Pip Pip Pip
Jam digitalku berbunyi. Aku membuka mataku perlahan lalu melihat ke arah jam digital. Aku terdiam sejenak.
"Pagi amat" gumamku dengan mata yang masih beler.
Jam menunjukkan pukul 04:25.
"Perasaan nggak ada nyetting jam segini deh semalem" batinku. Aku pun mematikan alarm di jam digitalku lalu kembali tidur.------
Aku terbangun kembali. Kubuka mataku perlahan lalu kulihat jam digitalku. Jam menujukkan pukul 05:01
"Yaelah, bentaran amat tidurnya."
Aku bangun sepenuhnya lalu mendudukkan tubuhku dan bersandar. Ku kucek-kucek mataku. Aku pun segera bangkit dari kasur lalu meluncur ke kamar mandi. Aku memang sudah dibiasakan dari kecil untuk menggosok gigi dan cuci muka setelah bangun tidur.Brrr
Airnya terasa sangat dingin karena masih Subuh. Aku mengambil wudhu setelah menggosok gigi dan mencuci muka. Lalu kugerakkan kakiku menuruni tangga menuju sebuah ruangan kecil di lantai bawah. Mushola kecil kami.
"Jun, udah bangun, Nak?"
"Udah, Ma."
Suara Mama yang lembut menyambut pagiku. Mama sedang memasak untuk sarapan kami. Tumben sekali Mama membuat sarapan pagi ini.
"Tumben, Ma, jam segini udah bikin sarapan"
"Iya. Oh iya, Nak, alarmnya kepagian ya? Maaf ya, biasanya Jun 'kan bangun jam setengah enam"
"Nggak apa-apa kok, Ma. Jun sekalian mau solat."
"Oh, yaudah, Nak. Solat dulu sana"
Aku pun memasuki satu ruangan kecil yang berada tak jauh dari dapur. Papa sedang berdzikir disitu.------
"Kakak mana, Pa?"
"Darma masih tidur. Kamu bangunin sana."
"Oke, Pa."
Aku menaiki tangga sekali lagi untuk membangungkan Kakak. Sarapan sudah siap, tinggal menunggu Kakak. Papa juga sudah berpakaian rapi, berkemeja putih dan dibalut dengan dasi merah. Menawan dan elegan sekali.Knock Knock Knock
Kuketuk pintu 3 kali. Biasanya Kakak tidak bangun sebelum ku ketuk sekali lagi.
"Kak, bangun. Mama sama Papa udah nungguin." ucapku dari balik pintu. Ketika tanganku hendak mengetuk lagi, sebuah suara yang sangat ngebass timbul.
"Gue disini, le!"
Suara Kakak terdengar dari loteng. Apa yang Kakak lakukan disana?
Aku pun menaiki tangga loteng yang berada di samping kamarku. Masih gelap. Di loteng penerangannya memang minim.
Aku sampai pada anak tangga terakhir.
"Kak?"
"Yak! Sini, le."
Sebuah tangan melambai dari ujung loteng. Aku menghampirinya.
"Ngapain, Kak?" ucapku lalu duduk bersila disampingnya.
"Nyari album." Tangannya grasak-grusuk mengaduk-aduk isi box yang sudah sangat lapuk.
"Album? Album apa?"
"Album foto lah, masa iya album Jeketiportieit. Kalo itu dikamar gue adanya."
"Hahaha... Iya, iya, tau, wota alay." Aku mengejeknya karena dia sangat menyukai idol group itu. Bahkan sampai-sampai kamarnya penuh dengan poster para member idol group itu.
"Yeeh, daripada elu, aidol animu di aidol-in. Udah mau bubar juga Maret 2016. Myus apaan tuh." Dia membalas ejekanku, tapi tangannya masih aktif mengobrak-abrik isi box. Sebelum aku sempat membalas lagi, Kakak sudah menyahut dengan sangat riang.
"Taー"
"Nah! Ini dia yang gue cari." Dia mengangkat "harta karun" nya tinggi-tinggi.
"Yaudah yuk, le, turun kita."
"Hah? Oh, iya, ayo."
"Baju lu masih lusuh gitu, Kak. Rambut juga macem singa nggak sisiran seminggu. Belek juga masih nempel tuh. Seenggaknya ganti dulu gitu, lah." umpatku dalam hati. Kami berdua pun turun. Kakak berjalan di depanku. Aku hanya bisa menatap punggungnya yang sangat mirip dengan punggung Ayah.------
"Mau gue anterin gak, le? Mumpung bareng nih berangkatnya."
Kakak mengeluarkan mobilnya dari garasi. Dia menawarkanku untuk berangkat bersama. Tetapi aku menolak, padahal sebenarnya aku ingin sekali naik mobil sport yang baru berumur 3 bulan itu, hasil dari bisnis online yang dia kerjakan sendiri sejak 4 tahun yang lalu.
"Gak, Kak. Gue kan ada motor juga."
"Yaudah, gue duluan ya."
Kepalanya mengintip dari jendela mobil. Lalu mobil yang bertenaga 323 hp itu langsung melaju dengan kencang.
Aku juga mengeluarkan kendaraanku. Motor hitam dengan ban besar yang baru berumur 2 tahun ini adalah hasil tabunganku dan ditambah oleh Papa. Ehm, aku bayar seperempatnya, Papa bayar sisanya. Tolong jangan tertawakan aku.------
Bunyi motorku memang masih sangat licin. Juga bunyinya khas. Setiap orang yang mendengar bunyi motorku pasti sudah bisa menebak siapa yang ada dibalik helm hitam itu.
Aku memarkir motorku di parkiran sekolah. Lalu melepas helm.
"Nak Jun, udah sembuh?"
Senyum Pak Kadirーpenjaga parkiran sekolahーadalah senyum pertama dari warga sekolah yang menyambutku.
"Iya, Pak. Udah." balasku dengan senyum juga.
"Titip motor sama helm ya, Pak."
"Nggih, Nak Jun."
Pak Kadir memang selalu menyapa warga sekolah dengan senyumannya. Auranya sangat membahagiakan, membuat orang yang di sapanya menjadi ikut bahagia.
Aku pun segera menyelempangkan tasku dan berjalan ke kelasku.IX MIA I
Aku tersenyum ketika membaca tulisan itu, kelasku, rumah kedua ku. Aku pun memasukki kelasku dengan langkah yang santai.
"Stand up!"
Semua orang yang ada di kelas langsung berdiri saat aku memasuki kelas. Aku terkejut dan langsung menoleh kebelakang, takut ada guru. Karena tradisi ini selalu dilakukan ketika ada guru yang masuk. Mereka langsung membungkukkan badannya 90 derajat. Lalu kembali berdiri tegak.
"Loh, gak ada guru kok." pikirku. Kenapa mereka memberi hormat?
Aku menatap mereka penuh dengan tanda tanya. Mereka pun kembali duduk.
"Gak ada guru, kok. Bercanda lu pada"
"Emang gak ada." suara Donny menanggapi keluhanku.
"Lah, terus ngapain pada hormat?"
Aku langsung meletakkan tasku di atas meja dan duduk dibangku tempat aku biasa duduk, disamping kanan Donny. Bangku di sebelah kiriku kosong.
"Yaah, ucapan welcome aja buat anak baru."
"Anak baru?"
Pikiranku langsung melayang ke orang yang bernama Mai itu. Mataku langsung menjelajahi seisi kelas. Tapi tak ada wajah baru.
"Mana si anak baru itu?" tanyaku pada Donny.
"Lo, Jo, anak barunya. Hahaha" Donny tertawa setelah mengucapkan kalimatnya.
"Yaelah, gue cuma gak masuk 2 hari udah dibilang anak baru. Kangen lo pada sama gue?"
"Fans-fans lo tuh." Donny menunjuk kebelakang punggungnya. Aku pun menoleh kebelakang mengikuti arah ibu jarinya.
"Junn~"
"Omaigatt Jun udah masukk~"
"Yampuunn gue pengen nyamperin~"
"Cyaa~ Jun~"
"Lapyuu Junn~"
"Hee..??" Aku menghela nafas pelan. Jijik, geli. Mata mereka begitu aneh ketika melihatku. Aku mengerutkan keningku dan menautkan alisku. Lalu memijit-mijit keningku.
"CYAAA~ YAMPUN JUNN~ GAKUKU GANANA~~~"
Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam? Mereka bisa berkata sekompak itu.
Sebuah langkah kaki memasuki kelas. Aku membenarkan posisi dudukku yang tadi sedang membelakangi papan tulis.
Semua laki-laki yang berada di kelas langsung berdiri(jangan ngeres). Mata mereka sama seperti saat orang-orang aneh tadi menatapku.
"Tuh, tuh, Jo. Anak barunya."
Aku menatap langkahnya, langkah orang baru. Langkah santai yang mantap. Kakinya mulus, putih, licin, dan mungil. Ah, belum menatap wajahnya saja, aku sudah jatuh cinta. Siapa gerangan wanita ini?
"Waahh..."
Semua mata para murid laki-laki menatap wanita itu, tak terkecuali aku. Mulut mereka mangap memperhatikan wanita itu, tak terkecuali aku. Kepala mereka mengikuti gerakannya, tak terkecuali aku. Murid-murid perempuan lain hanya bisa menggelengkan kepalanya, kecuali si wajah baru itu.
Dia meletakkan tasnya di meja sebelahku yang kosong, aku tersadar lalu terkejut, dan kemudian mengusap-usap bangku mejanya itu dengan gesit, padahal tidak kotor.
"Thanks, ya." dia kemudian menduduki kursi baru kuusap-usap tadi.
Wahh, suaranya benar-benar menggoda iman. Jakun ku naik turun saat mendengar suaranya. Kuarahkan mataku untuk melihat wajahnya. Aku sampai bengong memerhatikan wajah halus dan beningnya itu.
"WOII!!!"
Doony menepuk punggungku dari belakang. Membuatku sepenuhnya tersadar dari sensasi yang memabukkan itu.
"E-eh, i-iya, ap-apaan?"
Eh? Kenapa aku jadi gugup begini? Donny hanya bisa menepuk keningnya.
"Baru kali ini lo begini, Jo. Udah 5 kali gue panggilin sambil gue colek-colek punggung lo. Jun bandel ya, gue laporin emak lu ya." Kalimatnya di akhiri tawa licik.
"Hihi" Eh? Si murid baru itu tertawa. Wajahku ngeblush. Aduh, apa yang terjadi denganku?
"Eh, iya. Kamu yang namanya Arjun itu, 'kan? Gue Acaccia Scheilla Schdmit. Salam kenal, ya."
"Panggil aja aku Mai."
"Eh, iya, gu-gue Arjun."
Dia tidak konsisten memakai aku-kamu atau gue-elo. Tapi, kekurangannya itu tertutupi oleh banyak kelebihannya. Aku menegakkan tubuhku, menebar pesonaku. Siapa tau dia bisa tertarik dengan tubuhku yang sangat berisi akibat sering ngegym ini. Tetapi, yang ada aku ditertawai seisi kelas. Aku salah tingkah dibuatnya.
Dia kembali tersenyum.
Jantungku berdegup kencang. Aku pun memalingkan wajahku darinya. Aku tak kuasa menatapnya lama-lama. Ternyata benar apa kata Donny.
"Ini cewek badai gila" umpatku dalam hati.
Guru Matematika pun memasuki kelas. Seisi kelas langsung hening.
"Stand up!"
Kami semua berdiri, lalu membungkukkan badan, lalu kembali berdiri tegak, lalu duduk.To be continued...
For note: cerita ini bukan cerita yang langsung to-the-point. Jadi, nikmatin aja arus yang author bawa
If you mind, please vote, kay? :)
Stay tune, keep reading
(art by: jakebowkett.deviantart.com/)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimension
Misterio / SuspensoBagaimana jadinya jika dibumi ada makhluk lain selain manusia, hewan, dan tumbuhan? Akan mengerikan bukan? Tidak. Itu tidak benar. TIDAK SEBEGITU MENGERIKAN WARNING: SLOW UPDATE ©Cattelya Sofisti Az Zahra