Chapter 11: Luka

85 5 0
                                    

"Kenapa semuanya diawali dengan kamu?"

***

SUASANA kantin tiba-tiba hening selepas kepergian Gibran. Sementara Angga masih melenguh sakit dibagian pipi kirinya akibat tangan nakal Gibran. Cowok itu bangkit perlahan, sakitnya emang nggak seberapa, tapi sumpah Angga jarang kena tonjok-tonjokan gini makanya sekalinya kena, dia soak.

Cowok itu duduk di salah satu kursi di dekatnya hingga ia melihat seseorang menghampirinya.

"Ngga, gue anterin ke UKS yok."

Angga tidak menoleh, tapi dari suaranya Angga bisa mengenali cowok itu. Namanya Fahri, temannya semasa SMP.

"Nggak usah, sembuh sendiri kok ini." Tolaknya.

"Yaudah, lo gue anterin ke kelas deh. Ngga kuasa gue liat lo jalannya udah kayak zombie."

"Sialan lo! Sakit banget ini gila. Tai si Gibran, minta dirukiyah."

***

"Eh! Gue lupa mau beli minum. Lo duluan aja, Stell." seru Ardita ketika langkah mereka berdua telah menjauhi koperasi. Stella meminta Ardita mengantarnya untuk membeli cermin karena cermin lamanya pecah. Ardita mencibir ketika Stella memaksanya untuk mengantarnya ke koperasi.

"Ya udah jug!"

Perempuan yang rambutnya dikuncir satu itu mengacungkan jempolnya sambil berbalik kemudian setengah berlari menuju kantin kelas X.

Sejauh mata memandang, koridor menuju kantin ini cukup lengang. Ardita juga heran, padahal masih jam istirahat.

Keheranan Ardita terjawab ketika ia memasuki area kantin. Hampir seluruh populasi kantin sedang membentuk lingkaran seperti tengah mengerubungi sesuatu. Karena penasaran, cewek itu mendekat dan membulatkan kedua bola matanya ketika melihat Angga sedang kesakitan.

Dan nggak ada yang bantuin. Bukan, kalo Ardita lihat sih cowok itu kelihatan syok.

"Angga?!!" teriak Ardita membuat semua penghuni kantin mengalihkan perhatiannya termasuk Angga.

Tak mendapat respon apapun dari Angga, kontan Ardita langsung mendekat ke arah cowok itu.

"Muka lo hancur banget, lo berantem?" tanya Ardita namun tak dibalas apapun oleh Angga. Cowok itu masih sibuk dengan rasa nyeri dibagian pelipis dan sudut bibirnya.

"Iya, tadi dia gelut sama si Gibran." sahut seseorang yang ada di sebelah Angga.

"Hahh? Gelut? Berantem maksud lo? Kok bisa?"

Cowok itu mengangkat bahu tak tahu.

"Mending lo anterin dia ke kelas atau UKS kek, kasian dia jalan udah kayak zombie."

Tanpa basa-basi, Ardita langsung mengangkat tubuh Angga. Dirasa Angga masih diam ketika ia mengalungkan tangannya di pundak cewek itu, Ardita langsung menatap Angga sinis.

"Lo lemes banget apa ya? Masa cuma kena bogem gini doang langsung keok, sih?" tanya Ardita ketika mereka keluar dari area kantin.

Tanpa Karena [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang