Happy reading...
Duduk di ruang tamu sejak jam tujuh kurang seperempat, berhadapan dengan Kak Rio yang juga sudah duduk manis sambil memainkan laptop di pangkuannya. Aku menggeletukkan gigi geligiku, gugup karena Mas Teguh belum datang. Tapi masih kurang seperempat jam, jadi masih belum waktunya.
Angka menunjuk angka jam tujuh, Mas Teguh belum datang. Gigi geligiku bergemelutuk dan kaki kananku bergerak cepat. Mas Teguh ... Kenapa kamu gak datang-datang. Padahal aku sudah bilang musti ketemu Ka Rio jam tujuh tepat dan gak boleh telat.
Jam menunjuk angka tujuh lebih seperempat. Aku gelisah, gigi geligiku bergemelutuk dan dua kakiku bergerak cepat. "Mungkin kena macet, Kak. Jam pulang kerja kan begitu." Semoga Kak Rio memaklumi.
Kak Rio diam, kayaknya lagi konsentrasi sama pekerjaannya. Fiuh, lap keringat. Berasa kayak lagi ngadepin Papa. Tapi Papa yang anggota militer kayaknya dulu gak seseram Kak Rio. Malah Papa tuh suka manjain aku, suka jailin aku. Cuma kalo sama anak lelakinya mah disiplin tinggi dan gak ada ampun. Jadi gaya itu sekarang yang diterapin Kak Rio ke aku.
Jam menunjuk angka setengah delapan. Gigi geligiku bergemelutuk, dua kakiku bergerak cepat, dua tanganku saling meremas. Mas Teguh, kamu benar-benar pengen hubungan kita putus? Oh Tuhan...
Kak Rio menutup laptopnya, ia berdiri dengan laptop di genggaman tangannya. Gak banyak bicara artinya wassalam tapi aku gak mau kisah cintaku dengan Mas Teguh jadi wassalam.
"Pasti ada alasan kenapa Mas Teguh belum datang." Aku menatap Kak Rio dengan tatapan kucing minta makan.
Kak Rio menoleh, memandangku dengan helaan napas panjang. "Kuharap begitu. Panggil aku kalo temanmu datang!" perintahnya, dingin.
Aku mencebik, memandang langkah Kak Rio yang masuk ke kamar yang cuma dua langkah dari ruang tamu. Aku menangis, gak kuasa menahan kesedihan karena Mas Teguh. Dia cinta pertamaku, kuharap aku bisa hidup selamanya dengannya. Tapi kalo begini caranya bisa susah.
Tapi bukankah cinta adalah perjuangan? Jadi aku harus sabar. Ini adalah perjuangan cinta, jadi aku harus tetap semangat.
Jam delapan tepat, suara mobil berhenti di depan rumah. Aku melompat bahkan terpeleset saking semangatnya. Sebuah honda brio merah berhenti di depan. Aku berlari ke teras untuk menyambut kedatangan tamu istimewa, Mas Teguh keluar dari mobil lalu melambaikan tangan kepadaku. Aku menjemputnya dengan senyum sumringah. Marah langsung ilang saat melihat wajahnya.
Aku menggelayut manja di lengannya. "Mas Teguh, kenapa telat?" tanyaku.
Mas Teguh muram, tapi kemudian ia tersenyum. "Maaf ya. Tadi ada acara mendadak di kantor." Tuhkan, kubilang juga apa. Pasti ada alasan yang bikin Mas Teguh telat.
"Kak Rio udah nunggu. Ayo cepat!" Kutarik lengan Mas Teguh, mengajaknya masuk ke rumah dan kuminta duduk di atas kursi.
***
Kak Rio duduk memandang Mas Teguh dengan sorot penilaian, bikin Mas Teguh kikuk di hadapan Kak Rio. Kak Rio tuh macam vampire yang siap menghisap darah. Aku melotot kepada Kak Rio, kasihan Mas Teguh kalo digituin.
"Namamu Teguh, benar?" tanya Kak Rio.
"Iya, Kak," jawab Mas Teguh.
"Kerja di showroom mobil sebagai manager. Showroom mobil apa? Dimana?" tanya Kak Rio.
Mas Teguh semakin kikuk, Kak Rio macam jaksa yang lagi sidangin penjahat. Wajahnya kaku dan terkadang memunculkan seringai merendahkan. Mas Teguh jadi salah tingkah dibuatnya. Aku melotot tapi saat Kak Rio menatapku tajam, aku menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Story
RandomKak Rio, Kakak yang super duper over protektif ternyata diam-diam bikin cowokku kabur tanpa sebab. Bikin aku patah hati tingkat akut jadinya. Bete banget punya Kakak yang selalu ikut campur sama kehidupanku. Pengen lepas tapi Kak Rio sudah bilang, a...