Akhirnya aku bisa ngelanjutin cerita gaje ini. Kalian mohon ikuti saja cerita ini ya hehehe. Cerita ini manis semanis sarang madu yang belum dipetik sama petaninya wekekek (komedi maksa nan gak lucu tapi plis ketawa aja ya hahahaha) maaf kalo luaaama sekali aku ga ngupdate nih cerita. Aku ini sebenernya suka nulis cerita suspense tapi kadang-kadang aku butuh melepaskan otak sangklekku ini dan bikin cerita yang gak kalah sangkleknya (yang justru malah banyak yang suka, Alhamdulillah)
Kebanyakan ngomel ini, kuotaku sekarat di tanggal tua. OH NO, INI MASALAH PALING BESAR BAGIKU. HELP............
Cekidot ajalah.
Punya kakak manis semanis gula jawa, bukan berarti dia punya sifat yang sama manisnya. Pantas saja jika janinku bereaksi setiap kali aku dan Kak Rio berdekatan. Tidak ada siapapun dan apapun yang bisa merubah hal ini dan beruntung sekali karena Kak Radit datang tepat pada waktunya.
Akhirnya, setelah beberapa minggu tinggal di rumah mama, aku bisa pulang ke rumahku tercinta. Rumah mama memang pernah menjadi istana, tapi semenjak tinggal di rumahku sendiri bersama Kak Radit, rumah ini jadi sedikit asing dan sedikit tidak nyaman. Meski begitu, tetap saja perpisahan dengan mama membuat air mataku menitik.
"Ma, Ra. Kalian hanya pisah sepuluh kilo meter. Jangan lebay." Kak Rio dan mulut sarkatisnya membuatku menatapnya.
Senyum seringai khas Rio pasti bakal kurindukan. Meski nyebelin banget, tapi Kak Rio tetap kakakku tercinta. Ingin memeluknya tapi sayang si baby engga mau deket-deket sama om-nya. Sebagai ganti, aku memberinya senyum penuh cinta. Kak Rio, aku menyayangimu dengan sepenuh hatiku.
***
Home sweet home, berada di ruang tamu rumahku sendiri, rasanya seperti berada di surga. Kak Radit membawa tas ke kamar, aku berjalan di belakangnya. Ia melepas jam tangan dan meletakkannya di atas nakas. Melepas kemeja dan membuangnya di dekat kaki ranjang. Badannya yang kian berisi, bikin mataku seperti melihat kue yang sangat lezat. Demi sang jabang bayi, aku mendekati ayahnya dan menyentuh dadanya yang lembut, menciumi aroma keringatnya yang seharum bunga kasturi.
"Kakak, aku kangen kamu." Aku memeluk Kak Radit. Ia menyentuh dagu dan mendongakkan kepalaku. Bibirnya yang lembut, mencium bibirku. Uih, sudah terlalu lama aku meredam perasaan buat bermesra-mesraan sama Kak Radit. Rasanya seperti seorang musafir kelaparan menemukan warung gratisan di pinggir jalan.
Tiga puluh menit kemudian (maaf ye, kagak ada adegan dewasanya wakakakak)
Aku berbaring di atas ranjang bersama Kak Radit yang sudah terlelap setelah mengerjaiku habis-habisan. Memandang langit-langit kamar, aku teringat sama senyum khas Kak Rio. Engga tahu kenapa, aku jadi baper banget pengen segera berjumpa.
"Kak Radit ... Kakak." Aku mencubit lengan Kak Radit, tapi ia tidur seperti orang mati. "Kakak, aku kanget Kak Rio, nih. Pulang, yuk...."
"Ra, kamu kan baru pisah dari Rio sekitar ... sejam lalu. Jangan aneh-aneh." Kak Radit masih tidur miring, membelakangiku. Aku tidur menghadapnya, memeluknya dari belakang.
"Kayaknya, aku engga bisa jauh dari Kak Rio deh Kak. Aku kangen berat nih sama dia."
"Katanya kamu kangen aku. Sekarang aku pulang, kenapa kamu nyari Rio?"
"Bukan aku yang nyari, tapi anak kita."
"Aku capek, Ra. Kalo mau pulang, pulang sendiri ya. Nanti aku jemput, tiga jam lagi."
Ijin yang sudah kukantongi membuatku tersenyum. Segera aku bangkit, mandi besar, memilih pakaian yang terbaik, kaos berwarna hijau dan celana putih. Cus ketemu sama kakakku tercinta. Naik motor scoopy andalan, aku tersenyum sendiri membayangkan wajah Kak Rio dengan senyum tipis dan alis sedikit mengerutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Story
AcakKak Rio, Kakak yang super duper over protektif ternyata diam-diam bikin cowokku kabur tanpa sebab. Bikin aku patah hati tingkat akut jadinya. Bete banget punya Kakak yang selalu ikut campur sama kehidupanku. Pengen lepas tapi Kak Rio sudah bilang, a...