Chapter 10: Hari itu di Kantin

92 3 0
                                    

Perempuan dengan poni menyamping di kedua sisi dahinya itu berjalan dengan langkah yang dihentak-hentakkan menuju bangku seseorang yang ada di pojok belakang kelas nya.

Suasana pagi yang masih sejuk membuat Ardita semakin bersemangat untuk mengomeli Angga karena telah membuatnya takut semalaman.

Penuturan Angga kemarin sukses bikin Ardita nggak bisa tidur. Mau gimana pun juga, dia kan cewek dan mana ada cewek yang rela dijadiin mainan?

Nggak ada.

"Tai lo ya!" Gertak Ardita sambil menggebrak meja Angga. Suasana kelas yang masih kosong membuat suara gebrakan makin menggema sehingga membuat Angga terlonjak kaget karena serangan tiba-tiba Ardita barusan.

"Apa?" tanya Angga datar. Sangat datar sehingga Ardita gregetan sendiri liatnya.

"Gosah pura-pura goblok deh." Ardita menunduk untuk mensejajarkan wajahnya dengan Angga kemudian berbisik, "Lo becanda kan soal Gibran yang nargetin gue buat dianuin sama dia?" tanya Ardita.

Angga menahan napas ketika jarak wajah antara dia dan cewek itu nggak lebih dari dua jengkal, Angga dag dig dug karena melihat wajah imutnya Ardita dalam sedekat ini.

Kayak pengin dici......

"Kok lo kayak takut banget gitu sih?" Angga kemudian membuka suara.

"Ya menurut lo!?"

"Cari tau aja sendiri. Lagian ya, Dit, ini kan masalah gue sama Gibran. Lo mah sans aja." jawab Angga.

Ardita kembali berdiri, cewek itu menghunuskan pandangannya pada Angga seolah jika ia menatapnya dengan begitu, Angga akan ciut dan segera membebaskan dirinya. Meskipun ia sendiri nggak tau harus bebas dari apa dan dari siapa.

"Udah jangan takut lagi, lagian kan ada gue. Kalo lo digangguin Gibran, telepon atau WA gue kan bisa. I'll be there in five when you need my helps. Gue janji."

***

Suasana kantin yang sangat ramai kali ini sukses membuat dunia Angga teralihkan. Beberapa menit yang lalu ia menatap makanannya dengan pandangan kosong, sementara pikirannya melayang ke kejadian tadi pagi.

Bagaimana bisa Angga deg-degan cuma karena tatap-tatapan sama Ardita?

Yang lebih parahnya, kenapa ia harus menawarkan dirinya sendiri jika perempuan itu sedang membutuhkan sesuatu.

Kayaknya hari ini ada jin tomang dari negera api yang merasuki tubuh Angga.

Angga error.

Ketika Angga mengangkat wajahnya yang sempat ia tundukan tadi, matanya langsung bersitatap dengan Gibran. Berandalan sekolah sekaligus musuh bebuyutannya.

Gibran menatap Angga dengan pandangan meremehkan. Gibran dan drama murahannya bikin Angga  muak.

"Ngapain lo di lantai utas? Mau nyari target lagi?" Tanya Angga ketika Gibran menghampiri meja nya. Kantin mendadak hening ketika mengetahui adanya seorang Gibran di tempat yang tidak seharusnya.

Pihak sekolah memang sangat baik menyediakan kantin di setiap lantai gedung sekolah. Dan Gibran entah nyasar atau gimana bisa nyempil di kantin kelas X. Tentu hal itu bikin penasaran murid-murid yang sedang berlalu lalang di kantin kelas X.

"Gue nggak bakal ganggu lo dan temen-temen lo lagi kalo Ardita jadi pacar gue. Gimana?"

Cowok itu terhenyak. Antara kaget karena Gibran terdengar seperti meminta izin untuk meminta Ardita mencadi pacarnya, kaget juga karena Angga emang kaget.

Sarafnya mungkin kali ini terlambat untuk mengirimkan impuls, sehingga dia butuh jeda beberapa detik untuk mencerna ucapan dari Gibran.

"Bego. Itu elo namanya bego. Lo kira dengan gue ngasih Ardita ke lo, urusan kita bakalan kelar?"

"Itukan mau lo?"

Angga berdiri, menatap balik Gibran dengan penuh kebencian. Angga tidak suka mecari keributan di area sekolah, tapi Gibran membuat amarahnya meluap.

Semenjak ia masuk SMA, Gibran tiba-tiba datang dan membuka luka lamanya. Luka lama yang bahkan sudah Angga lupakan. Setidaknya sampai Gibran membahas soal luka itu.

Gibran tersenyum miring. Baginya, Angga terlalu cetek. Terlalu mudah diperalat dan terlalu mudah dipatahkan.

"Kalo dengan nyerahin Dita ke lo gue bisa bebas dari lo, sori aja gue nggak bisa. Dita masih temen gue kalo lo lupa."

Gibran mulai kesal. Angga tentu tau cara yang ampuh untuk menyulut emosi Gibran. Dan ini salah satunya.

Ardita sebenarnya nggak cantik-cantik amat. Dia lebih terlihat imut, dan Angga juga menyadarinya. Mungkin Gibran juga.

"Mau lo tuh apa sih, njing!?" Balas Gibran makin nyolot.

"Eh sans dong bro, njang-njing bahasa lo! Nggak pernah diajarin ngomong yang bae ya lu? Nggak tau dosa lo? Dasar bab--eh astagfirullah. Sabar, Ngga."

Suasana kantin yang awalnya tegang karena pertikaian antara dua manusia ini tiba-tiba tergelak karena lelucon Angga yang mencoba membuat suasana nggak begitu tegang. Angga nggak suka tubir di sekolah. Jadi, ia harus mencari cara lain untuk mengusir Gibran.

Tapi tidak juga.

Ia tetep aja gagal karena tiba-tiba saja Gibran menarik kerah seragamnya dan langsung melepaskan tinjuannya ke pipi kiri Angga sampai ia jatuh tersungkur.

Serangan tiba-tiba dari Gibran membuat suana kantin makin ribut. Sementara Angga masih terduduk, memegangi bekas pukulan Gibran.

Siang itu di kantin, tidak ada yang berani memisahkan dua orang ini. Hingga Gibran kembali melangkah mendekati Angga sambil berbisik.

"Rasain." Ucapnya sambil tersenyum meremehkan. Angga menatap Gibran penuh kebencian. Sumpah, Gibran adalah manusia paling gelo yang pernah Angga temui.

Sebelum pergi, Gibran sempat memberi salam perpisahan kepada Angga; sebuah tendangan.

***

A.N

feels like mau sujud sukur aja udah. tau ga ini aku pulang lomba td maghrib;( abis itu lgsung ngerjain tugas buat besok haduuu capenya.

dan yaaa lomba nya udah selesaiiii, udah free ga ada latihan-latihan lagi.

pendek dulu aja, ga ada di draft ini;( lgsg aku tulis lgsg update yiayyy.

semoga suka!

with love,

Nisa

Tanpa Karena [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang