari ras kita. Bangsa Vergangenhet. Tanda yang berbeda tercipta berkat dendam Nenek Buyut kepada Kakek Buyut."
"Tanda ini."
Tunjuk Sang Ayah ke arah kening anaknya.
"Dan apa kau pernah melihat tanda serupa tetapi berbeda di kening pamanmu?"
"Adik Ayah?"
"Ya, benar. Itu tanda asli dari ras kita. Tanda ini merupakan perombakan dari tanda asli ras kita."
Tunjuk Sang Ayah sekali lagi ke tanda yang ada di kening anaknya.
"Disisi lain, Kakek Buyut sudah mengembangkan kemampuannya dan menciptakan sebuah bangsa yaitu bangsa Zukunft."
"Cahaya?"
"Benar. Dan Vergangenhet yang dipimpin Nenek Buyut juga berkembang pesat."
"Ver-gan-gen-het. Gelap?"
"Ya, sekali lagi benar, anakku."----
Pintu ruang bawah tanah diketuk dengan keras dan cepat. Ada hal apa sehingga pertemuan yang seharusnya tidak diganggu ini menjadi diganggu?
Sang Kakak dan Adik saling bertatap-tatapan sejenak. Sang Kakak kemudian mengalihkan pandangannya ke putranya.
"Baik, Ayah."
Putra Sang Kakak seakan mengerti apa yang dipikirkan dan akan dikatakan Ayahnya. Dia kemudian membuka pintu. Yang berdiri di depan pintu adalah seorang Guardian. Putranya kemudian bertanya hal segenting apa yang menganggu pertemuan ini.
Setelah berbincang agak lama, dia mempersilahkan Guardian tadi masuk.
Guardian itu menyampaikan apa yang terjadi sehingga dia menganggu pertemuan penting ini.
"Maafkan saya, Tuan."
Sang Adik dan Sang Kakak terkejut. Sang Adik hanya berdiri mematung, tak bisa berkata apa-apa.
"Nenek..."
Putra Sang Kakak meneteskan air matanya setelah sekian lama sejak pertama kali ia menangis saat dilahirkan. Air matanya turun satu-dua.
"Sekali lagi maafkan saya, Tuan."
Sang Kakak mengepalkan tangannya keras. Tangis Sang Guardian pecah setelah dia tahan sejak tadi.
Duka seketika menyelimuti ruang bawah tanah. Suasana ruang bawah tanah yang lembab membuat duka semakin terasa.----
Langit seakan ikut berduka. Ia seolah-olah juga merasakan kesedihan masyarakat Zukunft dan Vergangenhet. Ia seakan ikut kehilangan sosok penting yang selalu dihormati.
Hujan rintik-rintik berubah menjadi hujan yang sangat deras. Langit sangat gelap. Istana Zukunft hanya diselimuti isak tangis masyarakat ras Ktei. Mereka kehilangan sosok Ratu paling bijaksana dari generasi ke generasi. Ibu dari Raja Zukunft dan Vergangenhet."Kita harus segera menentukan, siapa yang akan jadi penerus kita." ucap Sang Adik kepada Sang Kakak.
"Sesuai seperti ramalan. Baiklah. Sesuai dengan tanda yang ada di kening mereka berdua. Taiana akan meneruskanku menjadi Ratu Vergangenhet, Maiana akan meneruskanmu menjadi Ratu Zukunft."
"Dan anak manusia yang diramalkan itu?"
"Aku tahu. Seorang anak manusia, lahir pada tahun, bulan, tanggal, hari, jam, menit, dan detik yang sama dengan mereka berdua, Maiana dan Taiana. Seorang anak manusia yang lahir dekat dari sini. Aku yakin dia akan menemukan jalan masuk menuju Zukunft segera. 3 tahun dari sekarang. Seorang anak laki-laki yang tampan dan memiliki tanggung jawab yang besar. Dialah anak yang diramalkan itu."----
If you mind, please vote, kay?
Minggu depan mungkin apdetan bakal lebih lama karena author lagi UAS
Stay tune, keep reading. :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimension
Mystery / ThrillerBagaimana jadinya jika dibumi ada makhluk lain selain manusia, hewan, dan tumbuhan? Akan mengerikan bukan? Tidak. Itu tidak benar. TIDAK SEBEGITU MENGERIKAN WARNING: SLOW UPDATE ©Cattelya Sofisti Az Zahra