"Ntar aku turunin di koridor samping aja ya, biar lebih deket." Aku tetap fokus pada setir kemudi, jalanan berkabut, tak jelas, rintik rintik hujan yang turun bagai banjir sudah membuat alirannya di sepanjang kaca mobilku.
"Kamu gak punya payung?" Feli memeriksa mobilku bagian belakang, berharap ada sebuah benda ajaib yang dapat menyelamatkannya dari tetesan hujan.
Feli mengacak rambutnya kesal, setelah tidak menemukan tanda tanda benda yang ia cari.
"Dulu sih ada, tapi pas waktu dibawa ke Bandung itu payungnya kebawa angin, jadi ilang deh."
"Yaudah, biar aku minta tolong April bawain payung ke koridor samping." Putusnya sambil terus mencoba menghubungi sahabatnya.
*****
Perjalanan ke tempat ini tidak lama paling membutuhkan waktu dua puluh menit, kalo ngebut bisa jadi cuma sepuluh atau lima belas menit.
Entah kenapa setelah kemarin aku pergi ke tempat ini sekarang aku jadi ingin datang lagi.
Berharap menemukan sosoknya lagi.Hujan sudah berhenti sejak sepuluh menit yang lalu, menciptakan bau tanah khas hujan dan butir butir air yang mempel di rerumputan.
Kulirik sekeliling, kucari view yang menurutku paling pas lalu aku memasang semua dengan teratur. Alat penyangga, kanvas, palet, kuas, dan cat cat air yang sudah tertata di tempatnya. Kugoreskan pensilku terlebih dulu, membuat sketsa sebuah danau dan satu pohon besar di sampingnya lalu aku ingin membuat gambar dua orang anak yang sedang bermain ayunan yang menempel di pohon itu, sang wanita yang diterbangkan dan sang lelaki yang menerbangkan. Pas! Sempurna, sudah seperti yang ku harapkan.
Kurang warna! Kuambil warna biru yang sebelumnya sudah kucampuri warna putih, sengaja membuat kesan biru di langit nampak melembut dan bersahabat. Aku mulai mengambil ancang ancang untuk melukis,dann....."HWAAAA!!!" Teriak seseorang dari arah belakang mengagetkanku.
"Aaaaah!!!!" Teriak ku membalasnya tak kalah kencangnya. Aku merasakan suaraku tak lagi terdengar dan kurasakan seseorang menutup mulutku dengan tangan yang melingkari tubuhku.
"Aduu jangan kenceng kenceng dong ntar dikira aku ngelakuin tindak kriminal lagi." Suara itu! Kepalaku mendongak. Benar! Dasar Handi reseeekk!!!!!
"Awww." Teriaknya kesakitan sambil mengibaskan tangannya yang baru saja ku gigit.
"Anjing galak aja belum tentu gigit, kamu kok--" Dia menggantungkan ucapannya, sengaja menyindirku.
"Salah sendiri aku gak bisa napas, kamu bener bener ngelakuin tindak kriminal tau gak kalo aku sampe mati!" Aku menyilangkan tanganku di leher dan berakting seolah olah sedang tercekik.
Dia tertawa, "Ihh, bodo! Biar langsung aku ceburin ke danau, ilang deh jasadnya."
"Enak aja, kalo disana ada si nyai gimana??" Kataku tidak terima.
"Nyai apaan coba jaman sekarang itu?"
Aku memutar bola mataku kesal.
"Ohiya lagi ngapain? Kamu suka banget ya kesini, aku kira yang kemarin cuma kebetulan aja." Dia tersenyum padaku, senyum yang kurindukan sejak kemarin kami bertemu.
"Ini lagi..." Aku melihat ke arah kanvas yang ada di balik punggungnya.
Oh tidakkkk!!!
"Ahhhh! Minggir!!!" Kudorong tubuh Handi ke arah samping dan dengan cepat segera ku ambil lukisan yang sudah....
Ah! Lukisanku yang indah, sekarang tercoret coret warna biru dari kuas yang tadi ku bawa. Gagal! Gagal! Aku sudah unmood sekarang. Mana bisa ngelukis dengan suasana hati kayak gini? Tenang Amora, tenang Amora. Ambil nafas, keluarkan. Huhhh...
KAMU SEDANG MEMBACA
BUTTERFLY
Romance"Kecintaanku pada kupu kupu membuatku sadar, suatu saat aku dapat terbang dengan orang yang kucintai bersama sama" -Felicia Anne Gunawan. "Aku menyayangimu. Kamu adalah belahan jiwaku. Aku sudah berjanji padamu. Apa kau meragu pada janjiku itu?" -Am...