Chapter 5: Feel Real

175 16 1
                                    

SETELAH pertandingan basket dadakan itu selesai, Ardita terus memasang wajah cemberutnya selama jam pelajaran hingga bel pulang sekolah berbunyi.

Selain karena dirinya bingung dan takut tentang Gibran yang menargetkan dirinya, ia juga kesal karena Angga tidak memberi penjelasan apapun perihal dirinya yang menjadi target Gibran selanjutnya.

Bel pulang sekolah memang sudah berbunyi dari tadi, tapi perempuan yang duduk di deretan bangku ke tiga dekat tembok itu tak kunjung membereskan peralatan sekolahnya ke dalam tas. Buku-bukunya masih berserakan di atas meja dan itu membuat Angga mendesah.

Angga yang tadinya hendak keluar kelas membatalkan niatnya karena jika ia keluar kelas maka Ardita akan sendirian. Ia juga bingung pada dirinya yang tiba-tiba seperti ini. Padahal dulu, mau siapa kek yang paling terakhir meninggalkan kelas ia tidak perduli.

Angga mendekati bangku Ardita dan menarik kunciran rambutnya sesaat setelah ia duduk di sampingnya.

Perempuan itu mengaduh lalu menoleh dan sedikit terkejut dengan Angga yang duduk di bangku sebelahnya.

Cewek itu mengernyit, "Ngapain lo?"
Angga mengedikkan bahu, ia juga bingung, mau apa dirinya ada di sini.

"Eh, Dit." celetuk Angga ketika perempuan di sebelahnya itu sedang membereskan buku-buku yang berserakan di meja yang kemudian dimasukkan ke dalam tas.

Setelah selesai barulah cewek itu menoleh dan mengangkat alisnya.

Kok gue nggak deg-degan ya?

Mungkin ini sedikit aneh, tapi Angga tepat berada di hadapannya dan Ardita tidak merasakan apa-apa. Dan kemarin, ketika ia berada sedekat ini dengan Angga, Ardita suka deg-degan. Tapi sekarang?

Apa perasaannya berubah secepat itu?

"Apa, Ngga?" tanya Ardita akhirnya.

"Lo... nggak apa-apa kan?"

Ardita sekali lagi mengernyitkan alisnya, jika ia masih deg-degan kalau berada sedekat ini dengan Angga, mungkin ia juga akan merasakan hal yang sama apalagi setelah pertanyaan yang Angga lontarkan dari mulutnya.

Kalo Ardita masih deg-degan, mungkin ia sekarang sudah terkapar karena baper ditanya seperti itu sama Angga.

"Gue? Gue baik, cuma yaaa... gitu." jawab Ardita sekenanya.

Angga mengusap tengkuknya yang tak gatal, kenapa ia jadi gugup seperti ini?

Dan kenapa Angga jadi deg-degan?

Anjing, Ngga. Lo kenapa!?

"Angga, woy!?"

"I'm sorry, Dit. I didn't mean it." katanya dengan menatap Ardita tepat di matanya.

Tanpa membuang-buang waktu, Ardita menatap Angga balik. Mencoba menatap ke dalam mata Angga dan mencari sesuatu di dalamnya tapi nihil, ia tidak menemukan apa-apa selain iris mata yang berkilau ketika menatapnya.

"Ma-maksud lo?"

Angga memutuskan pandangan mereka.

"Gue... harus pergi. Lo cepetan pulang." Angga bangkit dan meninggalkan Ardita sendirian di ruang kelas yang sepi.

Cewek itu terkesiap, ada kebahagiaan tersendiri ketika Angga menatapnya seperti tadi. Meskipun hatinya tidak lagi bergetar.

∆∆∆

"Dit, makan deh. Ngelamun mulu lo dari tadi." ucap Adam yang sedang menyantap makan malamnya. Ardita yang berada di seberangnya hanya mengaduk-aduk makanannya. Ia terlihat tidak bergairah padahal makan adalah hobinya.

Tanpa Karena [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang