Bab 10 - Penginapan Sederhana

19.2K 1.4K 54
                                    

Hai-hai akhirnya bisa balik lagi meskipun aku gak bisa janji bisa fast update. Lagi sibuk renovasi rumah, ngurusin Bapak dan drama yang harus kutonton hehehehe.

Teruntuk Anggi Puri, thank you udah mau jadi tempat curhatku.

Buat para Mincan grup ARLF aka author and reader love and fun (di facebook dan BBM) terima kasih telah menjadi teman baik, yang jadi tukang sentil sekaligus pelindungku.

Aku terberkati memiliki kalian semua

Terima kasih doa yang telah kalian panjatkan untuk kesehatan Bapakku. Meskipun belum pulih betul, tapi Bapakku sudah melewati masa kritis dan sekarang sedang mengikuti sesi fisioterapi.

Happy Reading...

Sudah kusangka kalo Kak Radit bakalan milih hotel sederhana, tapi tetep saja hatiku gak rela kalo mesti tidur di tempat ini. Sebuah kamar kecil dengan single bed dan sebuah meja ada di sebelahnya, sebuah TV empat belas inch dan kamar mandi kecil ada di sudut kiri ruangan, yang paling menyedihkan adalah gak ada ac. Kamar ini hanya dilengkapi exhaust fan. Ya ampun, ini namanya bukan hemat tapi pelit. "Aku gak bisa tidur disini." Air mata merebak. Gak mungkin aku bisa tidur di kamar seperti ini.

"Hanya malam ini, Ra. Besok kita cari tempat lain." Kak Radit mendorongku masuk ke dalam kamar. Ia meletakkan tas di pinggir ranjang lalu berbaring di atas ranjang.

Kak Radit menepuk kasur, memintaku buat tidur di sampingnya. Aku benar-benar gak bisa tidur di tempat itu, hotel murahan bukan aku banget. "Aku ... Pesan kamar lain aja." Aku memutar badan, mending aku cari tempat lain. Aku gak cari hotel berbintang tapi seenggaknya kamar ber-ac dan bukan hotel kelas melati macam ini.

Kak Radit mencekal tanganku dan memutarnya hingga aku terpaksa balik badan. Ia sedikit membungkuk buat nyamain tinggi badannya denganku. "Jangan ngambek! Tempat ini bersih kok. Kamu kan tahu sendiri, hanya pasangan resmi yang boleh menginap disini,"katanya.

"Tetap saja aku gak bakal bisa tidur. Disini gerah tahu," seruku.

"Gampang. Ntar kukipasin. Sekarang mandi gih! Bau acem." Kak Radit menutup hidung sambil ngipasin muka.

"Boong ih, aku kan udah mandi tadi. Udah pake cologne juga," sewotku.

"Sudah, mandi sana!" Kak Radit mendorongku ke kamar mandi dan sekali lagi aku dibuat mendesah kecewa setelah melihat isi dalam kamar mandi yang sangat ... Radit banget.

***

Hari sudah merayap malam, aku pake tank top dan hot pants, duduk di atas lantai sambil kipas-kipas. Kak Radit baru keluar dari kamar mandi, ia memakai singlet dan celana pendek. Melihat senyumnya bikin aku manyun, kalo ntar malem gak dikipasin, awas saja ya!

Kak Radit duduk di atas ranjang, ia mengusap rambutnya yang basah dengan handuk. Ia melempar handuk ke atas jemuran kecil yang ada di dekat kamar mandi lalu memandangku sambil melipat dua tangan.

"Apa lihat-lihat!" Aku sewot sementara Kak Radit tergelak.

"Mandi lagi sana!" Kak Radit menjatuhkan pantatnya di sebelahku. Ia mengacak-acak rambutku, bikin aku kesal.

"Idih punya suami pelit mah kudu sabar. Kipas-kipas, belajar jadi tukang sate," sindirku.

Kak Radit makin tertawa keras, bikin aku menoleh sambil mengerucutkan bibir. Dasar cowok pelit, pantas saja gak ada cewek yang tahan sama dia. Kutendang kakinya karena sebal, Kak Radit menghindar tapi dia kalah cepat. "Aduh, Ra. Sakit tahu," serunya.

"Bodo," sahutku. Aku terus menendang kakinya, Kak Radit akhirnya berdiri dan berbaring di atas ranjang.

"Habis isya, jalan ke Malioboro, mau gak?" tawarnya.

My Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang