Angky melihat ke seberang jalanan lagi dari balik kaca jendela BMW hitam nya. Disana berdiri sebuah bangunan club dengan nama tepat seperti yang dikatakan Kak Tony di teleponnya tadi. Angky menghela nafas. Ini bukan pertama kalinya dia berada di salah satu kawasan high-class club di kota Jakarta sejak kembali dari Barcelona beberapa bulan yang lalu.
Dia sudah mulai terbiasa lagi berada di negara kelahirannya ini. Tapi masalahnya sekarang, club yang ada disana adalah bukan club yang biasa dia datangi. Dia mungkin bisa mendatangi beberapa club seperti itu ketika masih berada di Barcelona, tapi mendatanginya di kota Jakarta, membuat dia harus sedikit berpikir. Meski sekarang tengah malam, dan dia juga bukanlah pemuda berusia belasan tahun yang mungkin akan dipandang aneh oleh orang-orang.
Tapi kenyataan bahwa dirinya adalah seorang direktur dan putera dari pemilik perusahaan yang cukup terpandang di Jakarta, membuat dia merasa ada sebuah kebanggaan yang harus dia jaga. Atau mungkin tepatnya adalah sebuah image.
Siapa yang akan menyangka, direktur muda, tampan dan kaya raya bernama Angky Dewa Pranatya ini ternyata adalah seorang—
Tit... tit... tit...
KLIK.
Angky menyentuh tombol 'OK' di ponselnya begitu saja, karena tersentak dari pikiran panjangnya.
"Angky? Udah dimana?" terdengar suara Kak Tony.
Dengan agak ragu, Angky menempelkan ponselnya di telinga.
"G-gue udah sampe Kak" jawab Angky.
"Ohya? Dimana?"
Samar-samar Angky bisa mendengar suara keramaian di belakang suara Kak Tony.
"Gue masih di mobil, sebentar lagi gue turun" kata Angky akhirnya, merasa tak enak karena sudah membuat teman baiknya itu menunggu.
Tony Liem adalah senior Angky ketika mereka sama-sama berkuliah di Barcelona. Dia sudah seperti seorang Kakak sungguhan bagi Angky, malah usia mereka yang cukup terpaut jauh, membuat Angky juga terkadang merasa Kak Tony seperti seorang ayah baginya. Karena dari Kak Tony lah, akhirnya dia bisa menerima jati dirinya menemukan keinginan yang sejak lama tak pernah berani dia ungkap. Kak Tony adalah tempat dia berbagi selama ini.
Semua rahasia, semua hal yang tak bisa dia kemukakan pada orang lain, termasuk keluarganya sendiri, maka akan bisa dia katakan pada Kak Tony. Itulah juga sebabnya, Angky merasa tak enak kalau sekarang dia menolak untuk bertemu hanya karena tempatnya yang belum berani dia datangi. Sudah hampir satu minggu Kak Tony berada di Jakarta lagi, tapi Angky selalu sibuk dengan pekerjaannya. Ini jelas adalah waktu yang paling tepat.
Untuk kesekian kali, Angky menghela nafas – mencoba menenangkan diri. Dia melihat pada kaca di dekat kepalanya, merapikan rambut lurusnya, lalu merapikan sebentar jas nya juga sebelum kemudian keluar dari mobilnya.
. . . . .
"Ky!" Kak Tony langsung menghambur ke arah Angky ketika melihat bekas juniornya itu datang dari pintu masuk.
Dia memang sengaja menunggu di dekat sana karena dia menduga Angky akan kesulitan kalau mencarinya di dalam yang sangat ramai dan berisik. Mereka berpelukan sebentar seperti biasa, Kak Tony menepuk-nepuk punggung Angky sambil mengamati pria tampan itu. Mereka hampir setahun tak bertemu, Angky tak berubah banyak – hanya rambut dan penampilannya yang sedikit berbeda.
Selama di Barcelona, Angky selalu mewarnai rambutnya dengan warna-warna terang, tapi sekarang rambutnya hanya berwarna hitam dengan potongan yang rapi. Belum lagi pakaian formal yang dikenakannya.
Kak Tony tersenyum penuh arti, dia memang sudah tahu kalau Angky menjadi direktur selama 8 bulan ini.
"Lo gak sempet ganti baju?" tanya Kak Tony setelah mereka berada di dalam dan duduk di depan sebuah meja bar. Dia memesan dua gelas kecil tequila. Dia ingat kalau itu minuman favorit Angky.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HOOK UP [END]
General Fiction❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : @rieyo626 ❌HOMOPHOBIC SILAHKAN MENJAUH!