Merah mega mulai memendar
Pertanda Sang Surya telah sadar
Sementara dia menggeliat kekar
Menjalani hari terjal penuh aral
Lugu wajahnya, polos tingkahnya
Tak terlihat mendung dibola matanya
Serasa cerah ada dalam dirinya
Bohong! Dusta! Semua hanya fatamorgana!
Dia yang lemah, dipaksa menyerah
Dia tak berdaya, pada takdir yang berkuasa
Hidupnya, bagai raga tak bernyawa
Meski kadang harus tergelicir
Kaki kecilnya tetap melangkah mungil
Di sudut jalan terpencil
Tuk mengais nasi secuil
Seakan dunia tak mau mengerti
Pada dia yang bahkan tak tahu arti mengerti
Seakan semua hati telah mati
Apakah memang telah mati?
Atau hanya tuli tak peduli
Pada dirinya yang selalu tersakiti
Di mana keadilan itu?
Di sana dia menangis tersendu
Menahan lapar memakan batu
Mengganjal perut yang tak bisa menunggu
Dia mana keadilan itu?
Sementara engkau menikmati waktu
Dia berjuang di jalan berdebu
Mencari hidup yang tak menentu
Bertemankan maut yang siap memburu
Adakah engkau rasakan?
Rasa dia yang terlahir di jalanan
Memikul nasib yang telah digariskan
Menanggung beban tak terelakkan
Oh Tuhan....berilah dia kesabaran.......
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabda Kata, Asa, Cita, dan Cinta
PoetryBangunan kata menyusun makna, meniti asa, mewujud cita, serta menumbuh cinta.